Waspadai Peningkatan Pasien Dirawat akibat Varian Omicron
Melihat situasi negara lain dengan laju penambahan kasus sejalan dengan laju peningkatan pasien Covid-19 dirawat, kewaspadaan terhadap penularan Omicron di Indonesia harus ditingkatkan.
Oleh
Debora Laksmi Indraswari
·6 menit baca
AP/Pool/Jeremy Selwyn
Perdana Menteri Inggris Boris Johnson mengunjungi pusat vaksin di Westminster, London, 13 Desember 2021. Johnson mengatakan, Inggris menghadapi gelombang varian baru SARS-CoV-2, Omicron, dan mengumumkan peningkatan pemberian vaksin penguat.
Pelonjakan kasus Covid-19 galur Omicron mulai meningkatkan jumlah pasien dirawat. Sekalipun tidak separah gelombang varian Delta, hal tersebut dapat membebani fasilitas dan tenaga kesehatan. Hal ini menjadi peringatan bagi masyarakat dan pemerintah.
Situasi pandemi di awal 2022 kembali dipenuhi kewaspadaan akan menjalarnya varian baru Covid-19, yakni Omicron. Sirkulasi varian ini melampaui prevalensi varian Covid-19 sebelumnya, seperti Delta, Alfa, Beta, dan Gamma. Di Eropa dan Asia Tengah saja, 50 dari 53 negara telah melaporkan adanya penularan galur Omicron yang menyebabkan lonjakan kasus Covid-19.
Di Amerika Serikat, lonjakan kasus karena Omicron menyebabkan rumah sakit hampir penuh di 24 negara bagian. Hal ini terjadi setelah satu setengah bulan varian Omicron terdeksi di negara itu. Dalam satu minggu terakhir, kasus baru per hari rata-rata 803.000. Dari jumlah tersebut, lebih dari 140.000 pasien Covid-19 per hari dirawat di rumah sakit.
Kondisi serupa terjadi di sejumlah negara Eropa. Di Inggris, misalnya, rata-rata penambahan kasus baru sebanyak 130.000 per hari dalam seminggu terakhir menyebabkan lebih dari 19.000 pasien Covid-19 dirawat di rumah sakit. Situasi tersebut terjadi tujuh minggu setelah Omicron terdeteksi pertama kali di Inggris pada 27 November 2021.
MN
Instalasi menampilkan lebih dari 666.624 bendera putih yang ditanam pada lahan seluas sekitar 20 hektar untuk menandai korban meninggal akibat pandemi Covid-19 di Amerika Serikat pada 2020 dan 2021. Saat ini AS mewaspadai lonjakan kasus korona akibat merebaknya varian Omicron.
Tingginya lonjakan kasus Covid-19 akibat Omicron sebenarnya sudah diprediksi. Sejak WHO mengelompokkan Omicron dalamvariant of concern, peringatan bahwa Omicron berpotensi lebih cepat dan mudah menginfeksi sudah diinformasikan.
Seiring dengan penyebaran Omicron di banyak negara, sejumlah penelitian memberikan informasi karakteristik Omicron yang lebih spesifik. Dilihat dari tingkat keparahan penyakit, Omicron tidak menyebabkan dampak yang lebih parah dibandingkan varian Covid-19 sebelumnya, yaitu Delta.
Hal ini memberikan pandangan baru tentang berbagai kemungkinan. Ada yang mengatakan bahwa karakteristik Omicron menandai fase pandemi baru di mana Covid-19 menjadi penyakit biasa dengan efek yang tidak terlalu berdampak.
Ada pula yang memperkirakan, jumlah pasien yang dirawat di fasilitas kesehatan tidak sebanyak saat gelombang Delta melanda beberapa bulan lalu. Kebutuhan akan alat-alat kesehatan pendukung, seperti ventilator atau oksigen, diperkirakan tidak akan setinggi saat varian Delta menginfeksi.
RADITYA HELABUMI JAYAKARNA
Penumpang beristirahat di ruang tunggu Bandara Internasional Narita, Tokyo, Jepang, 2 Desember 2021. Jepang sempat menutup penerbangan internasional menyusul merebaknya varian Covid-19 Omicron.
