Buka Jalan Asah Harta Karun Jabar Selatan
Jawa Barat bagian selatan kaya potensi pertanian, perikanan, dan pariwisata. Namun, aksesibilitas menjadi kendala. Peran berbagai pihak dibutuhkan.
Memori sembilan tahun lalu masih erat dalam ingatan Sodikin (40), warga Cijulang, Pangandaran. Saat daerahnya masih masuk Kabupaten Ciamis, dia hidup berteman jalan rusak parah. Kini, kondisi jalan jauh lebih baik. Ke depan, aksesibilitas idealnya dibutuhkan untuk mengembangkan banyak potensi terpendam.
Jalan dekat rumah Sodikin pernah mirip kubangan kerbau. Beban truk pengangkut pasir besi dan kayu dari Tasikmalaya menuju Cilacap, Jawa Tengah, diduga menjadi penyebabnya.
”Padahal, jalan itu adalah akses menuju wisata kelas internasional, Pantai Pangandaran,” ujarnya, Rabu (24/8/2022).
Jengah dengan jalan rusak, warga pernah berunjuk rasa di pinggir jalan. Bukan pemerintah yang datang, melainkan preman yang diduga bekerja pada perusahaan pasir besi.
”Ironisnya, preman itu adalah tetangga, bahkan berkerabat. Jalan rusak membuat kami bertengkar,” katanya.
Baca Juga: Etape Pertama Cycling de Jabar Peserta Dihadapkan Tanjakan Menantang
Perbaikan muncul sejak tahun 2013, Pemprov Jabar melakukan moratorium penambangan pasir besi. Perbaikan jalan dilakukan dan memicu gairah ekonomi. Minimarket dan rumah makan berdiri di sejumlah titik jalan.
Di Ciletuh, Sukabumi, anggota Koperasi Konsumen Nelayan Berdaulat Ciwaru (KKNBC) juga menikmati jalan layak. Sebelum 2019, nelayan harus menempuh hingga 7 jam pulang pergi dari Ciwaru ke Palabuhanratu untuk mengirim ikan.
”Jalan rusak membuat pengiriman terlambat dan ikan rusak. Harganya turun, Rp 12.000 per kg jadi Rp 9.000 per kg,” ujar Atin Irawan, Ketua KKNBC.
Setelah Geopark Ciletuh mendunia sekitar 2018, jalan diperbaiki. Jalan mulus lebih dari 40 kilometer mampu memangkas waktu tempuh menjadi 3 jam. Pengiriman ikan meningkat dari sekali jadi dua kali sehari.
Tahun 2020, koperasi nelayan kian berkembang setelah mendapatkan gudang beku (cold storage). Fasilitas dari Kementerian Kelautan dan Perikanan itu mampu menampung 20 ton ikan ke koperasi. Nelayan tak lagi perlu khawatir dengan anjloknya harga ikan karena punya lemari pendingin. Ikan lisong yang sebelumnya hanya Rp 6.000 per kg kini bisa Rp 16.000 per kg. Pembeli dari Sukabumi, Jawa Barat, Jakarta, Lampung, hingga Jawa Timur pun berdatangan.
Asep Hidayat (51), warga Ciwaru, kini juga rutin membeli ikan walang keke di gudang beku. Harganya Rp 25.000 per kg atau lebih murah dibandingkan pedagang, Rp 35.000 per kg.
”Dulu paling seminggu sekali saja. Sekarang bisa beli ikan tiga-empat kali. Anak saya bisa lebih sehat karena banyak makan ikan,” katanya.
Belum ideal
Perbaikan di jalan utama jalur selatan terbukti memberikan kehidupan lebih baik. Namun, itu semuanya masih belum ideal. Konektivitasnya dengan jalur lainnya masih butuh peningkatkan.
Jalan di Sukabumi, Cianjur, hingga Pangandaran, misalnya, tidak selebar jalur utara. Kualitas jalan belum sepenuhnya memadai di lebih dari 412 km jalur selatan.
Jarak antarkecamatan di satu kabupaten bisa menelan waktu berjam-jam. Layanan kesehatan dan pendidikan dengan permukiman terkendala, terutama di daerah pelosok.
Jabar selatan ini harta karun sebenarnya. Ini bisa maju kalau infrastruktur dasarnya (jalan) itu kita perbanyak.
Padahal, dengan luas wilayah 10.059 kilometer persegi, Jabar selatan dihuni lebih dari 11,3 juta jiwa. Jumlah itu setara 23,4 persen dari jumlah penduduk Jabar tahun lalu, yakni 48 juta orang.
Gubernur Jabar Ridwan Kamil mengatakan, tanah di jalur selatan cukup miring, sedangkan di jabar utara relatif datar. ”Karakteristik jalan yang curam ini membuat infrastruktur pasti dua kali lebih mahal. Kebencanaan juga dua kali lebih banyak,” ujarnya.
