Bersama Menjaga Gunung dan Laut Pangandaran
Kegigihan warga menjaga pesisir hingga gunung di Jabar selatan terbukti membuahkan kebaikan. Bagi mereka, tetap sejahtera saat hidup berdampingan dengan alam bukan isapan jempol semata.
Kawasan Jawa Barat selatan menawarkan keindahan sekaligus kualitas alam yang masih terjaga. Semuanya berpotensi mengundang banyak wisatawan datang sekaligus menghadirkan ketahanan pangan.
Siang itu, Selasa (9/8/2022), Hendi (52) kedatangan dua turis asal Kanada yang ingin menyewa alat snorkeling miliknya. ”Mereka datang untuk lihat terumbu karang,” ucap Babeh, sapaannya, yang juga menyediakan kamera khusus serta fasilitas foto dan video di dalam laut.
Uniknya, terumbu karang jenis Acropora di Pantai Barat Pangandaran, dekat Cagar Alam Pananjung, yang dinikmati turis itu merupakan hasil transplantasi terumbu karang. Pencangkokan itu dilakukan warga setempat, termasuk Hendi.
Baca juga : Menyadap Air Nira di Pangandaran
Mereka tergerak setelah terumbu karang hancur akibat banyak faktor. Salah satu penyebab kerusakan terumbu karang di Pangandaran adalah tsunami 2006. Bencana itu menewaskan lebih dari 600 orang dan menyebabkan ribuan warga terluka. Puluhan orang hilang. Sektor pariwisata terpuruk.
Selain bencana alam, ulah manusia juga turut memicu terkikisnya terumbu karang. Mulai dari tangan-tangan jahil yang mencabut terumbu karang hingga bangkai kapal penangkap ikan (fishingvessel/FV) Viking yang sengaja dikaramkan dan diledakkan pada Maret 2016 lalu.
Tidak menyerah
Menurut Babeh, upaya warga menjaga terumbu karang dimulai sejak 2005. Kala itu, warga seperti Agus Suharto dan rekannya, Suherman, membentuk Kelompok Masyarakat Peduli Pangandaran (KMPP). Salah satu programnya, menumbuhkan terumbu karang melalui transplantasi di sekitar Cagar Alam Pananjung Pangandaran.
Proyek pertama pembuatan terumbu karang dari ban bekas. Sebanyak 10-15 ban diikat membentuk bangunan kerucut berongga. Total ada 200 rumah ban yang semuanya dibiayai dari kocek pribadi anggota KMPP. Harga satu ban bekas saat itu Rp 5.000-Rp 7.000.
Dalam pemantauan enam bulan kemudian, hasilnya cukup menggembirakan. Ikan kerapu macan (Epinephelusfuscoguttatus) hingga kuniran (Upeneussulphureus) memilih terumbu karang ban sebagai rumah barunya. Namun, terumbu karang tumpukan ban itu hanya bertahan satu tahun. Semua terumbu karang ban rusak akibat tsunami 2006.
Anggota KMPP tidak menyerah. Pascatsunami, mereka sepakat membangun rumah karang baru. Dengan meniru tingkah laku ikan yang tinggal di sela-sela batu karang, diambil metode payung berundak.
Metode ini terdiri atas susunan lempengan beton berdiameter 120-140 sentimeter. Bagian bawah bangunan adalah lempeng terbesar. Berturut-turut ke atas dipasang dua lempeng beton lainnya.
Total ada 513 payung berundak. Dalam program ini mereka didukung bantuan pascagempa dari pemerintah Rp 1 miliar.
Terumbu karang yang tumbuh ada sekitar 65 persen.
Hasil positif juga didapatkan saat evaluasi per enam bulan. Ikan-ikan, seperti kerapu, dan lobster hidup di payung berundak. Bahkan, cumi-cumi terpantau menaruh telur di sana.
Akan tetapi, keberhasilan ini mengundang minat oknum nelayan untuk berbuat menyimpang. Mereka memasang jaring di sekitar lempeng untuk mengambil ikan di sekitar payung berundak. Karang buatan itu pun rusak, sementara ikan habis ditangkap.
Dibantu PBB
Dua kegagalan itu tidak menyurutkan KMPP menyelamatkan Pangandaran. Bersama Departemen (sekarang Kementerian) Kelautan dan Perikanan, mereka menggunakan metode rak kawat baja. Di atas rak dipasang substrat karang (karang hidup yang dipotong dua cabang).
