Tak Direkomendasikan, Nitrogen Cair untuk Pangan Siap Saji
Nitrogen cair tidak direkomendasikan untuk digunakan pada pangan siap saji. Pemakaian nitrogen cair perlu memenuhi sejumlah syarat yang telah ditentukan. Jika tidak digunakan dengan tepat, justru bisa berbahaya.
Oleh
DEONISIA ARLINTA, SEKAR GANDHAWANGI
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kementerian Kesehatan telah merekomendasikan agar nitrogen cair tidak digunakan untuk pangan siap saji, terutama untuk pangan jajanan. Penggunaan nitrogen cair yang tidak tepat bisa berisiko fatal, terutama pada anak-anak. Dampak bahaya tersebut setidaknya telah terjadi pada sejumlah anak yang mengonsumsi pangan siap saji yang memakai nitrogen cair.
Direktur Penyehatan Lingkungan Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan Anas Ma’ruf, di Jakarta, Kamis (12/1/2023), mengatakan, adanya laporan kasus keracunan pangan yang terjadi pada anak setelah mengonsumsi pangan siap saji ”chiki ngebul” yang menggunakan nitrogen cair telah menjadi perhatian bersama. Kewaspadaan akan penggunaan nitrogen cair pada pangan siap saji pun ditingkatkan.
”Sesuai dengan surat edaran terbaru, Kementerian Kesehatan telah merekomendasikan untuk tidak menggunakan nitrogen cair pada pangan siap saji, terutama pada pangan jajanan. Jadi, para pelaku usaha, seperti pedagang keliling, kita rekomendasikan untuk tidak menggunakan nitrogen cair pada pangan siap saji,” katanya.
Hal tersebut didasarkan pada sejumlah kasus yang telah dilaporkan di beberapa daerah terkait dengan adanya kasus keracunan makanan pada anak yang mengonsumsi pangan siap saji dengan nitrogen cair.
Adapun kasus yang telah dilaporkan, yakni satu kasus pada anak di Kabupaten Ponorogo, Jawa Timur, pada Juli 2022. Kemudian, kejadian luar biasa keracunan pangan juga dilaporkan di Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat, setelah adanya 23 kasus yang mengalami gejala setelah mengonsumsi jajanan siap saji.
Pada 21 Desember 2022 dilaporkan kembali adanya kasus dengan gejala nyeri perut hebat setelah mengonsumsi jajanan serupa. Satu kasus baru pun kembali dilaporkan di Jawa Timur. Atas laporan tersebut, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) masih melakukan penyelidikan epidemiologi lebih lanjut.
Meski sejumlah kasus telah dilaporkan, Kementerian Kesehatan belum menetapkan kondisi tersebut sebagai kejadian luar biasa. ”Kasus yang ada sekarang masih sporadis di beberapa tempat. Jadi, yang kita utamakan ialah mewaspadai dan mengedukasi masyarakat, termasuk pelaku usaha,” ujar Anas.
Akan tetapi, setiap pemerintah daerah bisa menetapkan status kejadian luar biasa keracunan pangan. Terkait dengan penetapan status KLB keracunan makanan di Jawa Barat yang terjadi akibat konsumsi pangan siap saji dengan nitrogen cair, Kementerian Kesehatan masih belum memastikannya.
Anas menuturkan, nitrogen cair pada pangan sebenarnya dapat digunakan sebagai bahan penolong, Namun, jika digunakan tanpa mengikuti standar keamanan pangan, itu dapat menyebabkan bahaya bagi konsumen. Karena itu, Kementerian Kesehatan telah mengeluarkan surat edaran mengenai pengawasan terhadap penggunaan nitrogen cair pada produk pangan siap saji.
Nitrogen cair bisa menyebabkan radang dingin dan luka bakar dingin atau cold burn pada jaringan lunak, seperti kulit dan mukosa. Apabila uap yang dihasilkan oleh makanan dan minuman yang diproses dengan nitrogen cair sampai terhirup terlalu banyak, hal itu bisa memicu terjadi kesulitan bernapas yang cukup parah.
Anas menambahkan, nitrogen cair yang tidak sengaja dikonsumsi dapat menyebabkan tenggorokan terasa terbakar. Kondisi tersebut terjadi akibat suhu yang sangat dingin yang langsung bersentuhan dengan organ tubuh. Jika bersentuhan dengan organ lain pun bisa memicu terjadinya kerusakan internal organ tubuh.
Pengawasan
Secara terpisah, Deputi Bidang Pengawasan Pangan Olahan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Rita Endang mengatakan, koordinasi telah dilakukan antara BPOM dan Kementerian Kesehatan menangani isu dari penggunaan nitrogen cair para produk pangan siap saji. BPOM juga membuat surat edaran untuk semua unit pelaksana teknis (UPT) agar bekerja sama dengan pemerintah daerah dalam penanganan kasus tersebut.
Pedoman Mitigasi Risiko Nitrogen Cair pada Pangan Olahan pun telah diterbitkan. Sosialisasi pedoman dan koordinasi dengan dinas kesehatan di sejumlah daerah dilakukan sejak 9 Januari 2023. Badan POM mendorong dinas kesehatan segera mengedukasi pedagang agar mengikuti pedoman ini. Salah satu poin pada pedoman itu ialah mengenai standar penyimpanan nitrogen cair.
Rita menuturkan, tabung nitrogen mesti disimpan dalam posisi berdiri dan tidak boleh dalam kondisi rusak. Tabung juga perlu disimpan di lingkungan yang kering dan dingin. Tabung nitrogen juga tidak boleh disimpan di dekat benda-benda bersifat eksplosif karena bisa berisiko meledak. ”Nitrogen cair juga harus sesuai standar, yaitu harus food grade,” katanya.
Pedoman juga menyebut bahwa handler atau pengolah nitrogen cair mesti memiliki kompetensi untuk mengolah nitrogen tersebut. Saat menggunakan nitrogen cair, mereka diwajibkan untuk menggunakan alat pelindung diri. ”Ini karena (nitrogen cair) dingin sekali. Titik didihnya minus 195 (derajat celsius), sementara titik bekunya minus 210 (derajat celsius),” kata Rita.
Makanan yang diolah dengan nitrogen cair pun tidak boleh langsung dikonsumsi. Makanan baru aman dikonsumsi setelah nitrogen cair menguap. Apabila nitrogen cair sampai dikonsumsi, kulit bisa melepuh dan lambung menjadi terluka. Konsumsi nitrogen cair juga dapat memicu asma. BPOM merekomendasikan agar anak yang mengonsumsi makanan dengan nitrogen cair diawasi orangtua.
Rita menambahkan, dari pengawasan yang telah dilakukan, BPOM mendapati tabung nitrogen yang digunakan para pedagang tidak memiliki label keterangan yang jelas. Padahal, nitrogen cair yang digunakan untuk produk pangan harus food grade dan sesuai dengan Kodeks Makanan Indonesia (KMI).
Adapun temuan tersebut dilaporkan sebanyak 30 persen di Jawa. Sedikit kasus di Kalimantan dan Sulawesi. Sementara tidak ditemukan adanya penjualan pangan siap saji dengan nitrogen cair di Indonesia bagian timur.
”KMI itu ada syaratnya, misalnya, (kadar) nitrogen tidak boleh kurang dari 99 persen, Lalu, oksigennya tidak lebih dari 1,1 persen. Lalu, monooksigennya tidak lebih dari 10 mikroliter per liter,” ucap Rita.