Lonjakan Harga Minyak Goreng, Kini Duit Lebih ”Licin” Keluar
Kenaikan harga minyak goreng direspons pemerintah dengan menetapkan kebijakan satu harga. Namun, hal ini belum dirasakan merata.
Oleh
ABDULLAH FIKRI ASHRI, MACHRADIN WAHYUDI RITONGA
·6 menit baca
KOMPAS/ABDULLAH FIKRI ASHRI
Pedagang melayani pembeli minyak goreng di Pasar Kramat, Kota Cirebon, Jawa Barat, Kamis (20/1/2022). Pemeritah menetapkan satu harga minyak goreng, Rp 14.000 per liter. Namun, di sejumlah pasar di Cirebon, harganya masih berkisar Rp 18.500-Rp 20.000 per liter.
Pemerintah telah menetapkan minyak goreng satu harga, Rp 14.000 per liter. Namun, belum semua warga merasakan kebijakan itu. Kenaikan harga komoditas ini memaksa warga merogoh kantong lebih dalam. Duit pun terasa lebih ”licin” keluar.
Harapan Setiawati (55) mendapatkan minyak goreng kembali pupus, Kamis (20/1/2022). Komoditas itu tak ada lagi di Pasar Murah di Lantai 3 Pusat Grosir Cirebon (PGC), Kota Cirebon, Jawa Barat. Sekitar 25.000 liter minyak goreng yang disiapkan sudah ludes pada Rabu kemarin.
Padahal, operasi pasar oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Cirebon dan Pemkot Cirebon itu dijadwalkan pada Selasa-Kamis. Setiap konsumen juga dijatah maksimal membeli 2 liter minyak goreng.
”Duh, minyak gorengnya udah habis. Saya baru tahu ada pasar murah kemarin sore dari teman. Jadi, datangnya hari ini,” kata Wati, sapaannya.
Sebelumnya, Wati bersama anak dan dua cucunya sudah mengunjungi sebuah supermarket di wilayah Karanggetas demi mencari minyak goreng. ”Tapi, harganya masih Rp 40.000 untuk 2 liter. Bingung nyari di mana lagi, ya?” lanjut warga Kesunean ini.
Bagi Wati, minyak goreng menjadi ”bahan bakar” utama mencetak rupiah. Setiap hari ia membutuhkan 2 liter minyak goreng untuk membikin bolem, kue berbahan terigu, telur, dan lainnya. Kudapan itu lalu dijual ke warung-warung sekitar.
Akan tetapi, lonjakan harga minyak goreng dari biasanya Rp 14.000 menjadi hingga Rp 20.000 per liter dalam sebulan terakhir telah membuatnya pusing. Apalagi, harga sejumlah bahan pokok untuk membuat kue juga meningkat.
Harga telur, misalnya, sempat menyentuh Rp 33.000 per kilogram dari biasanya sekitar Rp 22.000 per kg. Harga gula pasir juga sempat melonjak dari Rp 12.000 menjadi Rp 16.000 per kg.
Akibatnya, ia terpaksa menaikkan harga kue bolem dari Rp 1.500 menjadi Rp 2.000 per buah meski khawatir dagangannya bakal tidak laku. ”Konsumen pada protes semua. Penginnya sih jualan bolem yang murah. Tapi, nanti sayanya rugi. Modalnya enggak nutup sih,” ungkapnya.
Kekhawatirannya terbukti. Setelah ia menaikkan harga dagangan, pembelinya berkurang. Jika biasanya Wati memproduksi 300 buah kue kini hanya 150 kue. Artinya, pendapatannya berkurang sekitar 50 persen, dari Rp 450.000 menjadi Rp 225.000 per hari. Penggunaan minyak goreng juga menurun.
”Harapannya, harga minyak goreng bisa turun supaya bisa jualan bolem lagi yang banyak. Apalagi, suami saya sudah sakit-sakitan. Jadi, enggak kerja,” ujar nenek lima cucu yang dipanggil Wati ”Bolem” itu.
Suasana Pasar Murah di Lantai 3 Pusat Grosir Cirebon, Kota Cirebon, Jawa Barat, Kamis (20/1/2022). Pasar Murah yang digelar Kantor Perwakilan Bank Indonesia Cirebon dan Pemkot Cirebon itu berlangsung pada Selasa-Kamis (18-20/1/2022). Sebanyak 25.000 liter minyak goreng disiapkan dan habis hanya dua hari.
Tuti Herawati (54), warga Celancang, Cirebon, juga kecewa ketika kehabisan minyak goreng di Pasar Murah. Padahal, pagi-pagi ia bersama tetangganya sudah naik angkot sekitar 8 kilometer ke PGC. Namun, yang tersisa hanya beras, cabai, terigu, dan lainnya.
”Ya sudah, saya borong juga. Cabai seperempat yang tadinya Rp 6.000 saya tawar jadi Rp 5.000. Kalau ibu-ibu tuh harus nawar. Apalagi, sekarang harga barang-barang sudah naik,” ungkap Tuti sambil menenteng dua kantong plastik besar.
Sebelum ke PGC, ia mendatangi dua supermarket demi melacak minyak goreng murah. Namun, yang ia jumpai, harga komoditas itu berkisar Rp 20.000 per liter. ”Harganya segitu semua,” ucapnya.
