Membawa Mobil Listrik Bervakansi di Banyuwangi hingga Menyeberang ke Bali
Tulisan ini jadi segmen terakhir perjalanan Tim Jelajah Energi dan Vakansi menggunakan mobil listrik dari Jakarta ke Bali. Dengan total jarak tempuh 1.662 kilometer, tim mengeluarkan biaya pengisian daya Rp 731.873.
Oleh
MELATI MEWANGI, DEFRI WERDIONO
·5 menit baca
Tulisan kali ini menjadi segmen terakhir perjalanan kami. Kota Surabaya menjadi titik tengah perjalanan kami dari Jakarta menuju ke Bali menggunakan mobil listrik. Perjalanan dari Surabaya hingga Banyuwangi, sejauh 312 kilometer, diawali dengan kondisi baterai terisi penuh 100 persen.
Gaya berkendara yang banyak menggeber gas dan minim menginjak rem selama di Tol Surabaya hingga Probolinggo Timur membuat kami boros baterai. Konsumsi daya listrik kami tercatat 1 kWh untuk 3,2 km. Catatan konsumsi ini menjadi yang terburuk selama perjalanan dari Jakarta hingga Bali.
Saat kami tiba di Situbondo, daya jelajah mobil hanya tersisa untuk 185 km, sedangkan jarak ke Banyuwangi masih 106 km lagi. Sebenarnya, mobil kami masih sanggup untuk terus berjalan hingga Banyuwangi. Namun, kami memilih berhenti di kantor PLN di Situbondo untuk mengisi daya mobil sembari wisata kuliner.
Sore itu kami mengisi daya 10 kWh untuk menambah rasa percaya diri melahap jalur non-tol dan cukup untuk berkeliling kota Banyuwangi. Kesempatan menunggu proses pengisian, kami gunakan untuk mengisi perut di Warung Biru Daun, Situbondo.
Kami tiba di Banyuwangi sekitar pukul 21.00. Tujuan pertama kami ialah pameran Antique Exhibition di kantor Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Banyuwangi, Sabtu (10/9/2022). Tak hanya beragam mebel, lampu minyak, dan pernak-pernik hiasan rumah berbahan kayu yang dipamerkan, sejumlah foto Banyuwangi di masa kolonial juga ikut dipajang.
”Menarik, ini memotret wajah Banyuwangi tempo dulu. Sebagian masih bisa dikenali dengan mudah meski telah berubah secara fisik. Melalui foto ini, kita bisa membedakan Banyuwangi yang sekarang dengan dulu,” ujar Agus Widianto (41), salah satu pengunjung pameran.
Setelah cukup puas melihat pameran, kami beranjak menembus malam di Banyuwangi. Kini tujuan kami ke rumah Dinas Bupati Banyuwangi di Pendopo Sabha Swagata Blambangan. Rumah jabatan yang biasa digunakan untuk menerima tamu-tamu kedinasan itu terbuka untuk umum.
Malam itu, kami berkesempatan melihat sumur Sri Tanjung, sumur yang diyakini berkaitan dengan asal-usul nama Banyuwangi. Sumur itu ada di halaman belakang rumah dinas Bupati Banyuwangi, tepatnya di balik rumah tradisonal suku Osing yang terletak di ujung timur kompleks rumah dinas.
Perjalanan wisata di Banyuwangi kami tutup dengan menikmati olahan ikan bakar di Mandar Fish Market. Lokasinya ada di Kampung Mandar yang jadi salah satu kampung nelayan di Banyuwangi. Di sana, Anda bisa menikmati sajian ikan segar hasil tangkapan para nelayan.
Usai makan, kami segera merapat ke Hotel Santika Banyuwangi. Hotel yang sudah memiliki fasilitas charging station ini tepat untuk menghilangkan lelah sembari menanti baterai mobil penuh guna perjalanan ke Denpasar esok hari.
Minggu (11/9/2022) siang, kami mulai meninggalkan Pulau Jawa menuju Pulau Bali. Penyeberangan dari Pelabuhan Ketapang ke Pelabuhan Gilimanuk butuh waktu 40 menit. Setibanya di Bali, kami langsung mencicipi salah satu kuliner khas Bali, ayam betutu.
Ayam Betutu Bu Lina hanya berjarak 200 meter dari gerbang keluar Pelabuhan Gilimanuk. Ayam yang pedas itu seolah menjadi cambuk agar kami semangat menyelesaikan potongan perjalanan terakhir kami.
