Sejak pagi Ida Haremba sudah bersiap, tidak lupa ia menyiapkan kerang-kerang yang ia dapat dari laut untuk dibawa. Dengan menaiki perahu fiber atau dikenal dengan ”johnsons”, ia harus menempuh waktu sekitar satu jam perjalanan laut untuk tiba di Pasar Mambunibuni, Distrik Kokas, Kabupaten Fakfak, Papua Barat, Sabtu (20/5/2023). Ida Haremba dan warga pesisir lain harus bergegas karena waktu berlangsungnya pasar tersebut terbatas. Pasar hanya berlangsung hingga pukul 10.00 WIT.
Letaknya yang strategis membuat pasar tersebut menjadi tempat bertemunya warga pesisir dengan warga pegunungan untuk memenuhi kebutuhannya. Yang menarik, hingga kini praktik barter masih berlangsung antara keduanya di pasar tersebut. Warga pesisir mencari sayur dan warga pegunungan mencari ikan asap. Pasar Mambunibuni merupakan satu-satunya pasar di Fakfak yang masih mempertahankan sistem barter.
Mila yang merupakan penduduk Kampung Fior, Distrik Arguni, tiba-tiba menerima sayuran dari seorang warga pegunungan. Lalu sejurus kemudian ia memberikan ikan asap buatannya untuk diberikan kepada orang tersebut. Praktik barter pun terjadi. ”Saya senang karena memang saya mencari sayur di sini,” ujarnya sambil memasukkan sayuran yang baru ia dapat ke tempat yang ia sediakan.
Warga lain, Istina, yang membawa pisang dan cabai hasil kebunnya, menerima ikan asap dari Rajab Weri. Ikan-ikan yang sebelumnya ditusuk bambu oleh Istina dicopot dan dimasukkan ke wadah plastik. Wajahnya tampak puas dan sesekali tersenyum akan hasil barternya. Begitu pula Rajab, dengan dibantu dua anak perempuannya, ia memasukkan cabai yang ia dapat dari Istina ke wadah khusus untuk dibawa pulang ke rumahnya di pesisir.
Pada umumnya pertukaran barang terjadi bukan karena nilai barangnya sama, melainkan karena warga memerlukan barang tersebut. Dan barang-barang yang dijual pun merupakan komoditas yang dihasilkan sendiri oleh warga. Jauh dari urusan orientasi ekonomi, pasar yang berlangsung setiap Sabtu tersebut menjadi ajang saling memenuhi kebutuhan dan merupakan tempat bersilaturahmi warga yang tinggal di pesisir dengan warga pegunungan.
Tidak jarang di tengah pertukaran barang, warga yang terlibat saling bertegur sapa dan menanyakan kabar. Banyak dari mereka mempunyai satu marga, namun tinggal di tempat yang berbeda.
Setelah semua kebutuhan tercukupi, warga membubarkan diri. Warga pesisir kembali ke kampung dengan perahu, sementara warga pegunungan kembali ke kampung dengan berjalan kaki atau menumpang kendaraan umum. Warga pegunungan memuat ikan di tasnya dan warga pesisir memenuhi perahunya dengan aneka sayuran.
Kemajuan zaman yang semakin masif terjadi tidak serta-merta melunturkan nilai-nilai leluhur melalui praktik barter yang telah dilakukan selama ratusan tahun. Sebab, sejatinya warga gunung dan pesisir merupakan saudara dan hidup saling mencukupi.