Menyusuri Jejak Lama Virus PMK dari Kandang-kandang Babi Kampung Jeletreng
Kampung Jeletreng, Desa Pengasinan, Kecamatan Gunung Sindur, Kabupaten Bogor menyimpan cerita penting. Di kampung ini pernah ada peristiwa yang seharusnya diketahui oleh publik.
Oleh
ANDY RIZA HIDAYAT, DHANANG DAVID ARITONANG, IRENE SARWINDANINGRUM, INSAN ALFAJRI
·3 menit baca
Pemusnahan babi yang sakit di Kampung Jeletreng, Desa Pengasinan, Gunung Sindur, Bogor, Jawa Barat 30 November 2015 nyaris tanpa jejak. Sumber-sumber resmi pejabat veteriner maupun kesehatan hewan setempat menutup peristiwa itu. Peristiwa ini seakan terhapus dari sejarah kesehatan hewan.
“Mohon maaf, saya tidak berkompeten memberikan info itu,” kata Kepala Bidang Kesehatan Hewan dan Veteriner Dinas Perikanan dan Peternakan Kabupaten Bogor Prihatini Mulyawati, Kamis (30/6/2022).
Kegiatan yang berlangsung di Kampung Jeletreng tahun 2015 itu pun tidak terjelaskan dengan tuntas oleh aparat di sana. Sekretaris Desa Pengasinan, Gunung Sindur, Bogor, Suryadi hanya mengingat bahwa pernah ada kegiatan dari Dinas Perikanan dan Peternakan Kabupaten Bogor saat itu.
Suryadi yang sepuluh tahun terakhir menjadi sekretaris desa, tidak mendapat salinan surat apa pun terkait kegiatan pemusnahan babi-babi yang sakit.
Bagi warga Kampung Jeletreng, peristiwa itu masih membekas. Meski berlangsung cepat, tanpa ada komunikasi yang jelas, mereka masih mengingatnya. Pawi, staf Desa Pengasinan masih mengingat pembicaraan di antara warga. Mereka menggunjingkan pemusnahan babi sakit yang tidak dijelaskan jenis penyakitnya.
Saat Kompas melacak jejak cerita ini, kandang-kandang babi di Kampung Jeletreng terlihat sepi, Sabtu (25/6/2022). Hanya beberapa warga saja yang bertahan memelihara babi. Sebagian besar warga trauma, takut babinya terserang penyakit lagi dan mati.
Penyakit terakhir yang menyerang babi warga Kampung Jeletreng terjadi sebelum pandemi Covid-19. Babi warga lemas, tidak lama setelah itu, sebagian hewan tidak berdaya dan mati. Warga tidak tahu jenis penyakit apa yang menyerang babi-babi itu. “Dari 20 peternak babi, kini tinggal tujuh keluarga yang memelihara babi,” kata Aming Kuswanto, warga setempat.
Memelihara babi, bagi warga Jeletreng sama artinya dengan menabung. Tidak sampai setahun, warga dapat menjualnya lebih mahal. Peternakan babi dijalankan bersamaan dengan usaha pembuatan tahu. Dengan menjalankan usaha itu, peternak babi menghemat biaya operasional karena memanfaatkan ampas tahu sebagai pakan ternak.
Kini, usaha pembuatan tahu semakin berkembang, sebaliknya peternakan babi warga semakin sedikit jumlahnya karena dilanda penyakit berkali-kali. Ada trauma untuk memelihara babi dalam jumlah besar, sementara peternak menghadapi serangan penyakit dengan pengetahuan seadanya. Tidak ada pembinaan rutin dari aparat pemerintah setempat. Jika nanti ada wabah lagi, warga setempat akan menghadapinya dengan cara seadanya.
Kurang satu kilometer dari kampung Jeletreng, Kompas menemukan jejak lokasi penguburan babi yang dimusnahkan tahun 2015 di halaman pos pengawasan lalu lintas hewan perbatasan Jawa Barat-Banten. Kondisi tanah di tempat itu tertutup rumput liar. Halaman ini berada di sisi jalan raya.
Usman, petugas keamanan di pos tersebut menjadi salah satu saksi sejarah penguburan babi yang mati tahun 2015. Selain dia, ada perwakilan pejabat Kabupaten Bogor dan Provinsi Jawa Barat yang menyaksikan pemusnahan babi-babi itu. “Kami ditugaskan, yang tadinya mengawasi, ketika itu ikut membantu memusnahkan,” kata Usman.
Saat itu, Usman mendengar informasi bahwa babi-babi yang dimusnahkan itu karena terjangkit PMK. Dari yang awalnya belasan ekor, katanya, menyebar cepat, hingga kemudian lebih dari 100 ekor babi dimusnahkan. Usman juga tahu, pemusnahan babi dilakukan setelah satu bulan serangan penyakit pada babi di Kota Tangerang, Provinsi Banten. “Dari Tangerang lapor ke sini, dari sini kami laporkan ke dinas kabupaten dan provinsi,” kata Usman.
Usman mendengar informasi bahwa babi-babi yang dimusnahkan itu karena terjangkit PMK. Dari yang awalnya belasan ekor, katanya, menyebar cepat, hingga kemudian lebih dari 100 ekor babi dimusnahkan. Usman juga tahu, pemusnahan babi dilakukan setelah satu bulan serangan penyakit pada babi di Kota Tangerang, Provinsi Banten
Terkait peristiwa itu, mantan Kepala Bidang Kesehatan Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner Dinas Ketahanan Pangan dan Peternakan Jawa Barat Arif Hidayat mengaku memerintahkan pemusnahan hewan ternak itu. Perintah itu dilakukan karena dia tidak mau menerima risiko adanya penularan penyakit yang dikhawatirkan PMK. Gejala klinis berdasarkan keterangan dokter hewan yang menyaksikan mengarah pada PMK. “Walau diprotes saya bilang, musnahkan,” kata Arif.