Akan tetapi, lonjakan kasus yang terjadi di sejumlah negara, seperti Amerika Serikat dan Inggris, patut menjadi alasan untuk meningkatkan kewaspadaan. Sebab, lonjakan kasus berdampak terhadap banyaknya pasien Covid-19 yang memerlukan perawatan sekalipun Omicron tidak menyebabkan penyakit yang lebih parah. Semakin banyak yang terinfeksi, potensi peningkatan orang yang dirawat di rumah sakit juga semakin tinggi.
Sebagai gambaran,The Washington Postmelakukan perhitungan korelasi peningkatan jumlah kasus dan orang dirawat di rumah sakit di Amerika Serikat. Perhitungan menggunakan asumsi jumlah orang yang butuh perawatan saat gelombang Omicron adalah sepertiga dari saat gelombang Delta.
Jika pada November terdapat 325.000 orang dirawat dari 2,5 juta kasus baru (rata-rata 83.000 kasus per hari), dengan jumlah kasus sama setidaknya ada 108.000 pasien yang perlu perawatan. Sementara kondisi saat ini setiap hari rata-rata terdapat 460.000 kasus.
Dengan jumlah tersebut, kemungkinan pasien yang butuh perawatan dapat mencapai 620.000. Artinya, meskipun tingkat orang yang dirawat tidak sebanyak saat varian Delta melanda, jumlah pasien dirawat terus meningkat jika penambahan kasus melonjak.
Ancaman lonjakan
Perhitungan tersebut hanyalah gambaran bagaimana lonjakan kasus juga berpotensi menambah beban fasilitas kesehatan. WHO juga telah mengingatkan bahwa dengan skala penularan yang belum pernah terjadi sebelumnya, ancaman lumpuhnya sistem layanan kesehatan dapat terjadi kembali.
Jika lonjakan kasus terjadi pada populasi dengan tingkat vaksinasi tinggi, kejadian lebih parah sangat mungkin terjadi di populasi dengan laju vaksinasi rendah. AS dan Inggris dengan lebih dari separuh penduduk yang sudah mendapatkan vaksinasi penuh saja kewalahan menghadapi Omicron.
Bahkan, di AS, jumlah pasien Covid-19 rawat inap melampaui jumlah pasien dirawat saat gelombang varian Delta. Fasilitas kesehatan di sejumlah negara bagian mulai kewalahan.
Mereka juga kekurangan tenaga kesehatan karena banyak yang terinfeksi Covid-19. Untuk mengantisipasi kekurangan tenaga kesehatan yang lebih parah, Pusat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit AS (CDC) memutuskan untuk mengurangi masa isolasi mandiri bagi tenaga kesehatan yang terinfeksi Covid-19, tetapi tidak menunjukkan gejala sakit.
Situasi tersebut menjadi peringatan bagi negara-negara lain, termasuk Indonesia. Jika merujuk pada data AS danInggris dirasa terlalu jauh untuk membandingkan dengan situasi di Indonesia, negara terdekat yang menggambarkan ancaman lonjakan kasus di Indonesia adalah Jepang. Hal ini dilihat dari pola kurva kasus Covid-19 kedua negara yang serupa.
Saat varian Delta masuk, lonjakan kasus terjadi di Indonesia mulai Juni 2021 bersamaan dengan momen setelah libur Lebaran. Sejak saat itu, kurva penambahan kasus Covid-19 baru meningkat dan mencapai puncaknya pada pertengahan Juli 2021 hingga berangsur menurun.
Di Jepang, varian Delta membuat gelombang baru mulai awal Juli 2021 hingga mencapai puncaknya pada akhir Agustus 2021. Setelah itu, kondisi berangsur pulih dan kasus Covid-19 menurun.
