Kepengurusan DPP PPP baru di bawah pimpinan Muhammad Mardiono telah ditetapkan. Mantan Ketua Umum PPP Romahurmuziy diberi kepercayaan untuk menjadi Ketua Majelis Pertimbangan PPP.
Oleh
KURNIA YUNITA RAHAYU
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Konsolidasi ulang Partai Persatuan Pembangunan atau PPP pasca-pergantian tampuk pimpinan tertinggi dari dari Suharso Monoarfa ke Muhamad Mardiono terus berjalan. Selain mengganti sejumlah pengurus dewan pimpinan pusat, partai politik berlambang Kabah itu juga berupaya menyerap aspirasi publik untuk mendapatkan sosok calon presiden sesuai kehendak rakyat. Langkah tersebut diharapkan mampu mendongkrak kinerja elektoral dan mengantarkan PPP kembali lolos ke parlemen pada Pemilu 2024.
PPP telah selesai menyusun pengurus Dewan Pimpinan Pusat (PPP) periode 2020-2025. Dalam susunan kepengurusan baru itu, Pelaksana Tugas (Plt) Ketua Umum PPP Muhamad Mardiono masih didampingi Arwani Thomafi sebagai sekretaris jenderal. Ada pula empat wakil ketua umum, tiga wakil sekretaris jenderal, bendahara umum dan wakil bendahara umum, serta sejumlah ketua DPP dari enam bidang. Sebanyak enam bidang dimaksud adalah politik, hukum, dan kelembagaan publik; keorganisasian; pemenangan pemilu; ekonomi, keuangan, dan industri; dakwah, pendidikan, dan pesantren; serta kesejahteraan rakyat.
Mardiono menjelaskan, tidak banyak perubahan dalam susunan pengurus DPP PPP. Kinerja kader dan pengurus menjadi pertimbangan dalam menyusun kepengurusan baru. Sebagian pengurus dipertahankan, sebagian lain digeser, dan ada pula yang diganti. Mutasi dan rotasi dilakukan karena PPP merasa harus bekerja cepat mengejar tahapan Pemilu 2024 yang sudah berjalan.
”Semua itu dilakukan dalam rangka rekonsolidasi seluruh kegiatan kepartaian agar bisa efektif dan efisien. Kami harus bekerja dalam waktu singkat,” kata Mardiono dihubungi dari Jakarta, Minggu (1/1/2023).
Seluruh pengurus baru itu dituntut untuk bisa menjalankan tugas secara maksimal. Diharapkan, mulai sekarang hingga Pemilu 2024 tiba, para pengurus bisa terus meningkatkan kinerja parpol secara elektoral sehingga bisa lolos ambang batas parlemen.
Pada Pemilu 2019, PPP meraih 6,32 juta suara atau 4,5 persen dari total suara sah nasional. Meski masih lolos ambang batas parlemen yang ditetapkan dalam Undang-Undang Pemilu, yakni 4 persen dari total suara sah nasional, raihan itu menempatkan PPP pada posisi terbawah dari sembilan partai politik (parpol) yang ada di DPR.
Berdasarkan hasil survei sejumlah lembaga menjelang Pemilu 2024, elektabilitas PPP tidak pernah mencapai 4 persen. Dalam survei Charta Politika yang dilakukan pada 8-16 Desember lalu, misalnya, elektabilitas PPP hanya 3 persen. Bahkan pada survei April 2022, elektabilitas PPP adalah 1,5 persen. Kemudian pada survei Juni naik menjadi 2,7 persen, sedangkan September turun ke angka 2,1 persen.
Tak hanya mengoptimalkan kerja pengurus, kata Mardiono, PPP juga terus menyerap aspirasi publik terkait calon presiden (capres) yang layak diusung pada 2024. Sejauh ini, muncul sejumlah usulan antara lain Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil, Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Uno, serta mantan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan. Selain itu, nama Mardiono juga diusulkan beberapa pengurus daerah.
