Sisa Dapur Bersalin Rupa, Sebuah Gaya Hidup Berkelanjutan
Fermentasi bahan organik sisa dapur, gula, dan air bisa menghasilkan ”eco-enzyme”. Larutan zat organik kompleks yang mengurangi dampak limbah makanan dan penggunaan bahan kimia dan mempromosikan gaya hidup berkelanjutan.
Oleh
FRANSISKUS WISNU WARDHANA DANY
·5 menit baca
Taman Menteng di Jakarta Pusat lebih ramai dari biasanya pada Minggu (23/1/2022). Selain 39 warga yang sekadar bersantai atau berolahraga, seperti tertera dalam pemindaian Peduli Lindungi, terdapat 70 orang lain yang mengampanyekan gaya hidup berkelanjutan dengan eco-enzyme.
Eco-enzyme adalahlarutan zat organik kompleks dari hasil fermentasi sisa organik, gula, dan air. Eco-enzyme dapat mengurangi dampak limbah makanan, mengurangi penggunaan bahan kimia, dan mempromosikan gaya hidup berkelanjutan (Kompas, 3 Agustus 2021).
Puluhan orang yang tergabung dalam komunitas Eco Enzyme Nusantara itu mendemonstrasikan cara membuat eco-enzyme sekaligus menunjukkan hasil larutan zat organik kompleks serta pengaplikasiannya dalam kehidupan sehari-hari.
Erna Putriningsih (59), pegiat Eco Enzyme Nusantara dari Kayu Manis, Matraman, Jakarta Timur, menyiapkan timbangan elektrik, baskom, botol minum ukuran 2 liter, galon ukuran 15 liter, dan tong ukuran 35 liter.
Jemarinya lalu memilah sisa buah dan sayuran dari kantong keresek ke dalam baskom. Ada lemon, nanas, pepaya, mangga, jambu, tomat, sawi, dan wortel. Tak lupa, bahan organik yang berukuran besar dipotong kecil-kecil.
Jangan sebut sampah, tetapi sisa bahan dapur kita. Bahan sisa itu dipindahkan ke keranjang dan bermanfaat, tidak berakhir jadi sampah karena sisa padatnya bisa juga jadi pupuk atau briket.
Selanjutnya, bahan-bahan itu ditimbang sebelum dimasukkan ke dalam botol minum, galon, dan tong yang berisi campuran air dan gula. Dianjurkan menggunakan gula merah ketimbang gula putih karena minim bahan kimia tambahan.
”Perbandingannya 1:3:10 untuk setiap wadah,” ujarnya. Perbandingan yang dimaksud ialah 1 bagian gula, 3 bagian bahan organik, dan 10 bagian air. Contohnya untuk ferementasi 300 gram sisa buah dan sayur membutuhkan 100 gram gula dan 1 liter air.
Bahan yang sudah tercampur dibiarkan selama tiga bulan hingga menghasilkan eco-enzyme. Jangan lupa membuka dan menutup wadah selama dua pekan awal karena bahan organik menghasilkan gas yang bisa meletupkan tutup wadah. Disarankan untuk menyesuaikan ukuran air. Dengan begitu, ada ruang kosong dalam wadah guna meminimalkan letupan gas.
Beragam manfaat
Fermentasi selama tiga bulan akan menghasilkan cairan berwarna coklat tua. Aromanya bervariasi, seperti lemon, madu, dan cuka. Apabila cairan berwarna hitam, lanjutkan fermentasi dengan tambahan gula hingga cairan berwarna coklat tua.
Liana (51), pegiat Eco Enzyme Nusantara dari Kalideres, Jakarta Barat, menyaring cairan berwarna coklat tua dan menyimpannya dalam suhu ruang. Eco-enzyme itu digunakan secara langsung atau dicampur produk lain dengan perbandingan tertentu.
”Hanya untuk pemakaian luar. Tidak boleh diminum,” ujarnya. Ia biasa menggunakannya untuk semprotan antiserangga, cuci piring, cuci pakaian, perawatan rambut, dan sabun mandi.
Untuk cuci piring, eco-enzyme dicampur dengan sabun cuci dengan perbandingan 1:1. Begitu juga perbandingan eco-enzyme dengan sabun cair.
Indra (51) sudah dua tahun menjajal eco-enzyme. Warga Cibubur, Jakarta Timur, itu bisa menghasilkan 10,5 liter eco-enzyme dari lima tong berukuran 35 liter. Bahkan, dalam sebulan ia bisa menghemat Rp 300.000 hingga Rp 500.000 untuk belanja detergen, cairan pel, pembersih kamar mandi, sabun, dan lainnya yang berbahan kimia.
