Menakar Guru Besar Kita
Jika kita mengharapkan dan mengusahakan bersama agar Indonesia bisa menjadi negara maju secepatnya, kita perlu segera mengubah cara penilaian pengajar, khususnya guru besar, secara transparan, akuntabel.
Berbagai isu mengenai profesor atau guru besar terus bergulir di Indonesia akhir-akhir ini, mulai dari joki menjadi profesor hingga perdebatan sengit soal syarat tulisan ilmiah jurnal internasional di meja hijau.
Pada saat bersamaan, pemerintah kencang menggaungkan world class university dengan berbagai program yang dicanangkan untuk mengangkat kualitas pendidikan dan penelitian instansi penelitian dan pendidikan di Indonesia. Berbagai parameter perlu dipenuhi oleh instansi pendidikan dan penelitian agar dapat diposisikan pada peringkat tinggi dunia sebagai barometer capaian pendidikan dan penelitian, khususnya di perguruan tinggi.
Salah satu parameter tersebut adalah tulisan ilmiah atau paper yang diterbitkan di peer-reviewed journal atau sering diistilahkan sebagai ”jurnal bereputasi” di khazanah pendidikan dan penelitian kita.
Syarat menjadi guru besar
Pencanangan world class university oleh pemerintah mempunyai konsekuensi tidak hanya syarat kelulusan mahasiswa dengan publikasi di jurnal yang bereputasi. Syarat pengangkatan pengajar, termasuk guru besar, pun harus mengikuti standar internasional. Jumlah dan kualitas publikasi atau paper di jurnal internasional sangat penting untuk mengetahui kinerja dan tingkat kepakaran pengajar.
Kita semua berharap pengajar dan peneliti Indonesia dapat dihargai sesuai standar internasional sehingga kita dapat berkiprah di seluruh dunia dan memperluas lapangan pekerjaan berketerampilan tinggi (high skill) kita di seluruh dunia, dan akhirnya dapat menambah devisa negara.
Bahkan, suatu saat orang Indonesia diharapkan dapat menerima Hadiah Nobel di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi asli Indonesia. Maka, kita mau tidak mau harus mengikuti standar penilaian internasional, bahkan kita perlu buat lebih dari standar tersebut.
Standar internasional seleksi pengajar, khususnya guru besar, selain publikasi internasional, adalah rekam jejak karier dan konsistensi di bidang tertentu, pengalaman dan kiprah dalam organisasi keilmupengetahuanan atau kepakaran, penghargaan atau award, penerbitan buku, presentasi dan undangan (invited talk) di konferensi, beban mata kuliah yang diampu sesuai dengan kepakarannya, afiliasi organisasi ilmu pengetahuan domestik dan internasional, jenis dan jumlah dana penelitian (research grant), kolaborasi atau kerja sama penelitian dalam dan luar negeri, paten atau produk hak atas kekayaan intelektual (HAKI), kontribusi kepada masyarakat umum dan masyarakat ilmiah, kontribusi pada media massa, dan lain-lain. Semua hal di atas menggambarkan capaian nilai-nilai Tri Dharma perguruan tinggi kita secara universal.
Seleksi guru besar
Tulisan ilmiah atau artikel ilmiah (paper) di jurnal internasional sangat penting untuk menentukan tingkat kepakaran seorang calon guru besar, selain poin-poin di atas. Jumlah peer-reviewed publikasi ilmiah yang menjadi pasaran di dunia untuk mengangkat seseorang menjadi pengajar di universitas negara maju biasanya asisten ahli (assistant professor) sekitar 20 artikel ilmiah, lektor (lecturer) sekitar 30 artikel ilmiah, lektor kepala (associate professor) lebih dari 35 artikel ilmiah, dan guru besar (professor) adalah lebih dari 50 artikel ilmiah, seiring umur sang kandidat.
Jadi, jumlah artikel ilmiah yang diharapkan adalah sesuai dengan umur kandidat tersebut atau lebih, di mana publikasi sebagai penulis utama (first author) sedapat mungkin dominan dan menjadi acuan (reference) bagi co-authorship artikel ilmiah lainnya yang biasa ditulis oleh kolega peneliti atau mahasiswa bimbingan.
Seleksi pengajar atau peneliti, khususnya guru besar, sangat ketat dan biasanya secara internasional menjadi tanggung jawab universitas yang bersangkutan, yang dilakukan secara transparan, akuntabel, obyektif, dan netral dari pengumuman penerimaan posisi, seleksi, interview, hingga penentuan akhir. Biasanya diperlukan rekomendasi dari tiga guru besar lain dari dalam dan luar negeri yang bersangkutan dengan kepakaran kandidat.
Guru besar atau mahaguru merupakan tingkatan tertinggi dosen di perguruan tinggi yang mencerminkan tingkat profesionalitas seseorang yang menunjukkan mutu, kualitas, dan tindak tanduk yang mencirikan suatu profesi di suatu bidang kepakaran yang berlaku secara universal. Oleh karena itu, standar penilaiannya pun harus benar-benar menunjukkan keluaran seorang guru besar yang memenuhi standar dan berlaku di seluruh dunia.