Menurut rencana, usulan sejumlah nama capres itu akan dibahas dalam forum musyawarah nasional (munas) atau rapat pimpinan nasional (rapimnas). Di forum itu pula, PPP akan menetapkan capres yang akan diusung dalam pemilu nanti. Sosok capres yang ditetapkan itu nantinya akan diajukan kepada Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) yang terdiri dari PPP, Partai Golkar, dan Partai Amanat Nasional (PAN).
Namun sebelumnya, PPP akan menggelar acara halaqah ulama untuk membahas forum yang akan digunakan untuk menetapkan capres, apakah munas atau rapimnas. ”Menurut rencana, baik halaqah ulama maupun munas atau rapimnas akan diselenggarakan Februari 2023. Sebab, pada Januari kami fokus menyelenggarakan peringatan hari ulang tahun emas PPP, yang jatuh pada 5 Januari,” kata Mardiono.
Kembalinya Romahurmuziy
Selain pengurus DPP, PPP juga memperbarui susunan majelis-majelis partai. Mulai dari majelis kehormatan, majelis syariah, majelis pertimbangan, dan majelis pakar. Dari keempat majelis tersebut, mantan Ketua Umum PPP Romahurmuziy kembali diberi kepercayaan untuk menjadi Ketua Majelis Pertimbangan PPP.
Mardiono mengakui, keberadaan Romahurmuziy dalam kepengurusan PPP tentu akan menjadi sorotan publik. Pasalnya, Romahurmuziy merupakan bekas narapidana suap jual-beli jabatan di Kementerian Agama yang bebas pada tahun 2020 setelah menjalani hukuman penjara selama 1 tahun.
”Putusan pengadilan yang sudah inkracht memberikan ganjaran hukuman 1 tahun. Itu sudah dijalani, dan pengadilan tidak menghapus hak politik Mas Romi,” kata Mardiono.
Oleh karena itu, PPP masih menempatkannya pada struktur majelis pertimbangan. Posisi itu dinilai tepat karena tidak berhubungan langsung dengan perumusan kebijakan atau operasional partai, tetapi sebatas memberikan pertimbangan terhadap langkah politik partai. PPP memandang Romahurmuziy sebagai aset parpol karena selain berusia muda, ia juga memiliki ”darah biru” dalam politik. Romi merupakan anak dan cucu dari elite Nahdlatul Ulama sekaligus politisi nasional.
PPP harus memprioritaskan konsolidasi internal. Sebab, selama beberapa tahun terakhir, terutama jelang pemilu, PPP rentan tercerai berai karena perbedaan pilihan capres antara elite dan akar rumput, dualisme kepengurusan, dan elite yang terlibat korupsi
Dihubungi secara terpisah, Kepala Departemen Politik dan Perubahan Sosial Center for Strategic and International Studies (CSIS) Arya Fernandes memandang sulit bagi PPP melepaskan Romahurmuziy. Meski diprediksi pengaruhnya tidak sekuat ketika ia belum tersangkut korupsi, Romahurmuziy diperkirakan masih memiliki basis massa yang akan mendukung PPP.
Konsolidasi internal
Meski demikian, untuk mengoptimalkan perolehan suara di Pemilu 2024, langkah PPP tak cukup hanya dengan mengembalikan Romahurmuziy ke gelanggang politik. Menurut Arya, PPP harus memprioritaskan konsolidasi internal. Sebab, selama beberapa tahun terakhir, terutama jelang pemilu, PPP rentan tercerai berai karena perbedaan pilihan capres antara elite dan akar rumput, dualisme kepengurusan, dan elite yang terlibat korupsi.
Lemahnya konsolidasi internal, kata Arya, berdampak pada pengambilan keputusan politik yang tidak jelas. Contohnya, PPP tetap bergabung di KIB meski suara akar rumput menginginkan capres yang kemungkinan diusung koalisi lain. Ketidakjelasan langkah politik ini mempersulit kader-kader memobilisasi diri.
”Sebagai parpol dengan perolehan suara yang kecil, PPP tidak bisa bermain di banyak kaki, pilihan politiknya harus jelas dan diputuskan bersama dengan akar rumputnya, tidak hanya oleh sebagian kecil elite,” kata Arya.