Jerat Utang dan Tipu Daya Empaskan Pekerja Migran ke Jalur Ilegal
Banyak nyawa WNI melayang di perairan Malaysia. Perjalanan maut mereka lakoni demi lepas dari utang. Tipu daya sponsor tak bertanggung jawab turut menjerumuskan mereka lebih dalam.
Oleh
ABDULLAH FIKRI ASHRI
·4 menit baca
Andai bisa memutar waktu, Nurhayati (47) ingin anaknya, Ratna Erna Sari (20), batal berangkat ke Malaysia. Namun, impitan ekonomi dan jeratan utang memaksa Ratna merantau melalui jalur ilegal. Naas, ia pergi tak mungkin kembali, meninggalkan keluarga dan catatan buram perlindungan pekerja migran Indonesia.
Air mata Nurhayati kembali bercucuran ketika mendengar kabar meninggalnya Ratna, Jumat (21/1/2022). Kedua tangannya menutupi wajah. Stiker calon bupati yang menempel di tembok rumahnya di Desa Sudimampir Lor, Kecamatan Balongan, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat, menjadi saksi isak tangis penyesalannya.
”Sira kuh aja mangkat, aja mangkat (kamu jangan berangkat, jangan pergi),” ucap Nurhayati mengingat usahanya mencoba menahan Ratna ke Malaysia, awal Januari lalu.
Alasannya, keluarga belum kenal dekat dengan sponsor atau perekrut yang datang ke rumah. Ratna juga belum pernah pergi ke luar negeri. Terlebih, ia masih punya bayi berusia kurang dari dua tahun.
Masak pasporan (mengurus paspor) sehari saja langsung terbang besoknya? Enggak mungkin itu. Ini pasti ilegal.
Akan tetapi, kondisi ekonomi memaksa perempuan lulusan SD itu berangkat. Ia terlilit kredit perabotan rumah tangga hingga utang bank keliling dengan bunga yang bikin pusing. Suaminya, Casmana, juga hanya buruh cangkul. Upahnya cuma Rp 40.000 per hari. Milah, teman dari tetangga desa, juga meyakinkannya tetap pergi.
Dari rumah Milah, Ratna dijemput mobil ke Jakarta, Minggu (9/1/2022). Keduanya lalu terbang ke Batam, Kepulauan Riau. Di sana, mereka tinggal sekitar sepekan bersama calon pekerja migran lain. Ratna sempat bertukar kabar dengan keluarga. Senin (17/1/2022) pukul 19.00, saat mereka menyeberang lautan dari Pulau Terung, Kepri, menuju Johor, Malaysia.
Akan tetapi, perahu cepat yang mereka tumpangi terempas ombak sekitar pukul 23.00. Tujuh orang dilaporkan selamat dan enam dinyatakan meninggal. Empat orang tewas itu di antaranya warga Indramayu. Selain Elma Febriani (24) dari Lelea dan Wader (42) dari Losarang, tercatat nama Ratna dan Milah.
Konsulat Jenderal Republik Indonesia Johor Bahru, melalui suratnya, Rabu (19/1/2022), meminta UPT Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) Jabar menelusuri keluarga korban. Di sinilah Nurhayati mendengar kabar duka itu. ”Saya enggak percaya sebelum melihat foto jenazah Ratna,” ucapnya berusaha tegar.
Neri (34), bibi Ratna, juga awalnya tidak yakin dengan informasi itu. ”Tapi, tiga hari sebelum kejadian, Ratna udah enggak pernah kirim pesan WA (Whatsapp) dan upload (unggah) foto di FB (Facebook). Bagaimanapun, keluarga berharap yang terbaik,” katanya sambil mengelus pundak Nurhayati.
Sunardi (49), paman Ratna, sempat memohon agar keponakannya membatalkan rencana ke Malaysia. ”Saya bilang, jangan berangkat kalau bisa. Cari yang aman-aman saja. Masak pasporan (mengurus paspor) sehari saja langsung terbang besoknya? Enggak mungkin itu. Ini pasti ilegal. Istri saya, kan, sudah sering (bekerja) ke luar negeri, jadi tahu prosedurnya,” katanya.
