Meluasnya Omicron ke Daerah Berisiko Tingkatkan Kematian
Indonesia harus berusaha mencegah meluasnya penularan Omicron, di antaranya dengan mengevaluasi pembelajaran tatap muka. Lonjakan kasus Omicron yang cepat berdampak meningkatkan total angka kematian.
Oleh
AHMAD ARIF
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Indonesia harus berusaha mencegah meluasnya penularan Covid-19 varian Omicron di daerah, di antaranya dengan mengevaluasi pembelajaran tatap muka. Data di sejumlah negara menunjukkan, lonjakan kasus Omicron yang cepat berdampak meningkatkan total kematian yang setara saat gelombang varian Delta.
”Kita harus berusaha menjaga agar lonjakan kasus Covid-19 tidak berlipat seperti beberapa hari terakhir, dari 4.000 menjadi 8.000 orang. Caranya, kalau ada kasus positif harus segera isolasi mandiri. Masalahnya, pemeriksaan kita tidak seagresif sebelumnya,” kata Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Ari Fahrial Syam, di Jakarta, Jumat (28/1/2022).
Menurut Ari, masyarakat juga harus aktif memeriksakan diri jika ada indikasi gejala terinfeksi Covid-19. ”Kalau ada 7.000 kasus, kasus infeksi di komunitas pasti lebih besar. Dengan tren seperti sekarang, kita menuju ke gelombang ketiga. Harus dijaga, saat di puncaknya nanti tidak seperti di bulan Juli 2021,” katanya.
Kita harus menjaga agar lonjakan kasus Covid-19 tak berlipat seperti beberapa hari terakhir, dari 4.000 menjadi 8.000 orang. Caranya, kalau ada kasus positif harus segera isolasi mandiri. Masalahnya, pemeriksaan kita tak seagresif sebelumnya.
Untuk mengurangi beban fasilitas kesehatan, Ari sepakat dengan rekomendasi Kementerian Kesehatan agar pasien dengan gejala ringan menjalani isolasi mandiri. ”Tujuannya agar fasilitas kesehatan bisa merawat pasien dengan gejala lebih berat,” katanya.
Sekalipun Omicron terbukti dampak keparahannya lebih ringan dibandingkan dengan Delta, risiko menjadi berat tetap ada. Hal ini terutama bisa dialami mereka yang memiliki komorbid atau yang belum divaksinasi.
Epidemiolog Indonesia di Griffith University, Dicky Budiman, mengatakan, Indonesia harus berupaya mencegah meluasnya penularan Omicron, apalagi cakupan vaksinasi juga tidak merata di daerah. Dengan banyaknya penduduk yang belum divaksin, risiko kematian di populasi juga bakal tinggi.
”Saat ini Omicron masih menyebar di sekitar wilayah Jakarta dan mulai terlihat adanya kenaikan hunian rumah sakit dan kematian. Risiko akan meningkat jika ini menyebar di daerah yang cakupan vaksinasi dan fasilitas kesehatan lebih terbatas,” katanya.
Dia juga mengingatkan, risiko penularan Omicron di kalangan anak-anak sangat tinggi. Oleh karena itu, pemerintah disarankan mengevaluasi pembelajaran tatap muka guna menekan risiko penularan.
Dicky mengatakan, sekalipun Omicron lebih ringan gejalanya dibandingkan dengan Delta, bukan berarti dampaknya ringan dan tidak berbahaya. Data di sejumlah negara menunjukkan bahwa total kematian bisa setinggi saat gelombang Delta karena jumlah populasi yang terinfeksi bisa jauh lebih banyak.
Laporan Centers for Disease Control and Prevention (CDC) Amerika Serikat menunjukkan, kasus Covid-19 di Amerika Serikat saat gelombang Omicron mencapai lima kali lebih tinggi dibandingkan dengan puncak gelombang Delta pada Agustus dan September 2021. Sementara tingkat hunian pasien di rumah sakit sekitar 1,8 kali dibanding saat Delta. Jumlah korban jiwa secara akumulatif akhirnya setara saat gelombang Delta.
Data di worldometers.info menunjukkan, jumlah kematian di AS karena Covid-19 saat ini 3.200 orang dalam sehari. Padahal, jumlah kematian harian karena Covid-19 pada Agustus dan September paling tinggi 2.700 orang.
Lebih sulit terdeteksi
Direktur Pascasarjana Universitas Yarsi Tjandra Yoga Aditama mengatakan, kemunculan subvarian Omicron BA.2 di Indonesia bisa berdampak terhadap surveilans. ”Subvarian BA.2 dikenal sebagai stealth Omicron atau Omicron yang menipu, khususnya karena adanya delesi fenomena S gene target failure (SGTF) sehingga dapat tidak terdeteksi oleh pemeriksaan PCR SGTF yang kini justru mulai diperbanyak di negara kita,” katanya.
Menurut Tjandra Yoga, kini jumlah BA.2 di Indonesia masih kecil, tetapi kalau jumlahnya semakin banyak, bukan tidak mungkin dapat memengaruhi kebijakan yang perlu diambil. Apalagi, di beberapa negara BA.2 ini meningkat, seperti di India, Filipina, dan mulai ada laporan, antara lain, dari Denmark, Inggris, dan Jerman.
Data GISADI menunjukkan, varian Omicron meliputi jenis B.1.1.529, BA.1, BA.2, dan BA.3. Data GISAID pada 25 Januari 2022 menunjukkan 98,8 persen di antaranya adalah BA.1 walaupun jumlah negara yang melaporkan BA.2 juga terus meningkat.