NIKLAS HALLE'N
Calon penumpang yang mengenakan masker menunggu di aula keberangkatan di Terminal 2 Bandara Heathrow, London, Inggris, 21 Desember 2020. Penerbangan di Inggris terhambat setelah sejumlah negara melarang kedatangan pelancong dari Inggris akibat lonjakan kasus Covid-19 Omicron di Inggris.
Pada awal Januari 2022, kedua negara sama-sama mengalami peningkatan kasus. Hanya saja, lonjakan kasus di Jepang lebih cepat terjadi. Data hingga 12 Januari 2022 menunjukkan rata-rata penambahan kasus per hari dalam seminggu lebih dari 7.000. Angka tersebut meningkat lebih dari dua kali lipat dibandingkan minggu sebelumnya.
Dengan meningkatnya kasus Covid-19, bertambah pula pasien Covid-19 yang dirawat di rumah sakit. Meskipun belum menunjukkan peningkatan pesat seperti saat gelombang Delta, jumlah pasien Covid-19 di Jepang yang dirawat sebanyak 6.642 per 12 Januari 2022. Jumlah tersebut meningkat tiga kali lipat dibandingkan dengan minggu sebelumnya.
Hal yang sama sangat mungkin terjadi di Indonesia. Epidemiolog Griffith Univeristy Australia, Dicky Budiman, memperkirakan puncak kasus Omicron di Indonesia akan terjadi pada akhir Februari atau awal Maret 2022. Dalam keterangan pers pada 16 Januari 2022, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin juga menyebutkan, dalam kurun waktu 35 hari sampai 65 hari sejak Omicron terdeteksi di Indonesia, kasus Covid-19 akan meningkat cepat.
AP Photo/Jon Super
Warga antre di luar pusat vaksinasi di Manchester, Inggris, untuk mendapatkan suntikan penguat (booster), 13 Desember 2021. Pemerintah Inggris mendesak warganya untuk mengikuti suntikan vaksin Covid-19 dosis penguat vaksin Covid-19.
Lebih waspada
Sejumlah upaya telah disiapkan Pemerintah Indonesia untuk menghadapi lonjakan kasus Covid-19. Pada fasilitas kesehatan, pemerintah telah menyiapkan lebih dari 120.000 atau 30 persen dari total 400.000 tempat tidur di rumah sakit untuk penanganan pasien Covid-19. Penambahan tempat tidur melalui konversi tempat tidur pasien Covid-19 akan dilakukan jika diperlukan.
Untuk perawatan pasien Covid-19, sebanyak 16.000 oksigen konsentrator atau setara 800 ton per hari didistribusikan ke seluruh Indonesia. Begitu pula dengan 31 oksigen generator yang sudah diterima dan sedang dipasang. Sebanyak 400.000 tablet molnupiravir atau obat antivirus sudah tiba dan siap digunakan.
Tidak hanya berfokus pada fasilitas kesehatan, perhatian terhadap pasien isolasi mandiri juga ditingkatkan. Sebab, dengan risiko tingkat keparahan lebih rendah, diperkirakan akan lebih banyak pasien Covid-19 yang melakukan isolasi mandiri.
Sebagai upaya preventif, pelaksanaan vaksinasi dosis penguat (booster) telah dilakukan di daerah-daerah. Pelaksanaan vaksinasi dosis pertama dan kedua juga ditargetkan selesai pada Maret 2022 sehingga target minimal kekebalan populasi tercapai.
Persiapan menghadapi lonjakan kasus Covid-19 tidak cukup jika penerapan upaya preventif lainnya, seperti mengenakan masker dengan benar, rajin mencuci tangan, dan menghindari kerumunan, masih lemah. Belajar dari pengalaman sebelumnya saat lonjakan kasus akibat varian Delta dan kondisi di negara lain, menahan laju kurva kasus Covid-19 agar tidak melonjak tetap menjadi yang utama.
Melihat situasi negara lain dengan laju penambahan kasus sejalan dengan laju peningkatan pasien Covid-19 dirawat, sudah seharusnya kewaspadaan terhadap penularan Omicron ditingkatkan. Hal ini sekaligus mengingatkan bahwa pandemi belum berakhir. (LITBANG KOMPAS)