Kebijakan Minyak Goreng Satu Harga dan Syarat Ekspor CPO Diterapkan
Seluruh minyak goreng, baik kemasan premium maupun kemasan sederhana akan dijual setara, seharga Rp 14.000 per liter. Eksportir CPO juga diwajibkan melaporkan pemenuhan kebutuhan domestik agar bisa ekspor.
Oleh
Hendriyo Widi
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Untuk mengendalikan lonjakan harga minyak goreng, pemerintah menggulirkan kebijakan minyak goreng satu harga. Melalui kebijakan itu, seluruh minyak goreng, baik kemasan premium maupun kemasan sederhana, akan dijual setara, seharga Rp 14.000 per liter, untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga, serta usaha mikro dan kecil.
Pemerintah juga mewajibkan eksportir minyak kelapa sawit mentah (CPO), refined bleached and deodorized palm olein (RBD Palm Olein), dan used cooking oil (UCO), melaporkan atau mencatatkan pemenuhan kebutuhan domestik untuk mendapatkan persetujuan ekspor (PE).
Minyak goreng satu harga tersebut diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 03 Tahun 2022 tentang Penyediaan Minyak Goreng Kemasan untuk Kebutuhan Masyarakat dalam Kerangka Pembiayaan oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS). Kebijakan ini akan berlaku pada 19 Januari 2022 pukul 00.01.
Adapun syarat ekspor CPO dan produk turunannya diatur dalam Permendag Nomor 02 Tahun 2022 tentang Perubahan atas Permendag Nomor 19 Tahun 2021 tentang Kebijakan dan Pengaturan Ekspor. Regulasi ini akan berlaku mulai 24 Januari 2022.
Kedua regulasi itu akan berlaku selama enam bulan. Pemerintah akan mengevaluasinya dan jika masih diperlukan, kebijakan dan regulasi itu bisa diperpanjang.
Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi, Selasa (18/1/2022), mengatakan, pada awal penerapan kebijakan itu, penyediaan minyak goreng satu harga akan dilakukan melalui ritel modern yang menjadi anggota Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo). Adapun untuk pasar tradisional akan diberikan waktu satu minggu untuk menyesuaikan.
”Kebijakan ini telah disosialisasikan kepada semua produsen minyak goreng dan ritel modern. Hingga kini, 34 produsen minyak goreng telah menyampaikan komitmennya untuk berpartisipasi dalam penyediaan minyak goreng kemasan dengan satu harga bagi masyarakat,” ujarnya dalam telekonfrensi pers di Jakarta.
Pada awal penerapan kebijakan itu, penyediaan minyak goreng satu harga akan dilakukan melalui ritel modern. Adapun untuk pasar tradisional akan diberikan waktu satu minggu untuk menyesuaikan.
Direktur Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan Oke Nurwan menambahkan, dalam penerapan kebijakan minyak goreng satu harga itu, pemerintah akan menyubsidi atau menutup selisih harga keenomisan dengan harga eceran tertinggi (HET) minyak goreng kemasan sederhana dan premium.
Jumlah minyak goreng yang disubsidi juga bertambah dari semula 1,2 miliar liter menjadi 1,5 miliar liter selama enam bulan. Oleh karena itu, dana subsidi yang menggunakan dana BPDPKS ditambah dari Rp 3,6 triliun menjadi Rp 7,6 triliun.
Oke juga menjelaskan, minyak goreng premium ini turut disubsidi lantaran kapasitas produksi industri minyak goreng tidak mampu menyediakan minyak goreng kemasan sederhana dalam jumlah besar dengan tempo relatif singkat. Selama ini, kapasitas produksinya terbagi untuk produksi minyak goreng kemasan sederhana dan premium.
”Permintaan produksi minyak goreng kemasan sederhana bersubsidi yang cukup besar dapat menyedot kapasitas produksi kemasan premium. Subsidi minyak goreng premium ini juga tetap berdasarkan selisih harga keekonomisan dan HET. Harga keekonomisan tersebut akan ditinjau dna ditetapkan setiap bulan seiring dengan pergerakan harga CPO,” kata dia.
Harga keenomisan minyak goreng kemasan sederhana dan premium untuk periode bulan ini, ditetapkan sama, yaitu Rp 17.000 per liter. Jadi jika HET-nya Rp 14.000 per liter, pemerintah akan menutup selisihnya sebesar Rp 3.000 per liter.
Dihubungi terpisah, Lutfi menjelaskan, harga keenomisan minyak goreng kemasan sederhana dan premium untuk periode bulan ini ditetapkan sama, yaitu Rp 17.000 per liter. Jadi jika HET-nya Rp 14.000 per liter, pemerintah akan menutup selisihnya sebesar Rp 3.000 per liter.