Perjalanan dari Gilimanuk hingga Denpasar cukup padat. Jalan yang sempit ditambah volume kendaraan, membuat kami banyak melakukan pengereman. Dampaknya, konsumsi energi kami cukup baik, daya 1 kWh dapat digunakan untuk menempuh jarak sejauh 7,6 km.
”Fitur regenerative braking membuat baterai mobil mendapat suplai energi tambahan. Semakin banyak mengerem, energi semakin irit. Konsumsi 7,6 km ini menjadi salah satu catatan terbaik kita. Ini berbeda dengan mobil BBM yang irit bila kita melaju dengan kecepatan konstan,” tutur Dahono Fitrianto, wartawan harian Kompas yang biasa meliput otomotif untuk rubrik Kendara.
Indikator di mobil menunjukkan perjalanan dari Banyuwangi hingga Denpasar ditempuh sejauh 169,2 km. Daya yang terisi penuh 100 persen saat berangkat dari Banyuwangi, hanya berkurang 29 persen.
Malam itu, untuk pertama kalinya kami beristirahat tanpa mengisi daya mobil. Selain karena tak ada fasilitas charging station di hotel tempat kami menginap, kami memang mengincar mengisi daya mobil di kawasan Indonesia Tourism Development Corporation (ITDC) Nusa Dua, Bali. Sebab, di sana ada SPKLU ultrafast charging berdaya 200 kW untuk mendukung gelaran KTT G20.
Senin (12/9/2022) pagi, kami menuju ke kawasan ITDC Nusa Dua, Bali, untuk menjawab rasa penasaran. Penanggung jawab SPKLU PLN Bali, R Arief Prawiro Utomo, yang kami temui di sana, mengatakan, ada 64 SPKLU yang dipersiapkan khusus untuk mendukung KTT G20 di Bali.
”Di sentra parkir ITDC ada 36 SPKLU. Kami juga menyiapkan 28 SPKLU di (hotel) Kempinski Bali. Jumlah itu belum termasuk dua mobile charging. SPKLU dan mobile charging berdaya 200 kw. Fasilitas ini untuk melayani 636 mobil listrik dan 200 sepeda motor listrik yang akan digunakan untuk kegiatan KTT G20,” ujarnya.
Menurut Arief, pihaknya juga memasang 200 home charging berkapasitas 7 kw di sejumlah hotel selama perhelatan berlangsung pada 15-16 November. Selain mendukung KTT G20, PLN Bali juga telah memasang 20 SPKLU di 15 lokasi dengan daya 25 kW dan 50 kW. SPKLU yang dipasang sejak setahun lalu itu diperuntukkan bagi masyarakat umum, termasuk wisatawan yang bervakansi ke ”Pulau Dewata” itu.
Usai melihat kesiapan G20, kami melanjutkan vakansi untuk menikmati kuliner dan obyek wisata Bali. Kami melihat geliat pariwisata Bali kembali pulih usai dihantam pandemi. Sore itu kami memilih menikmati matahari terbenam di Pantai Seminyak.
Ini menjadi ujung perjalanan Tim Jelajah Energi dan Vakansi. Total perjalanan kami dari Menara Kompas di Palmerah, Jakarta, hingga Pantai Seminyak di Bali mencapai 1.662 km. Jarak itu termasuk saat berkeliling di sejumlah kota transit.
Sepanjang perjalanan, kami menghabiskan daya 296,78 kWh. Bila seluruh daya tersebut kami dapatkan dari SPKLU, kami harus mengeluarkan biaya Rp 731.873. Sebab, harga 1 kWh di SPKLU dipatok Rp 2.446 per kWh.
Namun, karena sebagian pengisian kami lakukan di hotel, pembayaran SPKLU yang kami lakukan menggunakan aplikasi charge-in (SPKLU PLN) hanya sebesar Rp 203.193. Biaya ini jauh lebih murah bila dibandingkan dengan menggunakan mobil BBM.
Bila diasumsikan konsumsi bahan bakar mobil 1 liter untuk 12 km, jarak sejauh 1.662 km itu membutuhkan BBM sebanyak 138 liter. Bila dikalikan dengan harga bensin pertamax (waktu itu) sebesar Rp 14.500 per liter, perjalanan dari Jakarta ke Bali menggunakan mobil BBM membutuhkan biaya Rp 2.008.250.
Kendati lebih irit, perjalanan jauh menggunakan mobil listrik harus disertai manajemen perjalanan yang baik. Perjalanan menggunakan mobil listrik harus memperhitungkan jarak dan titik-titik pengisian daya. Jadi bagaimana, apakah Anda sudah tertarik untuk beralih menggunakan mobil listrik?