Bagi ibu empat anak ini, kenaikan harga minyak goreng turut menggerus pengeluarannya. Dalam sebulan, ia bisa menghabiskan 4 liter komoditas itu. Jika harganya Rp 20.000 per liter, Tuti membutuhkan Rp 80.000. Ini lebih mahal dibandingkan beras yang ia beli Rp 50.000 untuk 5 kg.
Terlebih lagi, ia kini menjelma salah satu tulang punggung keluarga. ”Bapak (suami) meninggal dua hari sebelum anak menikah. Jadi, saya yang cari uang. Satu anak saya juga sudah kerja,” kata Tuti, yang membuka warung sembako kecil di rumahnya.
Sebenarnya, pemerintah telah memberlakukan minyak goreng satu harga, Rp 14.000 per liter terhitung Rabu (19/1/2022). Pada tahap awal, kebijakan itu diterapkan di ritel modern, sedangkan pasar tradisional diberi waktu satu minggu untuk menyesuaikan.
Pemerintah akan menyubsidi selisih harga komoditas itu untuk 1,5 miliar liter selama enam bulan. Subsidi menggunakan dana Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit sekitar Rp 7,6 triliun.
Aturan itu bisa jadi angin segar bagi warga, seperti Tuti dan Wati. Namun, bagi sebagian pedagang, itu rentan memicu hal baru. Wiri Nur (49), pedagang di Pasar Kramat, Kota Cirebon, misalnya, masih menjual minyak goreng seharga Rp 18.500–Rp 20.000 per liter.
”Ibu (saya) baru dikirim (minyak goreng) yang harga Rp 38.000 untuk dua liter. Padahal, harganya sekarang harus Rp 28.000 per dua liter. Jadi bingung,” kata Nur, yang mengaku tidak tahu kebijakan pemerintah terkait satu harga minyak goreng.
Pembeli juga enggan berbelanja di kiosnya. Apalagi, ada operasi pasar murah yang harga minyak gorengnya hanya Rp 14.000 per liter. ”Ini masih ada 100 karton, enggak ada yang beli. Biasanya sudah habis,” ungkapnya sambil menunjuk karton berisi enam botol minyak ukuran 2 liter.
Sebenarnya, ibu empat anak dan nenek tiga cucu ini ingin menurunkan harga dagangannya. ”Tapi, kalau dijual Rp 14.000 per liter banyak banget yang beli. Tapi, ya,rugilah. Keberatan saya. Seandainya dari sananya Rp 14.000 lagi, enggak apa-apa saya jual segitu,” ungkapnya.
Di Kota Bandung, Tukirin (72), pedagang Pasar Cihapit, juga masih menjual minyak goreng seharga Rp 22.000 per liter untuk berbagai merek atau Rp 42.000 per liter. ”Belum ada minyak goreng dengan harga murah (Rp 14.000 per liter) itu. Yang nyetok barangnya belum ada. Jadi mau tidak mau saya jual pakai harga lama karena ngambilnya juga segitu. Ini saya ambil untung Rp 2.000 per liter,” ujarnya murung.
Semenjak harga minyak goreng melonjak, lanjut Tukirin, pembeli pun berkurang jauh. Para pembeli jarang mencari minyak goreng. Beberapa bungkus minyak goreng tampak berjejer rapi dan tidak beranjak selama beberapa hari.
”Sepertinya yang membeli minyak goreng sekarang kurang dari setengah dibandingkan sebelum harganya naik. Beberapa pembeli juga menanyakan apakah harga sudah turun, ya, saya bilang belum. Saya bakal jual dengan harga murah kalau nanti harga yang datang juga berkurang,” tuturnya.
Ia berharap, penurunan harga komoditas itu tidak berdampak pada pedagang. ”Kami sudah susah dengan pandemi, ya, jangan sampai tersiksa gara-gara harga minyak goreng ini,” ucapnya.
KOMPAS/MACHRADIN WAHYUDI RITONGA
Pedagang di Pasar Cihapit, Kota Bandung, Jawa Barat, menunjukkan sejumlah minyak goreng kemasan, Kamis (20/1/2022). Di pasar ini, harga minyak goreng masih dalam kisaran Rp 20.000.
Kepala Dinas Perdagangan dan Perindustrian Kota Bandung Elly Wasliah menyatakan, pedagang pasar diberikan waktu seminggu untuk menurunkan harga minyak goreng. Alasannya, distribusi stok minyak goreng dengan harga rata-rata Rp 14.000 per liter rampung pekan depan.
”Untuk di pasar, kami kasih waktu seminggu untuk penyesuaian. Harapannya, stok dengan harga terbaru sudah masuk ke pasar. Saat ini harga minyak goreng sekitar Rp 14.000 per liter baru ada di pasar ritel,” ujarnya.
Elly juga meminta masyarakat tetap bijak dalam berbelanja. Pembatasan terhadap pembeli minyak goreng dalam satu kali transaksi juga dilakukan agar tidak ada yang memborong komoditas ini.
”Warga tidak perlu panic buying karena pemerintah akan menyediakan selama enam bulan ke depan. Nanti akan kami evaluasi kembali. Jika harga belum stabil, ini bisa dilanjutkan,” ujarnya.
Kebijakan minyak goreng satu harga seharusnya menguntungkan semua pihak, termasuk pedagang kecil dan konsumen. Harapannya, rezeki warga mengalir bak licinnya minyak goreng. Bukan malah duit yang kian ”licin” keluar sulit dikendalikan.
Masyarakat Jatim Diminta Berhenti Borong Minyak Goreng