PTM Terbatas Masih Terus Jalan, Disiplin Prokes Perlu Diperkuat
Peningkatan kasus Covid-19 varian Omicron memunculkan desakan kepada pemerintah untuk mengevaluasi pembelajaran tatap muka atau PTM terbatas. Hingga saat ini belum ada rencana pemerintah untuk menghentikan PTM terbatas.
Oleh
ESTER LINCE NAPITUPULU
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Di tengah mulai melonjaknya kasus Covid-19 varian Omicron di Indonesia, ada desakan agar pembelajaran tatap muka atau PTM terbatas yang digelar setiap hari bisa dikaji ulang, terutama bagi siswa kelompok usia di bawah 11 tahun. Namun, hingga saat ini pemerintah belum ada rencana untuk menghentikan PTM terbatas yang bisa dilakukan hingga kapasitas 100 persen bagi sekolah yang memenuhi syarat.
”PTM tetap dilaksanakan. Kalau ada hal--hal luar biasa, akan diambil keputusan sendiri. Tidak ada rencana untuk menghentikan PTM,” kata Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan pada acara Keterangan Pers Terkait Hasil Rapat terbatas Evaluasi PPKM, di Jakarta, Senin (24/1/2022), secara daring.
Menurut Luhut, situasi penyebaran Covid-19 dinamis. Meskipun disebutkan pemerintah kini lebih siap mengantisipasi varian Omicron dibandingkan dengan ketika varian Delta, peran masyarakat juga penting. Karena itu, masyarakat diminta untuk terus meningkatkan disiplin dalam melaksanakan protokol kesehatan.
PTM tetap dilaksanakan. Kalau ada hal-hal luar biasa, akan diambil keputusan sendiri. Tidak ada rencana untuk menghentikan PTM. (Luhut Binsar Pandjaitan )
Sebelumnya, lima organisasi profesi medis, meliputi Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia, Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, Perhimpunan Dokter Spesialis Anestesiologi dan Terapi Intensif Indonesia, Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular, serta Ikatan Dokter Anak Indonesia, mendesak pemerintah mengevaluasi PTM 100 persen pada kelompok usia kurang dari 11 tahun. Kelima organisasi ini telah mengajukan surat permohonan ke empat kementerian, yaitu Kementerian Kesehatan, Kemendikbudristek, Kementerian Agama, dan Kementerian Dalam Negeri .
Evaluasi proses PTM didasarkan sejumlah pertimbangan, di antaranya kepatuhan anak usia di bawah 11 tahun ke bawah, terhadap protokol kesehatan masih belum 100 persen dan vaksinasi anak-anak usia kurang dari 11 tahun belum lengkap.
Berdasarkan data Kemendikbudristek dalam Rapat Kerja Mendikbudristek dan Komisi X DPR RI pada pekan lalu, sebanyak 68 persen satuan pendidikan sudah bisa melaksanakan 100 persen PTM terbatas dan hanya 1 persen satuan pendidikan yang harus PJJ. Sisanya, 31 persen, satuan pendidikan melaksanakan PTM terbatas. Masih ada 10 provinsi yang proporsi pelaksanaan PTM terbatasnya di bawah 90 persen.
Penuhi prokes
Sekretaris Jenderal Kemendikbudristek Suharti mengatakan, surveilans kasus konfirmasi dan perilaku kepatuhan protokol kesehatan dijalankan. Pada periode November 2021 sampai saat ini, di 53 kabupaten/kota di delapan provinsi sudah dilakukan active case finding (ACF) melalui tes secara acak pada sekitar 1.812 satuan pendidikan dengan total 76.144 sampel. Hasilnya, warga satuan pendidikan yang positif 212 orang atau 0,28 persen.
Terkait dengan pelaksanaan protokol kesehatan di sekolah, lanjut Suharti, berdasarkan pemantauan perilaku secara acak yang dilakukan puskesmas terhadap 1.900 satuan pendidikan yang melaksanakan PTM terbatas, ditemukan bahwa 74 persen menerapkan prokes. Sementara itu, sebanyak 26 persen satuan pendidikan masih buruk dalam menerapkan prokes.
”Jika ada kasus, kami terus berkoordinasi dengan Kementerian Kesehatan untuk bisa segera ada tindak lanjut. Ada prosedur penghentian PTM terbatas. Kalau ada kluster, ya tutup sekolah selama 14 hari,” kata Suharti.
Suharti mengatakan, tujuan utama PTM untuk menghindari learning loss yang makin tajam, tetapi juga menjaga dari penyebaran Covid-19. Evaluasi terus dilakukan dengan Kementerian Kesehatan untuk memastikan ada tindak lanjut yang baik supaya warga sekolah aman dari paparan Covid-19.
Menurut Suharti, saat ini tidak ada daerah dengan status PPKM level 4. Daerah di Indonesia masih berada di level 1,2, atau 3 sehingga PTM terbatas bisa dilakukan. Hingga saat ini masih ada 10 provinsi yang proporsi sekolah dalam melaksanakan PTM terbatasnya di bawah 90 persen.
Sebelumnya, Mendikbudristek Nadiem Anwar Makarim mengatakan, penutupan sekolah selama pandemi paling berdampak pada perkembangan akademik dan non-akademik anak usia dini dan kelas awal SD. Sejak tahun lalu, imbauan untuk pembukaan sekolah dan PTM terbatas juga diserukan untuk jenjang PAUD dan SD.
Sampai saat ini tidak ada kewajiban bagi siswa yang bisa ikut PTM terbatas harus sudah vaksinasi. Namun, berdasarkan SKB 4 menteri yang terbaru, kewajiban itu justru ditekankan pada guru dan tenaga kependidikan (GTK).
Para GTK yang belum divaksinasi harus mengajar daring. Adapun bagi GTK yang tidak memenuhi syarat untuk divaksinasi dan tersedia vaksinasi, tetapi menolak, akan diberikan sanksi.
Nadiem mengatakan, pelaksanaan PTM terbatas tetap dinamis mengikuti perkembangan pandemi Covid-19, termasuk dengan merebaknya varian Omicron di Indonesia. Tidak ada paksaan harus 100 persen karena sudah ada ketentuan tentang pembukaan sekolah sesuai dengan level PPKM tiap daerah.
Pembukaan sekolah sudah diatur dengan mengacu pada SKB 4 Menteri yang sudah memperhitungkan skenario menuju sekolah normal ataupun saat situasi memburuk sehingga harus menutup sekolah. ”Kita sudah membuat kebijakan permanen dengan SKB 4 Menteri terbaru. Ini merupakan satu kerangka peraturan yang bisa mengakomodasi 100 persen normal dan PJJ penuh. Kalau angka kasus meningkat ada levelnya, ada ketentuan. PTM seratus persen hanya untuk level 1 dan 2, serta ada pembatasan jam jika memenuhi syarat,” kata Nadiem.