Sebanyak 2.800 rak disebar di pantai barat dan timur Pangandaran. Namun, program ini kurang maksimal. Rak karang tidak kuat menahan arus kencang khas pantai selatan. Banyak rak terbalik dan rusak.
Mereka tidak juga kapok dan membuat gantinya, yaitu balok beton. Dengan ukuran 50 cm x 50 cm x 15 cm, balok beton ini diharapkan bisa menjadi rumah permanen bagi karang. Dengan bantuan dana sekitar Rp 40 juta dari Pemerintah Provinsi Jabar berhasil dibuat 200 balok beton.
Kegigihan masyarakat ini mengundang minat Organisasi Pariwisata Dunia PBB (UNWTO) untuk bekerja sama menumbuhkan karang di Pangandaran tahun 2011. Kali ini, metodenya balok bersambung yang dibuat dengan mengikat beberapa balok persegi panjang menjadi satu bangunan. Panjang setiap balok 1-2 meter. Biaya pembuatan bangunan balok saat itu Rp 50 juta.
Balok bersambung ini diyakini sebagai metode terbaik saat ini. Ikan lebih banyak tinggal karena lebih banyak karang yang ditanam. Balok-balok ini juga kuat menahan hantaman gelombang Samudra Indonesia.
”Setelah tanam terumbu karang, ikan nemo (Amphiprionsp) yang dulu banyak sekarang mulai muncul lagi. Orang-orang juga banyak yang snorkeling lagi. Bisa 100 orang yang nyewa alat snorkeling per minggu,” ujar Babeh.
Setahun terakhir, transplantasi terumbu karang dilanjutkan Kelompok Masyarakat Peduli Lingkungan Hidup Pangandaran (KMPLHP). Penggeraknya Hadiat Kelsaba atau akrab disapa Encek, anggota staf Resor Konservasi Sumber Daya Alam Wilayah XXI Pangandaran.
Menurut Encek, dari 470 hektar kawasan konservasi di laut Pangandaran, hanya tersisa 20-40 persen habitat terumbu karang. Meskipun butuh waktu, upaya mulai terlihat. Sebanyak 200-300 substrak ditanam tiap tahun. ”Terumbu karang yang tumbuh ada sekitar 65 persen,” katanya.
Ia berharap, banyak pihak mendukung tranplantasi terumbu karang dengan berdonasi sekitar Rp 350.000 per substrak. Keberadaan biota laut itu tidak hanya menjaga kelestarian alam, tetapi juga menghidupi warga. Selain mengundang ikan, terumbu karang juga menarik wisatawan.
Tahun 2020, lebih dari 2,9 juta wisatawan, termasuk 514 wisatawan asing, berkunjung ke Pangandaran. Sebagian besar mendatangi pantai. Sekitar 430 hotel dengan jumlah kamar sekitar 6.500 unit juga hidup dari wisata. Begitu pun dengan restoran hingga warung kecil lainnya.
Konservasi
Kepala Dinas Lingkungan Hidup Jabar Prima Mayaningtyas mengatakan, kelestarian Cagar Alam Pananjung Pangandaran menjadi salah satu perhatian penting Pemprov Jabar. Berbatasan langsung dengan wilayah pariwisata, ekosistemnya dijaga agar fungsi konservasinya tidak menurun.
Kawasan Hutan Cagar Alam Pananjung Pangandaran seluas 454,615 hektar. Selain menjadi rumah bagi terumbu karang, di kawasan ini tumbuh flora khas seperti Rafflesia patma. Menjadi muara Sungai Cikamal di pantai barat dan Sungai Cirengganis di pantai timur, hidup juga rusa (Rusatimorensis) dan merak hijau jawa (Pavomuticus).
Penegasan batasan kawasan konservasi dengan perkembangan ekonomi sangat diperlukan agar kesejahteraan masyarakat tercapai tanpa mengurangi luasan kawasan konservasi.
Oleh karena itu, keterlibatan sebagian masyarakat menjaga lingkungan harus terus didukung. Peran itu membantu kawasan tetap lestari sembari tetap memberikan kehidupan bagi orang di sekitarnya.
”Sejauh ini, kondisi lingkungan hidup di Jabar Selatan memiliki daya dukung air dan pangan yang belum terlampaui dampak dan risikonya. Potensi beban pencemar relatif rendah dan memiliki indeks jasa ekosistem biodiversitas yang tinggi,” katanya.