”Jangan sebut sampah, tetapi sisa bahan dapur kita. Bahan sisa itu dipindahkan ke keranjang dan bermanfaat, tidak berakhir jadi sampah karena sisa padatnya bisa juga jadi pupuk atau briket,” ucapnya.
Demonstrasi pembuatan eco-enzyme dan pengaplikasiannya itu menarik minat warga yang beraktivitas di Taman Menteng. Salah satunya Eva (52), warga Cempaka Putih Barat, yang mampir ke stan Eco Enzyme Nusantara setelah mengitari taman.
Ia menuturkan sempat mengikuti sosialisasi eco-enzyme di RPTRA Mardani Asri dan mencobanya di rumah. Hasilnya sudah ada, tetapi belum tahu pengaplikasiannya seperti apa selain untuk penjernih udara di ruangan dari aroma limbah IPAL di dekat rumahnya.
”Saya semprot saja, tidak tahu perbandingannya. Kalau bisa tolong dijelaskan lagi karena waktu itu wadahnya sempat meletup keluar gas,” katanya.
Guru Besar Bidang Ilmu Mikrobiologi Universitas Padjadjaran Ratu Safitri menyebutkan, eco-enzyme memiliki berbagai kandungan senyawa aktif yang berguna bagi tubuh, seperti flavonoid, alkaloid, quinones, dan saponin. Semua senyawa tersebut berasal dari buah dan sayuran. Sementara proses fermentasi membuat eco-enzyme memiliki senyawa asam organik, seperti asam asetat, asam sitrat, dan berbagai enzim.
Berbagai kandungan senyawa yang kompleks tersebut membuat eco-enzyme bersifat antijamur, bakteri, dan insektisida. Apabila digunakan, eco-enzyme dapat mempercepat pertumbuhan tanaman dan menghilangkan bau serta racun dalam udara. Bahkan, untuk keperluan sehari-hari, eco-enzyme dapat digunakan untuk menghilangkan sumbatan pada pipa dan pembersih rumah (Kompas, 3 Agustus 2021).
Kurangi sampah
Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta bekerja sama dengan Eco Enzyme Nusantara berupaya merawat lingkungan dengan eco-enzyme untuk Jakarta yang lebih sehat dan bersih.
Paul Iskandar, pengurus Eco Enzyme Nusantara, menyambut baik kerja sama tersebut sehingga berlangsung kampanye di Taman Menteng. Komunitas yang sudah bergerak sejak 2019 dengan lebih dari 3.000 anggota se-Jabodetabek itu telah mengelola sedikitnya 45 ton sampah organik dengan hasil 150.000 liter eco-enzyme.
”Dengan dukungan pemerintah, bisa ada kerja sama ke kelurahan-kelurahan sehingga eco-enzyme kian dikenal,” ujarnya.
Eco-enzyme sendiri tidak diperjualbelikan, kecuali produk turunannya yang sudah dicampur dengan bahan lain untuk sabun, detergen, pengharum, dan lainnya. Itu pun penjualannya terbatas masih dalam lingkup komunitas.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta Asep Kuswanto menambahkan, sampah menjadi salah satu permasalahan di kota-kota besar. Jakarta, misalnya, rata-rata menghasilkan sampah lebih dari 7.000 ton per hari.
Oleh karena itu, kerja sama dengan Eco Enzyme Nusantara sejalan dengan program Kolaborasi Sosial Berskala Besar Persampahan, yakni gerakan bantu sesama yang mempertemukan kolaborator dengan masyarakat terkait dalam kegiatan pengelolaan sampah untuk mewujudkan Jakarta yang bersih, sehat, dan lestari.
Program tersebut berdampingan dengan program-program lain, salah satunya pembangunan fasilitas pengolahan sampah antara.
Pemprov DKI mencatat, hingga 9 November 2021, sebanyak 176 bantuan senilai Rp 2,02 miliar dari 15 kolaborator dengan dua kolaborator berkomitmen telah direalisasikan. Bantuan disalurkan mencakup bantuan kepada 72 bank sampah dan 98 RW, 2 bantuan budidaya maggot, serta 4 bantuan pengelolaan limbah minyak jelantah.
”Kami berharap kolaborasi seperti ini bisa terus berjalan demi terciptanya Jakarta yang lebih bersih dan sehat,” pungkasnya.