Pemda Diminta Optimalkan Pengajuan Kebutuhan Guru PPPK
Hasil perekrutan 1 juta guru pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja belum memenuhi target. Pemerintah daerah diminta memaksimalkan pengajuan formasi pada 2022.
Oleh
ESTER LINCE NAPITUPULU
·5 menit baca
kompas-photographer-name
Lebih dari 1.000 guru honorer di Jawa Barat berunjuk rasa di depan Gedung Sate, Kota Bandung, Jawa Barat, Selasa (31/10/2016). Mereka menuntut peningkatan kesejahteraan, salah satunya memberlakukan honor sesuai standar upah minimum provinsi.
JAKARTA, KOMPAS — Perekrutan 1 juta guru lewat seleksi pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja atau PPPK akan terus berlanjut tahun ini. Karena itu, pemerintah daerah diminta untuk mengoptimalkan pengajuan formasi kebutuhan guru di masing-masing daerah yang masih besar karena pembayaran gaji dan tunjangan guru PPPK sudah dialokasikan dari APBN.
Dari dua tahap seleksi PPPK di tahun 2021 baru terpenuhi 293.848 guru dari total 506.247 formasi. Namun, ada 117.939 formasi atau sekitar 20 persen yang tidak dilamar sama sekali karena umumnya sekolah berada di daerah terluar, tertinggal, dan terdepan (3T).
Dalam rapat kerja antara Komisi X DPR dan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nadiem Anwar Makarim di Jakarta, Rabu (19/1/2022), mencuat desakan pada Kemendikbudristek untuk menuntaskan berbagai permasalahan yang timbul dari dua tahap seleksi PPPK. Hasil seleksi PPPK pada 2021 justru menimbulkan masalah baru, baik di sekolah negeri maupun swasta.
”Komisi X meminta agar pemerintah mengevaluasi secara menyeluruh terkait seleksi guru PPPK tahap 1 dan 2 tahun 2021 supaya tidak lagi terjadi di tahun 2022,” kata Ketua Komisi X DPR Syaiful Huda.
Persoalan yang muncul dari dua tahapan seleksi adalah ribuan guru sekolah swasta pindah ke sekolah negeri karena lolos menjadi guru PPPK di seleksi tahap 2. Akibatnya, penyelenggara sekolah swasta mengeluhkan kekurangan guru, terutama yang bersertifikat pendidik.
Sementara itu, di sekolah negeri banyak guru honorer yang sudah lama mengabdi tersingkir dari sekolah induk. Banyak guru honorer sekolah negeri lulus passing grade, tetapi kalah afirmasi dari guru sekolah negeri/swasta/sarjana yang bersertifikat pendidik. Komisi X meminta Kemendikbudristek menjamin guru honorer sekolah negeri yang lulus passing grade tersebut agar dipastikan mendapat formasi tanpa ujian lagi.
Huda mengatakan, Komisi X DPR mendorong Kemendikbudristek mengkaji dan merumuskan terobosan hukum dalam bentuk ketentuan peraturan perundang-undangan guna memberikan jaminan atau kepastian bahwa guru swasta yang lulus seleksi PPPK akan dikembalikan ke sekolah swasta. Lalu, guru honorer sekolah negeri yang lolos seleksi passing grade tetap diangkat menjadi guru PPPK.
Selain itu, Kemendikbudistek juga diminta berkoordinasi dengan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi agar menerbitkan Peraturan Menteri PAN dan RB yang baru untuk mengatur hal tersebut.
Nadiem menegaskan, Kemendikbudristek sangat membuka kesempatan bagi guru honorer sekolah negeri untuk menjadi guru PPPK. Namun, ada UU Aparatur Sipil Negara yang mengatur bahwa seleksi PPPK terbuka bagi guru sekolah negeri, swasta, ataupun umum. Selain itu, pegawai ASN berstatus PPPK juga harus bekerja di dalam organisasi pemerintahan.
