Menutup Ruang Rawan Penyelewengan Baru di IKN
Kasus korupsi Bupati Panajam Paser Utara dikhawatirkan akan menggerus kepercayaan publik pada rencana pemindahan ibu kota di wilayah tersebut. Potensi penyelewengan anggaran pembangunan ibu kota negara perlu dicegah.
Operasi tangkap tangan yang menjerat Bupati Penajam Paser Utara (PPU) Abdul Gafur Masud pada Rabu (12/1/2022) kembali mengoyak kepercayaan publik kepada elite penyelenggara negara. Komitmen pemerintah mewujudkan kerja pemindahan ibu kota negara (IKN) yang bersih dan transparan akan tetap menjadi acuan publik.
Dalam keterangannya kepada media, penangkapan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tersebut mengamankan 11 orang di DKI Jakarta dan Kalimantan Timur. Selain sang kepala daerah, pejabat daerah, politisi partai, dan pihak swasta turut diamankan.
Komitmen pemerintah mewujudkan kerja pemindahan IKN yang bersih dan transparan akan tetap menjadi acuan publik.
Jajaran pejabat aparatur sipil negara Kabupaten PPU yang ikut ditangkap adalah Plt Sekretaris Daerah, Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang, Kepala Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga, termasuk istri bupati dan empat orang kepercayaannya.
Informasi awal yang diterima terkait dengan kasus penyelewengan ini berkaitan dengan perizinan sejumlah usaha dan pengerjaan proyek infrastruktur di Kabupaten PPU. KPK mengamankan uang senilai Rp 1 miliar sebagai barang bukti.
Temuan lainnya, uang tak kurang dari Rp 447 juta di rekening milik Nur Afifah Balqis, seorang politisi muda Partai Demokrat. Uang di rekening tersebut kuat dugaan juga milik Abdul Gafur Masud yang berasal dari suap pihak swasta.
Sekalipun tak secara langsung berkaitan, dengan adanya kasus suap perizinan usaha dan proyek infrastruktur di Kabupaten PPU, tentu sedikit banyak dipengaruhi oleh faktor lokasi strategis wilayah pascadijadikan rencana pemindahan ibu kota negara.
Masifnya keterlibatan para elite pemerintahan daerah dalam lingkaran korupsi tersebut mengindikasikan perlu adanya perhatian khusus dalam mempersiapkan pengelolaan pemerintahan daerah dengan masuknya investasi yang masif pada masa mendatang.
Kasus korupsi yang menjerat bupati PPU beserta jajarannya itu sudah semestinya menjadi pembelajaran untuk kian mengoptimalkan pengawasan dan mencegah berbagai tindak penyelewengan.
Pemerintah dan segenap pihak terkait perlu bekerja keras untuk menutup ruang-ruang yang berpotensi menjadi praktik tindak pidana korupsi dalam penyelenggaraan proyek pemindahan ibu kota negara.
Baca juga : KPK OTT Kepala Daerah di Penajam Paser Utara, Calon Ibu Kota Negara yang Baru
Komitmen pengawasan
Secara khusus, banyak masyarakat dan para pegiat antikorupsi daerah PPU, Kalimantan Timur, ataupun nasional yang berharap pada optimalnya peran Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di tengah ketidakpercayaan pada kondisi penegakan hukum di daerah.
Kehadiran KPK dalam peran pengawasan administrasi dan teknis hingga penggunaan dana dalam proyek IKN diharapkan dapat memastikan terselenggaranya pembangunan sesuai dengan aturan berlaku.
Dalam hal ini, KPK melalui ketuanya, Firli Bahuri, juga telah menyampaikan komitmen untuk turut serta aktif mengawasi proyek pembangunan di IKN baru. Hal tersebut disampaikan Firli saat rapat kerja bersama Komisi III DPR RI pada Rabu (25/1/2022) di Senayan.
Sebelumnya pada 2019, sejak wacana pemindahan ibu kota santer terdengar, KPK pun secara aktif juga memastikan akan mengawal berjalannya megaproyek tersebut. Peran KPK memastikan pengawasan terhadap setiap proyek infrastruktur bernilai besar bertujuan agar tata kelola yang telah ditentukan berjalan sesuai dengan aturan.
Berkaitan dengan ini, peran aktif pengawasan dari lembaga-lembaga terkait lainnya, seperti Badan Pengawasasn Keuangan dan Pembangunan (BPKP) serta Badan Pengawas Keuangan (BPK), turut harus dioptimalkan.
Bukan tidak mungkin, kasus-kasus suap, penyelewengan anggaran, dan tindak korupsi lainnya kembali terjadi seiring kian menggiurkannya potensi investasi dan pembangunan di wilayah ibu kota baru dan sekitarnya. Hal-hal berkaitan dengan perizinan usaha dan investasi, termasuk pula pengadaan lahan, serta proyek-proyek infrastruktur memang sangat rentan dengan berbagai modus praktik korupsi.