Hanya, mitigasi tidak boleh dilupakan. Alasannya, bakal dirancang kawasan pertumbuhan ekonomi di sekitarnya. Padahal, terdapat potensi bencana, seperti gelombang ekstrem, abrasi, cuaca ekstrem, kekeringan, dan gempa bumi, yang cukup tinggi pada daerah ini.
”Penegasan batasan kawasan konservasi dengan perkembangan ekonomi sangat diperlukan agar kesejahteraan masyarakat tercapai tanpa mengurangi luasan kawasan konservasi,” katanya. Perhatian sama besar diberikan pada kawasan lain di Jabar selatan, seperti Geopark Ciletuh dan Taman Nasional Gunung Halimun Salak.
Prima juga yakin, menjaga kawasan selatan bisa berkontribusi menurunkan emisi gas rumah kaca (GRK). Di selatan, kontribusi emisi GRK dari energi, misalnya, bisa ditekan lewat pengembangan energi baru terbarukan, seperti pembangkit listrik tenaga bayu.
Perbaikan sektor tutupan lahan, seperti rehabilitasi lahan kritis serta perlindungan dan pengamanan hutan, mesti dilakukan. Tidak hanya di kawasan konservasi, tetapi juga wilayah lain di sekitarnya di Jabar.
Khasiat kapulaga
Dalam rangkaian acara Cycling de Jabar 2022 mulai dari Ciletuh hingga Pangandaran, kontribusi kawasan selatan menjaga alam terlihat. Sejumlah warga tetap sejahtera sembari terus menjaga kelestarian alamnya.
Selain kawasan pantai, kiprah ribuan petani kapulaga (AmomumcardamomumL) di perbukitan Pangandaran patut diapresiasi. Kapulaga adalah tumbuhan yang dijadikan rempah, bahan obat flu dan sakit kepala, hingga menjaga kesehatan jantung.
”Kapulaga sangat membutuhkan pohon naungan atau tutupan lahan yang baik untuk hidup. Jadi, kapulaga ini tidak picik berbicara ekonomi saja, tapi juga ekologi. Jangan sampai menjaga alam, tapi orangnya kelaparan,” kata Kunkun Herawanto, Ketua Asosiasi Petani Kapulaga Pangandaran.
Sejauh ini, kemauan menciptakan lahan tutupan bagi kapulaga berbuah manis. Kapulaga tumbuh subur. Petani mendapatkan keuntungan ekonomi.
Ia mencontohkan, kapulaga diincar saat awal pandemi Covid-19. Sebab, kapulaga dapat menjadi bahan farmasi. Harga komoditas ekspor itu pada 2020 lalu mencapai Rp 340.000 per kilogram untuk kondisi kering. Padahal, sebelum wabah virus korona, harganya hanya Rp 140.000 per kg.
Tidak heran, lanjutnya, 6.872 keluarga petani di Pangandaran bergantung pada kapulaga. Mereka mengolah lahan sekitar 7.000 hektar dengan produksi 1.650 ton tahun lalu.
”Bahkan, ada petani yang bangun rumah karena kapulaga. Padahal, lagi wabah korona,” ucapnya.
Baca juga : Kemeriahan dan Perjuangan Pebalap di Etape Pertama Cycling de Jabar 2022
Dengan asumsi harga kapulaga Rp 340.000 per kg, nilai produksi saat itu Rp 560 miliar. Angka ini sekitar sepertiga dari pendapatan Pangandaran tahun 2020, yakni Rp 1,5 triliun. Kapulaga juga jadi tanaman biofarmaka terbesar di Pangandaran, yakni 4.486 ton pada 2020.
Bahkan, lanjut Kunkun, pihaknya telah bekerja sama dengan perusahaan herbal yang berorientasi ekspor. ”Tahun 2019, kami kedatangan orang dari China yang cari kapulaga untuk obat. Jangan sampai orang luar (negeri) tahu, kita tidak tahu,” ujarnya.
Kegigihan warga menjaga pesisir hingga gunung di Jabar selatan terbukti membuahkan kebaikan. Bagi mereka, tetap sejahtera saat hidup berdampingan dengan alam bukan isapan jempol semata. Menjaga alam sama saja dengan menghidupi masyarakat.