Kolaborasi Triputra dan IFTK Ledalero Untuk Mencetak Individu Andal
Informasi adalah bagian penting dari edukasi untuk dapat menghasilkan individu-individu yang handal. Para dosen juga bisa mendapatkan informasi yang akurat dan terpercaya dari Kompas.
Oleh
HARYO DAMARDONO
·4 menit baca
MAUMERE, KOMPAS – Kolaborasi antara dunia usaha, perguruan tinggi, dan media terus dikerjakan untuk mencetak individu-individu yang andal. Salah satu metode untuk mencetak individu yang andal itu adalah dengan menyajikan informasi yang bermutu dan dipastikan bukan berita bohong.
Direktur Triputra Agro Persada, Tbk, (TAPG) Budiarto Abadi mengatakan, sebuah kebanggaan dan kebahagiaan dapat memberikan fasilitas akses untuk membaca kompas.id kepada pengajar dan mahasiswa Institut Filsafat dan Teknologi Kreatif (IFTK) Ledalero.
“Informasi adalah bagian penting dari edukasi untuk dapat menghasilkan individu-individu yang handal. Para dosen juga bisa mendapatkan informasi yang akurat dan terpercaya dari Kompas,” ujar Budiarto, Senin (22/8/2022), saat menyerahkan akses Kompas.id tersebut secara virtual.
Budiarto menambahkan, bagi dirinya atau pengusaha lain, informasi begitu penting untuk mengambil keputusan. Kenapa (saya) baca Kompas? Karena memang, berita di Kompas itu sangat bisa dipercaya,” ujarnya.
Dari auditorium IFTK Ledalero di Maumere, Nusa Tenggara Timur, akses Kompas.id, secara virtual diterima oleh Rektor IFTK Ledalero, Pater Otto Gusti Madung, SVD. Sekitar 1.000 mahasiswa juga hadir untuk menyaksikan penyerahan akses kompas.id sekaligus menyimak webinar literasi digital dengan tema “Banjir Informasi & Tantangan Menghadapi Hoax /Fake News”.
Akses langganan Kompas.id, versi digital dari Harian Kompas, diterima IFTK Ledalero dengan sukacita. “Tadinya, kami langganan kompas cetak tetapi terkendala Covid-19 dan jarak. Sudah ada pula yang langganan kompas.id tetapi jumlahnya masih terbatas,” ujar Pater Otto.
“Kami berterima kasih (atas akses ini). Kami menjamin ulasan politik, ekonomi, dan opini akan dilahap habis-habisan oleh mahasiswa dan para dosen. Minat baca kami di sini kebetulan sangat tinggi,” ujar Pater Otto. Dia juga berterimakasih kepada TP Rachmat, selaku pendiri Triputra yang memberikan akses Kompas.id.
Pemimpin Redaksi Kompas Sutta Dharmasaputra mengatakan, media punya kerja utama untuk menghasilkan konten berbobot namun distribusinya terkadang membutuhkan tangan pihak lain. “Media memang tak bisa sendiri. Saya berterima kasih karena kami dapat berkolaborasi dengan dunia usaha, yang kali ini dengan Triputra Agro Persada,” ujarnya.
Media memang tak bisa sendiri.
Dengan kolaborasi itu, mahasiswa kemudian dapat membaca konten di dalam kompas.id. “ Kemudian, kita dapat bekerja sama membuat konten, antara dunia kampus dengan newsroom atau para dosen dapat mengirimkan tulisan-tulisannya ke Kompas,” kata Sutta.
IFTK Ledalero merupakan pengembangan dari Sekolah Tinggi Filsafat Katolik Ledalero. Wujud pengembangannya adalah, kehadiran teknologi kreatif dengan penekanan pada pembelajaran bisnis yang berbasis digital.
STFK Ledalero telah diakui oleh pemerintah Indonesia pada tahun 1969. Walau pengajaran filsafat dan teologi sudah berlangsung di Mataloko, Flores Barat sejak tahun 1932, dan kemudian pindah ke Ledalero pada tahun 1937.
Peran untuk mengingatkan
Ketika berbicara dalam webinar, Sutta mengatakan, warga Indonesia merupakan pengguna internet yang sangat masif. “Namun, perhatian kita terhadap misinformasi sangat terbelakang. Kalau teknologi digunakan secara salah maka hasilnya juga akan salah,” ujarnya.
“Di Indonesia, misinformasi bahkan juga menimbulkan pembelahan yang tidak selesai sampai saat ini,” ujar Sutta. Dia mengungkapkan, betapa misinformasi sebagai ekses dari polarisasi pendukung calon presiden telah menyurutkan relasi antarwarga.
Misinformasi bahkan juga menimbulkan pembelahan yang tidak selesai sampai saat ini.
Kehadiran media massa seperti Kompas, kata Sutta, bukan saja menyajikan informasi yang benar tetapi juga mengingatkan siapapun. “Tugas media sejak lahir adalah, memantau kekuasaan dan menyerukan suara rakyat yang tidak terdengar,” ujar Sutta.
Provinsial SVD Ende, Pater Lukas Jua, SVD pun menekankan “kehalusan” Kompas dalam relasinya dengan penguasa. “Ketika dulu di era Orde Baru, Kompas mengingatkan pemerintah meski dengan caranya yang halus. Saya puji itu,” ujarnya.
Sutta menekankan, “kesantunan” itu tetap dijaga hingga hari ini. “Pak Jakob (Oetama) selalu mengatakan, bahwa kita sebagai manusia itu bukan malaikat. Kita juga tidak mengajari tetapi Kompas menawarkan sesuatu hal dari sebuah persoalan,” kata dia.
Yang kini menjadi tantangan, kata Sutta, juga bukan saja penguasa tetapi juga suatu individu atau kelompok masyarakat di media sosial yang membuat simpang siur sebuah persoalan. “Terkadang pula, kita tidak tahu siapa dia. Dia juga tidak tahu masalah yang sebenarnya, hanya dengar-dengar saja,” kata dia.
Usai webinar terkait literasi digital, Manajer Pengembangan Produk Kompas, Yosep W Nabu kemudian memaparkan terkait produk maupun fitur-fitur yang dapat diakses pada kompas.id. Informasi yang dapat diakses tentu saja tidak melulu berupa teks tetapi juga foto dan video. Ada pula konten unggulan seperti tutur visual, yang menjelaskan sebuah isu dengan lebih banyak konten visualnya.