Baca juga :Profesor karena joki
Agar dapat terpilih guru besar yang benar-benar mumpuni di bidang kepakaran dan dapat diakui di seluruh dunia, biasanya seleksi guru besar melibatkan banyak pihak sebagai penilai atau reviewer, yaitu guru besar yang bersangkutan di instansi penerima, guru besar dari perguruan tinggi lain, pakar dari asosiasi bidang ilmu pengetahuan yang bersangkutan dari dalam dan luar negeri (outside examiner), pakar dari instansi penelitian lain, dan perwakilan perguruan tinggi (rektorat dan departemen lain dalam satu fakultas).
Agar diperoleh hasil dengan netralitas tinggi, biasanya jumlah reviewer pihak dalam dan luar perguruan tinggi harus seimbang. Dengan demikian, guru besar yang terpilih pasti mempunyai reputasi yang mendunia, dan pada akhirnya dapat mengangkat nama perguruan tinggi dan negara.
Jurnal bereputasi dan peran asosiasi kepakaran
Jurnal bereputasi internasional biasanya jurnal yang dikelola di bawah suatu asosiasi ilmiah walau penerbitnya sering dikelola oleh penerbit atau publisher terkenal. Dengan demikian, sistem review di bawah kendali dan pengelolaan oleh dewan editor (editor board) yang terseleksi sesuai bidangnya yang terdiri dari editor-in-chief dan co-editor anggota dari asosiasi kepakaran tersebut yang pemilihannya sangat ketat sesuai dengan keahliannya dan dibuktikan oleh jumlah dan dampak (impact) dari publikasi dan kepakarannya.
Sementara jurnal yang diterbitkan di bawah pengelolaan suatu universitas, bahkan terkadang oleh setingkat departemen saja, biasanya diklasifikasikan sebagai buletin atau setingkatnya, dan artikel ilmiah yang diterbitkan di buletin oleh universitas ini tidak dapat digunakan sebagai bahan untuk seleksi pengangkatan pengajar dan peneliti, khususnya profesor atau guru besar berstandar internasional.
Para reviewer internasional biasanya sangat hati-hati menyeleksi publikasi atau artikel ilmiah yang diterbitkan oleh jurnal-jurnal yang dikelola perguruan tinggi, dan mengklasifikasikan publikasi itu sebagai artikel buletin saja.
Nilai obyektivitas dan kualitas review dapat dijaga dengan melibatkan peran asosiasi kepakaran atau ilmu pengetahuan. Pelibatan asosiasi kepakaran juga akan meningkatkan kegiatan budaya penelitian di masyarakat kita, dan jurnal di bawah asosiasi ini berlaku di seluruh dunia, sehingga dapat mengangkat mutu karier para peneliti dan pengajar Indonesia.
Menuju kiprah di dunia
Jika kita mengharapkan dan mengusahakan bersama agar Indonesia bisa menjadi negara maju secepatnya, kita perlu secepatnya mengubah cara penilaian pengajar, khususnya tingkatan guru besar, secara transparan, akuntabel, obyektif, dan netral.
Dengan begitu, masalah-masalah seperti yang terjadi akhir-akhir ini dapat kita hindari bersama. Para pemangku kebijakan diharapkan tidak hanya melihat dari jurnal dalam negeri yang sudah terindeks Scopus dan Sinta, tetapi diharapkan mengawasi juga apakah jurnal-jurnal tersebut di bawah asosiasi kepakaran atau tidak. Hal ini agar makalah yang terpublikasi di Indonesia dapat memberikan dampak kepada ilmu pengetahuan dan teknologi di dunia, serta para peneliti dan pengajar kita juga laku dan dapat berkiprah nyata secara internasional.
Jangan sampai semua bersusah payah melakukan penelitian, akhirnya terbit di jurnal yang di dunia hanya diakui sebagai terbitan buletin pada saat para pengajar dan peneliti kita akan berkiprah lanjut di dunia.
Baca juga : Reorientasi Publikasi Akademisi Indonesia
Kolaborasi internasional dengan melibatkan peneliti dan pengajar asing dalam kegiatan penelitian dan pengajaran di Indonesia juga dapat mempercepat dan meningkatkan pengalaman para peneliti dan pengajar kita untuk menuju standar dunia. Demikian juga pelibatan mereka dalam pengelolaan jurnal-jurnal dalam negeri di bawah asosiasi kepakaran.
Publikasi artikel ilmiah di jurnal internasional membutuhkan biaya yang cukup besar, program dukungan pembiayaan dari pemangku kebijakan juga diperlukan untuk keberlanjutan mutu publikasi dari Indonesia. Demikian juga skema pembiayaan dari kolaborasi penelitian dengan pihak industri dan instansi swasta juga menjadi bentuk promosi baru, di mana hal ini harus menjadi kesadaran bersama sebagai bentuk pengangkatan nama industri dalam negeri ke kalangan internasional.
Mari kita bersama-sama mengangkat kualitas keluaran penelitian yang orisinalitasnya tinggi dan insan pendidikan Indonesia bisa memenuhi, bahkan melebihi, standar internasional.
Josaphat Tetuko Sri Sumantyo Guru Besar Universitas Chiba, Jepang, dan UNS; Anggota Biasa Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia; Dewan Pakar Ikatan Alumni Program Habibie