Harapan agar ITB Membumi di Cirebon
Kampus Institut Teknologi Bandung di Cirebon resmi menjalani perkuliahan. Harapannya, kampus ternama ini ikut meningkatkan potensi kesejahteraan warga setempat.
Beberapa tahun lalu, jalan pantai utara di Kecamatan Arjawinangun, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, hanya diapit hamparan sawah. Saat musim hujan, padi menghijau. Ketika kemarau, giliran tanah sawah retak-retak. Kini, kawasan itu mulai berganti wajah seiring hadirnya Institut Teknologi Bandung.
Tugu Ganesha, lambang ilmu pengetahuan, berdiri kokoh di sisi jalur pantura Arjawinangun arah ke Jakarta, Senin (17/1/2022). Di bawahnya tertera tulisan besar: Institut Teknologi Bandung Kampus Cirebon. Seharusnya ini menjadi era baru pengembangan Cirebon.
Sore itu, ITB Kampus Cirebon, yang sebagian jalannya belum beraspal, resmi memulai perkuliahan secara daring dan luring. Rektor ITB Reini Wirahadikusumah, Bupati Cirebon Imron Rosyadi, wakil rektor, dan sejumlah dekan di ITB turut hadir.
Pada tahap awal, tiga program studi menjalankan perkuliahan di sana. Prodi itu adalah Perencanaan Wilayah dan Kota, Teknik Industri, dan Studi Kriya. Sebelumnya, mereka belajar di ITB Kampus Jatinangor. Selanjutnya, menyusul Prodi Teknik Geofisika dan Oseanografi, Teknik Pertambangan, dan Teknik Perminyakan.
Baca juga: Mahasiswa ITB Kembali ke Kampus
Kuwu (Kepala Desa) Kebonturi, Kecamatan Arjawinangun, Subur takjub dengan kehadiran perguruan tinggi tempat kuliah proklamator Soekarno tersebut. ”Dulunya, ini sawah. Tanahnya milik warga dan sudah tukar guling dengan pemda. Sudah lama sekali,” kata Subur yang beberapa kali mengucap alhamdulillah sebagai tanda syukur.
Kawasan itu memang tidak ramai. Meskipun terdapat sejumlah kantor, seperti Brimob, SAR Pos Cirebon, dan RSUD Arjawinangun, daerah itu justru pernah disebut jalur ”tengkorak”. Selain rawan begal, beberapa titik di jalan itu juga berlubang. Pasar Winong di sekitarnya juga sepi, nyaris tidak ada kios yang buka.
Kemunculan ITB, katanya, perlahan mengubah kawasan itu. Salah satunya adalah menjamurnya indekos untuk mahasiswa. ”Kalau yang buka kos-kosan (indekos) sudah hampir 50 pemilik. Satu pemilik ada yang jumlahnya sampai 10 kamar. Bahkan, kos-kosan juga ada di Desa Jungjang, desa tetangga,” ujarnya.
Subur berterima kasih kepada ITB karena telah mempekerjakan sekitar 50 warga setempat sebagai anggota sekuriti atau pekerja bangunan. Pihaknya pun berencana membuka kios bahan pokok untuk warga Arjawinangun di seberang kampus.
Kepala Tim Pengelola Penyelenggaraan Program ITB Kampus Cirebon Iwan Kustiawan meyakini, kampus itu bakal menghadirkan usaha indekos, warung, penatu, dan lainnya. Apalagi, sekitar 600 mahasiswa bakal pindah dari Jatinangor ke Cirebon. ”Kampus ini diproyeksikan menampung 10.000 mahasiswa, katanya.
Sebagai gambaran, jika 1.000 mahasiswa di ITB Kampus Cirebon menghabiskan sekitar Rp 500.000 per bulan, maka uang yang berputar di kawasan itu sekitar Rp 500 juta per bulan. Dalam setahun, uang yang dikeluarkan mahasiswa bisa mencapai Rp 6 miliar. Angka ini cukup untuk membayar 1,9 juta warga penerima bantuan iuran jaminan kesehatan di Cirebon.
(ITB) ini bagian dari kebijakan Pemprov Jabar, yakni pengembangan Kota Metropolitan Rebana.
Iwan membayangkan Arjawinangun kelak menjelma menjadi kota pendidikan, seperti Jatinangor di Sumedang. Di sana, berbagai bangunan kampus yang besar dan megah berdiri, seperti Universitas Padjadjaran, ITB, hingga Institut Pemerintahan Dalam Negeri. Tempat kos, kafe, bioskop, dan hotel bakal mengganti rimbun kebun karet.