”Sangat penting untuk diketahui masyarakat bahwa Kemendikbudristek mengambil posisi yang jelas. Kami ada di sisi guru honorer. Kami berjuang di Panitia Seleksi Nasional (Panselnas) untuk guru-guru yang lulus passing grade dan belum mendapat formasi, pas formasi keluar mereka langsung dapat. Kemendikbudristek ada di sisi guru honorer dan berjuang setiap hari agar ada perubahan dari kebijakan PAN dan RB supaya yang sudah lulus passing grade bisa mendapat formasi tanpa ikut tes lagi,” ujar Nadiem.
DOKUMENTASI DPR RI
Suasana rapat kerja Komisi X bersama Mendikbudristek Nadiem Makarim di Jakarta, Rabu (19/1/2022). Salah satunya membahas seleksi guru PPPK tahun 2021 yang justru menimbulkan masalah di sekolah negeri dan swasta.
Nadiem mengakui, masih banyak kekurangan dalam dua tahap seleksi PPPK di tahun 2021. Namun, dia meminta agar masyarakat jangan lupa bahwa dengan program seleksi guru PPPK ini sudah hampir 300.000 guru honorer pada 2021 yang gajinya di bawah Rp 400.000 per bulan bisa menjadi guru PPPK.
”Kapan terakhir itu terjadi? Ini suatu hal yang patut juga dirayakan meskipun proses seleksi belum sempurna. Peluang ini akan mengubah kehidupan dan kesejahteraan hidup mereka selama-lamanya. Kita akan terus berjuang supaya kebutuhan guru secara nasional terpenuhi,” ujar Nadiem.
Sementara itu, Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan Kemendikbudristek Iwan Syahril mengatakan, dari awal sudah jelas sikap Kemendikbudristek bahwa tidak boleh ada guru yang dibayar tidak layak. Kebijakan dalam penggunaan dana bantuan operasional sekolah (BOS) yang fleksibel membuka ruang bagi kepala sekolah memakai 50 persen dana BOS untuk membayar gaji guru honorer. Sebelumnya, pemanfaatan dana BOS untuk gaji guru honorer dipatok hanya sekitar 15 persen.
Guna memastikan guru honorer mendapat kesejahteraan dan perlindungan kerja, diambil kebijakan seleksi guru PPPK. Sebab, ada masalah supply dan demand guru yang sudah lama tidak terselesaikan. Akibatnya, 40 persen lebih guru mengalami perekrutan tidak semestinya. Guru masuk menjadi pendidik tanpa perlindungan dan kondisi kerja yang baik.
Menurut Iwan, kebutuhan perekrutan guru direncanakan 1 juta guru lebih. Guru honorer di sekolah negeri jumlahnya sekitar 742.000 guru. Pengajuan formasi guru PPPK lebih banyak dari guru honorer yang ada dengan mengantisiapsi guru pensiun sehingga tidak ada lagi masalah kekurangan guru.
Kami ingin pemda bisa memaksimalkan peluang ini untuk mengajukan formasi pada 2022 sehingga bisa menyelesaikan masalah guru honorer dan formasi kebutuhan guru terisi dengan baik.
”Kami ingin pemda bisa memaksimalkan peluang ini untuk mengajukan formasi pada 2022 sehingga bisa menyelesaikan masalah guru honorer dan formasi kebutuhan guru terisi dengan baik,” kata Iwan.
Nadiem menegaskan, tidak ada alasan bagi pemda untuk khawatir soal anggaran pembayaran gaji guru. Alokasi anggaran tersebut telah dikunci dalam dana alokasi umum (DAU) setiap daerah dari APBN yang hanya bisa dimanfaatkan untuk guru PPPK.
Terkait kebutuhan guru di daerah 3T yang masih minim pelamar dari seleksi PPPK, Nadiem mengatakan, sebenarnya ada tunjangan khusus bagi guru di daerah khusus. Namun, persoalan guru di daerah 3T bukan hanya tentang uang.
”Memang hidup guru jadi terdisrupsi karena pertimbangan keluarga dan hal lainnya. Memang ini rumit. Hal ini mau dipecahkan dengan guru lulusan pendidikan profesi guru yang memulai karier selama 1-2 tahun di daerah 3T. Ide ini masih dipikirkan,” ujar Nadiem.