”Dengan harga keenomisan itu, produsen minyak goreng premium juga masih untung. Namun, keuntungannya yang semula besar sekarang kecil sekali,” kata dia.
Sementara itu, Kementerian Perdagangan juga mewajibkan eksportir CPO, RBD Palm Olein, dan UCO membuat Surat Pernyataan Mandiri bahwa eksportir telah menyalurkan CPO, RBD Palm Olein, dan UCO untuk kebutuhan dalam negeri jika ingin mendapatkan PE. Dalam Surat Pernyataan Mandiri itu harus dilampirkan kontrak penjualan, rencana ekspor dalam jangka waktu enam bulan, dan rencana distribusi ke dalam negeri dalam jangka waktu enam bulan.
”Hal itu bukan restriksi atau pelarangan ekspor, tetapi lebih pada pencatatan guna memantau dan memastikan ketersediaan bahan baku minyak goreng di dalam negeri,” kata Lutfi.
Dalam kesempatan itu, Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Indrasari Wisnu Wardhana menambahkan, kebijakan itu bukan kewajiban pemenuhan pasar/kebutuhan dalam negeri (DMO) CPO, RBD Palm Olein, dan UCO. Pasalnya, kebijakan itu tidak menentukan kuota dan harga patokan di dalam negeri.
”Jika tidak memenuhi persyarata itu, eksportir terkait tidak akan mendapatkan PE,” tegasnya.
Sementara itu, dalam Outlook Perdagangan 2022 yang digelar Kementerian Perdagangan secara virtual, Selasa, terungkap, risiko inflasi pada 2022 cukup besar di tengah perbaikan daya beli masyarakat. Oleh karena itu, pemerintah berkomitmen untuk mengantisipasi inflasi dengan menggulirkan sejumlah langkah, antara lain membuka keran impor sejumlah komoditas dan menggulirkan kebijakan minyak goreng satu harga.
Ekonom Universitas Indonesia Mohamad Ikhsan mengatakan, inflasi sepanjang 2021 sebesar 1,87 persen. Inflasi ini masih tergolong rendah atau bukan inflasi normal karena berada di bawah ambang ideal inflasi negara berkembang yang berkisar 2,5-3 persen.
Di satu sisi, inflasi pada 2021 itu mencerminkan permintaan masih rendah akibat daya beli masyarakat belum benar-benar pulih. Di sisi lain, inflasi tersebut menunjukkan harga-harga komoditas dapat dikendalikan dengan baik.
Kendati begitu, lanjut Ikhsan, potensi inflasi pada 2022 diperkirakan cukup besar. Inflasi itu akan dipengaruhi oleh meningkatkan permintaan dan kenaikan harga sejumlah komoditas pangan yang mudah bergejolak.
”Gangguan produksi akibat cuaca dapat dan kenaikan harga sejumlah komoditas global dapat memengaruhi kenaikan harga komoditas di dalam negeri. Oleh karena itu, upaya-upaya mitigasi untuk menjaga stabilitas stok dan harga perlu dilakukan,” ujarnya.
Sebelumnya, kenaikan harga sejumlah komoditas global, seperti minyak kelapa sawit mentah (CPO) dan jagung, telah tertransmisi atau mengerek harga minyak goreng, serta telur dan daging ayam ras, pada akhir tahun ini. Misalnya, minyak goreng curah dan kemasan yang semula bisa didapat dengan harga Rp 9.500-Rp 12.500 per liter itu melonjak menjadi Rp 17.500-Rp 21.000 per liter.
Gangguan cuaca akibat fenomena La Nina juga menyebabkan harga aneka jenis cabai masih tinggi sejak akhir tahun lalu hingga kini. Per 17 Januari 2022, rata-rata nasional harga cabai rawit merah Rp 60.200 per kilogram, sedangkan cabai merah besar dan cabai merah keriting masing-maisng Rp 37.300-Rp 37.500 per kg.
Menanggapi hal itu, Lutfi mengatakan, selain mengeluarkan kebijakan tentang minyak goreng bersubsidi, Kementerian Perdaganan juga telah menerbitkan izin impor gula mentah, sapi bakalan dan daging sapi, serta bawang putih lebih awal. Langkah ini dilakukan lantaran harga-harga komoditas tersebut mulai naik tinggi di pasar global.
”Impor itu juga dilakukan untuk menjaga stabiltas stok di dalam negeri guna mengantisipasi lonjakan permintaan seiring dengan mulai pulihnya daya beli masyarakat,” kata dia.