Meski demikian, Jabar selatan kaya akan potensi pariwisata, pertanian, juga perikanan. Sekitar 400 curug atau air terjun, katanya, terdapat di daerah selatan. ”Jabar selatan ini harta karun sebenarnya. Ini bisa maju kalau infrastruktur dasarnya (jalan) itu kita perbanyak,” ujarnya.
Kehadiran Peraturan Presiden Nomor 87 Tahun 2021 tentang Percepatan Pembangunan Kawasan Rebana dan Kawasan Jabar Bagian Selatan, lanjutnya, diharapkan mempercepat pembangunan infrastruktur. Dalam perpres, ada 170 program senilai Rp 392 triliun. Sebanyak 89 proyek senilai Rp 157 triliun terdapat di Jabar selatan.
Artinya, sekitar 52 persen program dalam Perpres No 87/2021 disiapkan untuk Jabar selatan. Dari semua proyek, sekitar 75 persen merupakan infrastruktur. Selebihnya pariwisata (10 persen), kelautan dan perikanan (9 persen), dan agribisnis (6 persen).
Kepala Dinas Bina Marga dan Penataan Ruang Jabar Bambang Tirtoyuliono berharap perpres mendukung rencana pembangunan jalur tengah selatan (JTS). Jalur sepanjang 405 km itu membentang dari Lengkong-Segaranten-Tanggeung-Ciwidey-Pengalengan-Cikajang-Bantarkalong-Kertahayu.
Jalur itu dapat mempercepat akses ke Jabar selatan. Namun, kendala pembangunannya adalah beberapa ruas jalan masuk dalam kawasan konservasi hingga mahalnya harga tanah. Estimasi biaya untuk JTS, sedikitnya Rp 2,8 triliun dengan lebar jalan 6 meter.
”Bahkan, kami butuhnya lebarnya 14 meter. Sekitar 20 tahun ke depan, tren pertumbuhan Jabar Selatan akan terus terjadi,” ujarnya. Pihaknya juga meningkatkan kualitas tujuh jalur vertikal menuju Jabar Selatan. Jalur Bandung-Soreang-Ciwidey, misalnya, bakal dilebarkan pada 2023.
”Kami berharap Perpres No 87/2021 ada implementasinya. Kami juga effort (berusaha) meningkatkan aksesibilitas Jabar Selatan,” ujarnya.
Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Jabar Sumasna mengatakan, konektivitas bakal membuat banyak sektor terdongkrak. Di sektor pangan, Jabar selatan memiliki banyak potensi.
Produksi padi, misalnya, bisa mencapai lebih dari 9 juta ton per tahun, sedangkan produksi jagung mampu menghasilkan 1,2 juta ton. Adapun hasil panen kelapa sebanyak 88.960 ton per tahun. Hasil tangkapan tongkol, tuna, dan cakalang di pantai selatan masing-masing mencapai 22.549 ton, 1.153 ton, dan 666 ton pada 2021.
Konektivitas juga bisa menarik wisatawan ke Jabar selatan. Dekat dengan Samudra Hindia, pantai selatan, seperti Batu Karas dan Sayangheulang, punya magnet besar. Di Pangandaran, setiap tahun dikunjungi sedikitnya 4 juta wisatawan.
”(Aksesibilitas) Jalan jadi kunci pengembangan Jabar selatan. Kami perlu berkolaborasi dengan pemerintah pusat,” ujarnya.
Kepala Dinas Sumber Daya Air Jabar Dicky Achmad Sidik sepakat perpres vital mendukung sektor ekonomi warga. Masa tanam padi di Jabar selatan, lanjutnya, mencapai dua hingga tiga kali dalam setahun.
Mitigasi bencana juga bisa terwujud. Banjir masih rentan di daerah selatan. Lewat perpres, kolam retensi di Ciamis bisa menjadi salah satu solusinya, sekaligus memasok air irigasi saat kemarau. ”Sumber daya air di Jabar itu penggunaannya baru sekitar 11 persen dari potensi yang ada. Artinya, air mengalir saja,” katanya.
Terkait pariwisata pantai, pihaknya telah membuat pemecah ombak yang berada di bawah permukaan laut, tepatnya Pantai Barat Pangandaran. Fasilitas sepanjang 260 meter yang dipasang dua tahun lalu itu guna mengurangi ombak besar.
”Sehingga, wisatawan bisa berenang di daerah itu. Persoalan di Pantai Pangandaran itu hanya kurang 1 kilometer yang bisa dipakai renang. Kalau ada dukungan pemerintah pusat, pemecah ombak ini bisa tambah panjang dan wisata bisa lebih berkembang,” paparnya.
Jabar selatan adalah harta karun terpendam. Apabila digali, kilaunya diyakini bakal mengejutkan banyak kalangan.