Suster Jeannette van Paassen, ”Bidan” Kehidupan Masyarakat Sumatera Utara
Mengarungi lautan dari Belanda sampai ke Indonesia, Suster Jeannette van Paassen menjawab panggilannya untuk melahirkan kehidupan-kehidupan baru di Pakkat, Sumatera Utara.
Oleh
AGUSTINA RIZKY LUPITASARI
·3 menit baca
Lima dan Dua: Perawat dan Bidan bagi Kaum yang Terpinggirkan dan Difabel
Kompas
Suster Jeannatte van Paassen membawa misi pelayanannya dari Belanda ke Indonesia, tepatnya Sumatera Utara. Bidang keahlian Suster Jeannette sebagai bidan dimaknai sangat mendalam oleh Map sebagai pekerjaan ”melahirkan” kehidupan baru. Dalam buku setebal 349 halaman ini, Map menceritakan kisah hidup dan pelayanan Suster Jeannette di Indonesia.
Memulai pelayanannya di Biara Fransiskan Alverna, Aerdenhout, Belanda, Suster Jeannette harus menempuh perjalanan sangat jauh ke Indonesia. Namun, perjalanan ini menjadi panggilan untuknya. Panggilan yang bergelora sejak ia duduk di kelas 4 bangku sekolah dasar.
Kala itu, Suster Tarcissa, seorang suster yang mengajar di sekolahnya, mengisahkan perjalanannya ke Indonesia. Beliau mengisahkan bahwa Belanda banyak mencuri dari Indonesia, bahkan menyengsarakan penduduknya dengan menyuruh secara paksa penduduk pribumi untuk menanam rempah.
Terlahir di tengah keluarga pekebun, Suster Jeannette tergugah dengan kisah yang disampaikan Suster Tarcissa. Sejak saat itu, Suster Jeannette terus berpikir bahwa beliau harus melakukan sesuatu untuk mengembalikan apa yang telah dicuri dari penduduk Indonesia. Berselang tahun, Suster Jeannette akhirnya menjadi salah satu rombongan suster yang ditugaskan ke Indonesia, tepatnya pada Maret 1969.
Mengemban misi yang beliau cita-citakan bukanlah sesuatu yang mudah digapai. Suster Jeannette harus mengikuti berbagai pelatihan untuk mendapatkan ijazah. Berbekal 11 ijazah, beliau baru bisa mengikuti misi pelayanan ke Indonesia.
Suster Jeannette ditugaskan di desa kecil bernama Pakkat yang terletak 100 km dari Belige, Sumatera Utara. Akses dari Pakkat ke rumah sakit sangat jauh. Persalinan pertama yang harus ditangani Suster Jeannette di Pakkat membuatnya menyadari bahwa apa yang dia lalui di Belanda untuk menolong persalinan tidak berarti apa pun dibandingkan dengan di Pakkat. Di Pakkat, Suster Jeannette menjadi bidan sekaligus dokter di sana karena dokter hanya ada di Belige.
Keadaan tersebut mendorong Suster Jeannette memutar otak, mencari cara menyelamatkan lebih banyak orang di Pakkat. Hingga akhirnya, Suster Jeannette berhasil mendirikan sebuah pusat rehabilitasi yang membantunya menjadi ”bidan”, melahirkan kehidupan-kehidupan baru bagi para bayi dan penyandang cacat di Sumatera Utara. Lewat perjuangannya mencari donor serta bantuan ke Belanda, Pusat Rehabilitasi Harapan Jaya terlahir dan bahkan masih aktif hingga kini.
Judul buku Lima dan Dua dipilih oleh Suster Jeannette sendiri sebagai representasi pencapaiannya dalam menolong 5.000 penyandang cacat dan 2.000 persalinan. Namun, lebih dalam lagi, Map mengingatkan pembaca akan kisah Lima Roti dan Dua Ikan dalam Kitab Suci. Kisah Yesus memberi makan ribuan orang berbekal lima roti dan dua ikan menjadi selaras dengan kisah pelayanan Suster Jeannette.
Berbekal iman, niat, serta keyakinan teguh, Suster Jeannette menjawab panggilannya menyelamatkan ribuan nyawa dan kehidupan baru di Sumatera Utara. (Litbang Kompas/KIK)