Komitmen mengenai pengawasan dalam persiapan pemindahan ibu kota negara juga beberapa kali disampaikan KPK dalam sejumlah kesempatan pada 2020. Termasuk salah satunya ketika Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron memastikan komitmen KPK pada era kepemimpinan sekarang tidak akan melemahkan tugas-tugas terkait dengan penindakan kasus korupsi.
Dalam upaya penindakan korupsi, KPK menetapkan tiga kriteria penanganan perkara yang menjadi prioritas. Pertama, menguasai terkait dengan hajat hidup orang banyak, antara lain melingkupi penegakan hukum, politik, pendidikan, kedaulatan pangan, kesehatan, sosial, dan lainnya.
Pada kriteria kedua menekankan pada perkara dengan dampak signifikan, yang konteksnya pada perekonomian dan hajat hidup orang banyak, seperti sumber daya alam, infrastruktur, dan keuangan negara.
Kriteria ketiga, sektor yang menjadi fokus Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2020-2024, Rencana Kerja Pemerintah (RKP), termasuk pula di dalamnya pemindahan ibu kota negara, termasuk Corruption Perception Indeks (CPI).
Kini, Kabupaten PPU memang bukan lagi wilayah di seberang pusat Kalimantan Timur yang dapat dipandang sebelah mata. Wilayah di kabupaten ini akan menjadi magnet investasi dengan pembangunan besar-besaran.
Dalam penjelasannya, Kepala Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional (Bappenas) menjabarkan bahwa wilayah ibu kota negara yang telah ditetapkan seluas 256.000 hektar itu akan dikeluarkan dari Provinsi Kalimantan Timur.
Wilayah IKN akan memiliki keistimewaan yang disebut Otorita, setingkat dengan provinsi. Nantinya IKN akan dipimpin oleh seorang Kepala Otorita IKN, setingkat menteri, yang memiliki tanggung jawab langsung kepada presiden.
Dalam jabatan penting itu, seorang Kepala Otorita IKN akan memiliki kewenangan khusus yang diatur oleh Undang-Undang (UU) IKN berupa pemberian izin investasi, kemudahan berusaha, insentif fiskal dan/atau nonfiskal, hingga pemberian fasilitas khusus kepada setiap pihak yang mendukung pembiayaan persiapan.
Lain dari itu, Otoritas IKN juga diberikan kewenangan untuk melakukan pemungutan pajak dan pungutan khusus dalam pengaturan UU Pajak dan Retribusi Daerah.
Kewenangan besar dalam mandat jabatan Kepala Otorita IKN tersebut membuat jabatan tersebut sudah semestinya diisi oleh sosok profesional yang berpengalaman dan bebas dari kepentingan politik.
Hal itu penting untuk meminimalkan terjadi berbagai potensi konflik kepentingan yang dapat bermuara pada praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme.
Baca juga : Polemik Pembiayaan Ibu Kota Negara dari PEN
Sarat kepentingan
Seperti diketahui, UU IKN disahkan lewat ketukan palu Ketua DPR RI pada Selasa (18/1/2022) setelah didapat persetujuan secara mayoritas dari para anggota rapat paripurna ke-13 masa sidang 2021-2022. Dari sembilan fraksi di DPR, hanya Fraksi Partai Keadilan Sejahtera yang tidak menyetujui pengesahan RUU IKN menjadi undang-undang.
Dalam rapat kerja dengan pemerintah sebelumnya juga telah disepakati bahwa ibu kota negara yang baru itu diberi nama Nusantara. Secara bertahap, pembangunan IKN pun akan dilakukan dalam target waktu cukup panjang, mulai tahap awal hingga 2024, tahun 2035 hingga 2045.
Kekhawatiran akan terjadi praktik korup dan ketidaktransparanan muncul saat melihat proses pembuatan undang-undang yang begitu cepat, membuat banyak pula pihak menilai proyek IKN sarat kepentingan. Sebelumnya tersebar berita sejumlah informasi terkait dengan sosok elite negeri yang memiliki lahan ataupun investasi besar usaha di wilayah ibu kota baru tersebut.
Adanya kasus korupsi yang menyeret Kepala Daerah Kabupaten PPU memang tak dapat dipisahkan dari rencana besar proyek pemindahan ibu kota. Hal itu pun sedikit banyak juga kembali menguji kepercayaan publik terhadap komitmen pembuktian penyelenggaraan pengelolaan pemerintahan yang bersih, transparan, dan berkeadilan.
Kini, pemerintah tinggal membuktikannya lewat penyelenggaraan pembangunan dan pemindahan IKN yang memang berpijak pada kepentingan bersama bangsa Indonesia, bukan hanya untuk segelintir elite semata. (LITBANG KOMPAS)
Baca juga : Ibu Kota Baru untuk Siapa?