Daripada menemukan kebenaran, tugas pers kini bisa jadi lebih kepada upaya untuk menegakkan kembali kebenaran.
Oleh
HARYO DAMARDONO
·3 menit baca
BANTEN, KOMPAS – Daripada menemukan kebenaran, tugas pers kini bisa jadi lebih kepada upaya untuk menegakkan kembali kebenaran. Hal ini dikarenakan pada masa sekarang ini, orang bisa mengatakan apa saja kemudian menciptakan realitas-realitas.
Demikian dikatakan Rektor Universitas Multimedia Nusantara (UMN) Ninok Leksono, dalam seminar literasi digital “Labirin Informasi, Tersesat atau Melesat?” di Kampus UMN, Kabupaten Serpong, Banten, Selasa (1/11/2022).
Turut hadir dalam seminar itu diantaranya Wakil Rektor UMN bidang Administrasi Umum dan Keuangan Andrey Andoko, Wakil Rektor UMN bidang Hubungan dan Kerjasama Muliawati G Siswanto, Wakil Rektor UMN bidang Kemahasiswaan Ika Yanuarti, dan Direktur LPPM UMN Winarno.
“Ada yang mengusulkan bahwa media dan jurnalisme, tidak lagi sebagai “penjaga kebenaran” tetapi sebagai “mediator kebenaran” di wilayah publik,” kata Ninok, di hadapan sekitar 500 orang mahasiswa yang hadir.
Tugas pers, kata Ninok, jelas tidak mudah. “(Pers) harus terus mengembangkan kompetensi diri sebagai pegangan yang profesional, kata dia.
Ninok juga mengajak semua pihak untuk waspada terutama saat Indonesia memasuki tahun politik. “Kita perlu juga mewaspadai potensi-potensi perselisihan yang muncul,” ujarnya.
Pemimpin Redaksi Harian Kompas Sutta Dharmasaputra, pembicara lain dalam seminar itu, mengakui tugas pers yang tidak lagi mudah di tengah banjir informasi. “Kami harus menulis soal kebenaran saat warga Indonesia tidak terlalu peduli pada misinformasi,” ujarnya.
Ruang redaksi
Namun, kata Sutta, media arus utama seperti Kompas mempunyai ruang redaksi yang solid yang dapat meminimalkan bias informasi. “Pada newsroom, ada editor misalnya, yang memperkaya dan mengoreksi hasil liputan. Ada sunting yang memastikan tidak ada unsur seks, kekerasan maupun SARA pada pemberitaan,” ujarnya.
Sutta menambahkan, kerja wartawan juga dipagari oleh kode etik Dewan Pers selain kode etik internal wartawan Kompas. Kemampuan wartawan maupun peneliti Kompas juga terus ditingkatkan sesuai kurikulum yang disusun oleh Dewan Kompetensi Kompas.
“Supaya tidak bias, sesuai kebutuhan dan pengamatan, kami juga merotasi wartawan. Jangan sampai seorang wartawan misalnya, terlalu dekat dengan partai politik tertentu. Kami ingin obyektif,” dikatakan Sutta.
Untuk memperkuat produk-produk jurnalistik, Harian Kompas kemudian dengan serius mengembangkan jurnalisme data selain terus memperkuat diri dengan riset-riset mendalam. Selain juga dengan melakukan berbagai investigasi dan liputan mendalam.
“Tak sekedar menyuarakan kebenaran, kami ingin supaya liputan kami dapat berdampak bagi masyarakat,” ujar Sutta. Dia kemudian memutar sebuah rekaman percakapan dengan seorang narasumber yang sangat terbantu dengan investigasi Kompas terkait distribusi susu formula secara kurang tepat.
Hasil dari liputan wartawan Kompas, kemudian tidak hanya ditampilkan di koran Kompas tetapi juga di platform kompas.id. “Hasil liputan kami kemudian diperkaya dengan foto, video hingga infografik yang dibuat lebih menarik sekaligus informatif bagi masyarakat,” ujarnya.