Relasi Indonesia-Singapura semakin kuat. Kedua negara menandatangani kesepakatan-kesepakatan strategis: perjanjian ekstradisi, pengelolaan wilayah udara, dan kerja sama pertahanan.
Oleh
Tim Kompas
·3 menit baca
TANJUNG PINANG, KOMPAS - Tersangka korupsi tak bisa lagi melarikan diri atau menyimpan aset hasil korupsi di Singapura. Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna H Laoly telah menandatangani perjanjian ekstradisi Indonesia dan Singapura di Bintan, Kepulauan Riau, Selasa (25/1/2022). Perjanjian ini bertujuan mencegah dan memberantas tindak pidana bersifat lintas batas negara, seperti korupsi, narkotika, dan terorisme.
Perjanjian itu merupakan satu dari tiga kesepakatan strategis yang dicapai kedua negara. Dua kesepakatan strategis lain, pelayanan ruang udara atau flight information region (FIR) serta kerja sama pertahanan.
Kesepakatan-kesepakatan itu ditandatangani di hadapan Presiden Indonesia Joko Widodo dan Perdana Menteri Singapura Lee Hsien Loong di The Sanchaya Resort Bintan, Kepulauan Riau. Dari Singapura, PM Singapura berlayar dengan kapal cepat menuju Bandar Bentan Telani, Bintan, terminal feri yang disiapkan bagi travel bubble Indonesia-Singapura.
Yasonna mengatakan, lewat perjanjian ekstradisi, kedua negara sepakat mengekstradisi setiap orang yang ditemukan berada di wilayah negara yang diminta dan dicari oleh negara peminta untuk penuntutan atau persidangan atau pelaksanaan hukuman bagi tindak pidana yang dapat diekstradisi.
”Perjanjian ekstradisi ini menciptakan efek gentar bagi pelaku tindak pidana di Indonesia dan Singapura,” ujarnya.
Dalam pernyataan bersama, Presiden Jokowi menjelaskan, pada perjanjian ekstradisi, masa retroaktif ekstradisi diperpanjang dari 15 tahun menjadi 18 tahun sesuai Pasal 78 KUHP. PM Lee menyebut perjanjian ini mendorong penegakan hukum dan pemberantasan kejahatan.
Menurut Lee, perjanjian ekstradisi berdampak baik bagi kedua negara. ”Perjanjian itu meningkatkan kerja sama pemberantasan kejahatan dan memberikan sinyal jelas bagi investor,” katanya.
FIR
Selain ekstradisi, sejumlah isu lama dalam hubungan Indonesia-Singapura akhirnya tuntas, yakni pengelolaan sebagian wilayah udara Kepulauan Riau.
Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi menjelaskan, kesepakatan terkait FIR dicapai setelah pertemuan bertahun- tahun. Ada puluhan hingga ratusan pertemuan terkait FIR. ”Ini hari bersejarah bagi Indonesia. Kita berhasil melaksanakan amanat UU No 1/2009 tentang Penerbangan. Ini bukti keseriusan Pemerintah Indonesia,” kata Menhub.
Setelah kesepakatan ini, Pemerintah Indonesia melanjutkan proses penyesuaian FIR. Proposal penyesuaian FIR Jakarta akan disusun bersama Singapura kemudian dilaporkan ke Organisasi Penerbangan Sipil Internasional (ICAO).
Demi keselamatan penerbangan, Indonesia masih mendelegasikan kurang dari sepertiga ruang udara (29 persen) di sekitar wilayah Singapura kepada Otoritas Navigasi Penerbangan Singapura secara terbatas. ”Terutama untuk lalu lintas keluar masuk Bandara Changi,” ujar Budi Karya.
Terkait pertahanan, kedua negara meneken perjanjian kerja sama pertahanan dan pengaturan area latihan perang.
PM Lee mengatakan, pertemuan di Bintan menunjukkan kerja sama kedua negara berlanjut dalam segala situasi. ”Penandatanganan kesepakatan- kesepakatan ini menunjukkan kuat dan matangnya hubungan Singapura-Indonesia,” katanya.
Menurut Lee, ketiga isu strategis menjadi agenda bilateral selama beberapa dekade. ”Saat diimplementasikan, kerja sama FIR akan memenuhi kepentingan kedua negara dan keamanan serta efisiensi lalu lintas udara dan sesuai aturan ICAO,” ujarnya.
Lee menyebut, kesepakatan-kesepakatan itu menguntungkan kedua negara. Kesepakatan-kesepakatan itu menciptakan fondasi untuk memajukan hubungan bilateral.
Hal senada dinyatakan oleh Presiden Jokowi. ”Sudah waktunya bagi PM Lee dan saya duduk kembali dan membahas upaya penguatan kerja sama bilateral. Tahun ini juga merupakan peringatan 55 tahun hubungan diplomatik Indonesia-Singapura,” ujarnya.
Sejumlah pihak di Tanah Air mengapresiasi pencapaian itu. Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron mengatakan, KPK mendukung perjanjian ekstradisi Indonesia-Singapura. Perjanjian itu menjadi akselerasi progresif dalam upaya pemberantasan korupsi di Indonesia.
Koordinator Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman berharap perjanjian ekstradisi tak hanya menjadi ”macan kertas”. ”Perlu ada pemulangan orang-orang yang melakukan kejahatan yang kini berada di Singapura ke Indonesia. Dengan begitu, perjanjian itu tak hanya di atas kertas, tetapi ada pelaksanaannya,” ujarnya.
Dengan perjanjian ekstradisi, pakar tindak pidana pencucian uang, Yenti Garnasih, mendorong upaya pelacakan uang hasil kejahatan.