Wartipan (50), paman Ratna, juga telah mencegat Ratna merantau. Ia pun curiga dengan pola perekrutan Ratna sebagai pekerja migran. Jangankan jumlah gaji, majikan dan perusahaan tempat kerja keponakannya itu saja keluarga tidak tahu.
”Tapi, dia ngeliat tetangga berangkat ke luar negeri dan bisa bangun rumah,” katanya.
Selain bujuk rayu sponsor, kasus pemberangkatan nonprosedural juga disebabkan ketidaktahuan calon pekerja migran.
Apalagi, lanjutnya, sponsor atau calo telah memodali Ratna sekitar Rp 5 juta agar hengkang ke Malaysia. Uang untuk membeli kebutuhan sebelum merantau itu dibagikan tiga kali, yakni sebesar Rp 3,5 juta, Rp 1 juta, dan Rp 500.000. Padahal, penempatan pekerja migran Indonesia di negeri jiran itu masih ditutup.
Kini, iming-iming hidup sejahtera berujung petaka bagi Ratna dan keluarga. Perekrutnya juga tak lagi bisa dihubungi. ”Sekarang, saya berharap (jenazah) Ratna bisa pulang. Yang saya pikirkan, korban pulangnya ada ongkos enggak? Jangan sampai dimintai ongkos. Di sini sudah enggak ada (uang),” ungkap Wartipan kepada Camat Balongan Iing Kuswara.
Iing terus berkoodinasi dengan Dinas Tenaga Kerja Indramayu dan BP2MI terkait pemulangan jenazah korban. Pihaknya juga tengah menelusuri keluarga Milah yang disebut menetap di Desa Sudimampir, Balongan. ”Suami Milah sedang dalam perjalanan dari Kalimantan. Ibu kandungnya tinggal di Malaysia,” katanya.
Pihaknya meminta masyarakat tidak mudah tergiur ajakan pergi ke luar negeri. Apalagi, jika berangkatnya tidak sesuai prosedur. ”Sebenarnya prospek Balongan sangat luar biasa. Bulan depan ada TA (turn around atau perbaikan skala besar) di Kilang Pertamina Balongan. Ini butuh 6.234 tenaga lokal,” ujarnya.
Kepala Bidang Penempatan Tenaga Kerja Disnaker Indramayu Johar Manun mengatakan, selain bujuk rayu sponsor, kasus pemberangkatan nonprosedural juga disebabkan ketidaktahuan calon pekerja migran. Jangankan daftar perusahaan penyalur yang resmi, kantor disnaker saja, katanya, banyak calon pekerja migran yang belum tahu.
Padahal, Indramayu termasuk kantong terbesar pekerja migran Indonesia. Pada 2019 saja, sebanyak 23.360 warga setempat mengadu nasib di luar negeri. Namun, ketika pandemi Covid-19, jumlahnya anjlok menjadi 4.789 orang pada 2020 dan 1.252 orang tahun lalu. Ini belum termasuk jumlah pekerja migran yang tidak sesuai prosedur.
Mengantisipasi kasus perjalanan nonprosedural, pihaknya terus menyosialisasikan mekanisme pemberangkatan yang sesuai kepada kuwu (kepala desa). ”Tapi, ada kuwu yang benar-benar serius, ada juga yang ngantuk. Nanti, ada dua purna pekerja migran yang jadi pendamping desa untuk memfilter. Misalnya, apakah calon pekerja sesuai umur? Ada izin? Dan lainnya,” ujarnya.
Sayangnya, berbagai program itu belum mampu menjaga Ratna, Milah, dan yang lain dari sasaran tindak pidana perdagangan orang. Kini, mereka pergi untuk selamanya, meninggalkan impian sejahtera dan menambah kisah pilu pekerja migran.