Berdasarkan rencana induk pembangunan ITB Cirebon, kampus seluas 30 hektar itu akan berisi gedung fakultas, asrama mahasiswa, lapangan olahraga, apartemen, hotel, hingga pusat inkubasi bisnis. Pihaknya belum memastikan kapan berbagai fasilitas itu tuntas.
”(ITB) ini bagian dari kebijakan Pemprov Jabar, yakni pengembangan Kota Metropolitan Rebana,” ujarnya.
Kawasan industri Rebana direncanakan terdiri atas 13 kawasan peruntukan industri (KPI), tersebar di Kabupaten Majalengka, Subang, Indramayu, Cirebon, dan Sumedang serta Kabupaten Kuningan dan Kota Cirebon sebagai kawasan pendukung. Di sana terdapat Bandara Internasional Jabar Kertajati dan Pelabuhan Patimban.
Lokal dan relevan
Iwan menuturkan, tiga prodi yang kini berjalan di Cirebon berkorelasi dengan kebutuhan daerah. Prodi Perencanaan Wilayah dan Kota, misalnya, ditargetkan mendukung tata ruang kawasan Rebana. Begitu pun dengan Prodi Kriya yang erat dengan kerajinan tanah liat di Jatiwangi, Majalengka.
Rektor ITB Reini Wirahadikusumah mengatakan, ITB ingin memperkuat dimensi lokal dan relevan dengan masyarakat. Penelitian dan pengembangan akan berkaca pada kebutuhan masyarakat setempat. ”Jadi, kita menjadi orang-orang yang pandangannya terbuka, mengerti isu-isu Cirebon. Kami sebagai pendidik justru akan menjadi lebih baik,” katanya.
Baca juga: Kebijakan Multikampus ITB untuk Penyetaraan Pendidikan 4.0
Menurut dia, koordinasi dengan pemerintah daerah hingga tokoh masyarakat telah dilakukan sejak ITB Kampus Cirebon dirancang 2015 lalu. ”Kawan-kawan berpikir keras bagaimana ITB Kampus Cirebon bermakna sebesar-besarnya (bagi masyarakat), bukan sekadar gedung atau prodi baru,” ungkap Reini.
Pihaknya optimistis ITB bakal berkembang di Cirebon. Apalagi, akses dari Bandung ke Cirebon nantinya lebih cepat jika Jalan Tol Cileunyi-Sumedang-Dawuan atau Cisumdawu beroperasi. Jalur itu akan memangkas waktu tempuh dari sebelumnya 2,5 jam menjadi hanya sejam. Jarak antara pintu keluar Tol Palimanan ke kampus juga hanya 3 kilometer.
Bupati Cirebon Imron Rosyadi berharap ITB bisa menggali kekayaan daerah. Misalnya, panjang pantai Cirebon sekitar 77 kilometer mampu menghasilkan 105.219 ton produk perikanan setahun. Daerah pantura itu juga mampu memproduksi sekitar 350.000 ton beras per tahun.
”Tapi, segitu (potensinya), kemiskinan sangat tinggi,” katanya.
Angka kemiskinan di daerah berpenduduk 2,2 juta jiwa itu pada 2020, misalnya, mencapai 11,24 persen atau 247.490 jiwa. Jumlah ini naik dari tahun 2019, yakni 9,94 persen. Cirebon menjadi daerah dengan angka kemiskinan tertinggi ke-5 dari 27 daerah di Jabar.
Imron mengakui, sumber daya manusia di wilayahnya masih kurang. Indeks Pembangunan Manusia di daerah itu pada 2020 tercatat urutan ke-19 dari 27 daerah. Badan Pusat Statistik Jabar mencatat, persentase warga Cirebon yang punya ijazah diploma IV sampai S-3 hanya 4,87 persen. Ini di bawah rata-rata angka Jabar, yakni 6,6 persen.
”Kami berharap ITB bisa meningkatkan (mutu) SDM di Cirebon. Kami juga mau orang-orang Cirebon kuliah di ITB. Namun, masyarakat juga harus mumpuni. Kami minta dosen-dosen buat bimbel (bimbingan belajar) atau pelatihan supaya (warga) bisa masuk ITB,” ungkap Imron kepada rektor.
Kini, ITB Kampus Cirebon memikul berbagai ambisi, dari pengembangan ekonomi hingga peningkatan mutu pendidikan. ITB diharapkan tidak berada di menara gading pengetahuan, tetapi membumi. Seperti salah satu visinya, locally relevant. Semoga.
Baca juga: Jatuh-Bangun Pemuda Cirebon Menjaga Nyala Toleransi