Jangan Lengah, Waspadai Kenaikan Mobilitas pada Akhir Tahun
Merebaknya varian baru Omicron menjelang Natal dan Tahun Baru mengingatkan pemerintah dan publik agar tidak lengah dan cepat berpuas diri. Lonjakan kasus Covid-19, seperti pertengahan tahun ini, jangan sampai terulang.
Oleh
Deonisia Arlinta, Melati Mewangi, Stefanus Osa Triyatna
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sekalipun sudah ada imbauan untuk mengurangi mobilitas selama Natal dan Tahun Baru, tidak sedikit warga yang berencana bepergian selama periode tersebut. Potensi lonjakan mobilitas pada masa libur akhir tahun ini perlu diantisipasi dengan memperkuat pengendalian mobilitas orang dan memperketat pengawasan protokol kesehatan.
Berdasarkan survei Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Perhubungan (Kemenhub), potensi pergerakan masyarakat pada masa Natal 2021 dan Tahun Baru 2022 mencapai 7,1 persen atau sekitar 11 juta orang. Khusus di wilayah Jabodetabek, potensi pergerakannya sebesar 2,3 juta orang.
Potensi mobilitas masyarakat itu juga terlihat dari hasil jajak pendapat Litbang Kompas pada 7-9 Desember 2021. Dari total 515 responden yang dimintai pendapat, sebanyak 79,9 persen responden menyatakan tidak berencana bepergian selama periode Natal dan Tahun Baru, sementara 18,7 persen responden masih berencana melakukan perjalanan.
Meski sudah ada imbauan untuk membatasi pergerakan, masyarakat yang memilih bepergian pada akhir tahun, antara lain, beralasan mereka merasa aman karena sudah divaksinasi (35,9 persen), menjalankan tradisi untuk berlibur selama Natal dan Tahun Baru (23 persen), serta merasa pandemi Covid-19 sudah tidak berbahaya (16 persen).
Ketua Ikatan Ahli Masyarakat Indonesia Ede Surya Darmawan saat dihubungi di Jakarta mengatakan, transmisi virus penyebab Covid-19 masih terjadi di tengah masyarakat. Meskipun kasus baru yang dilaporkan saat ini terbilang rendah, potensi penularan masih ada. Potensi mobilitas yang meningkat pada masa Natal dan Tahun Baru pun bisa menyebabkan penularan meluas.
Masyarakat yang memilih bepergian pada akhir tahun, antara lain, beralasan mereka merasa aman karena sudah divaksinasi, sudah tradisi untuk berlibur saat Natal dan Tahun Baru, serta merasa Covid-19 sudah tidak berbahaya.
”Kemampuan deteksi kita masih belum optimal. Jadi, yang paling memungkinkan ialaha menjalankan protokol kesehatan, termasuk membatasi mobilitas dan menghindari kerumunan. Seseorang bisa berpotensi membawa virus sehingga akan berbahaya ketika bertemu dengan orang lain di daerah yang tingkat vaksinasinya masih rendah,” ujarnya, Selasa (21/12/2021).
Ede mengatakan, kasus baru varian Omicron yang telah teridentifikasi di Indonesia perlu dijadikan pengingat untuk meningkatkan kewaspadaan pada penularan Covid-19. Lonjakan kasus akibat varian baru itu tentu tidak diharapkan terjadi di masyarakat. Oleh karena itu, upaya pemerintah untuk meningkatkan deteksi, karantina, dan pembatasan pergerakan masyarakat amat diperlukan.
Mobilitas tinggi
Juru Bicara Kementerian Perhubungan Adita Irawati menilai, jika melihat tren kenaikan mobilitas masyarakat secara bulanan sejak Oktober 2021, masyarakat bisa saja sudah melakukan perjalanan lebih dulu sebelum Natal dan Tahun Baru.
Ia memperkirakan, potensi kenaikan mobilitas orang di momen akhir tahun akan tetap tinggi, khususnya di dalam kota. Namun, pemerintah tidak akan melakukan pelarangan mobilitas, tetapi akan lebih fokus pada upaya pengawasan dan pengetatan protokol kesehatan.
Untuk mengantisipasi lonjakan di perkotaan, Kemenhub meminta kepada dinas perhubungan di setiap provinsi untuk menerapkan kebijakan ganjil genap secara situasional, khususnya di waktu-waktu sibuk, serta rekayasa lalu lintas lainnya.
Selain itu, meminta kepada semua operator prasarana transportasi untuk mengawasi penerapan protokol kesehatan, baik saat keberangkatan, perjalanan, maupun kedatangan penumpang.
Terkait dengan perilaku masyarakat yang menghindari bepergian di momen akhir tahun, sosiolog Universitas Gadjah Mada, Arie Sujito, menilai, hal itu menunjukkan pola pikir masyarakat sudah lebih rasional dalam menghadapi risiko penularan Covid-19. Kemungkinan besar, mereka berkaca dari lonjakan kasus yang terjadi pada pertengahan tahun 2021 akibat merebaknya varian Delta.
Kenekatan bertemu keluarga di tengah pandemi dan momen libur hari raya dapat memicu penularan virus kepada orang-orang di lingkungan terdekat, bahkan sampai merenggut nyawa. Hal itu tampak dari tingginya angka kasus Covid-19 dan tingkat kematian pada periode Juni-Agustus 2021 lalu, beberapa saat setelah momen hari raya Lebaran.
”Masyarakat memetik pelajaran berharga, lalu mencoba beradaptasi dari peristiwa di sekitar sehingga tumbuh kesadaran untuk meminimalkan risiko penularan Covid-19,” ucap Arie.
Menurut Arie, pemerintah tak boleh lengah dan berpuas diri meski angka kasus Covid-19 menurun dan kesadaran masyarakat mulai tumbuh. Hal ini guna mencegah potensi peningkatan mobilitas dan kasus Covid-19 yang mungkin terjadi setiap menjelang libur panjang.
Vaksinasi bukan jaminan
Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Langsung Kementerian Kesehatan Siti Nadia Tarmizi menyampaikan, dua pasien terkonfirmasi positif varian Omicron kembali terdeteksi di Indonesia. Dengan begitu, total kasus positif varian Omicron di Tanah Air kini menjadi lima kasus.
Satu kasus di antaranya merupakan kontak erat dari kasus positif M, yang baru tiba dari Inggris. Sementara satu kasus lainnya merupakan pelaku perjalanan luar negeri dari Inggris, tetapi dengan menggunakan pesawat yang berbeda dari kasus sebelumnya.
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengatakan, upaya pengendalian Covid-19 dilakukan secara komprehensif. Pembatasan dan pengawasan pada pintu masuk negara terus diperkuat. Selain itu, pelacakan, tes, dan vaksinasi juga ditingkatkan dan diperluas.
Masyarakat pun diimbau untuk disiplin menjalankan protokol kesehatan. Vaksinasi harus dipahami sebagai salah satu upaya untuk mengurangi risiko penularan Covid-19, bukan satu-satunya cara untuk mencegah penyakit menular tersebut.
”Perlu diperhatikan bahwa netralisasi virus pasca-infeksi dan imunisasi bisa menurun terhadap Omicron dibandingkan dengan varian lain sehingga ada kemungkinan besar beberapa orang yang sudah divaksinasi lengkap ataupun sudah mendapat vaksin booster tetap bisa tertular Omicron,” ujarnya.
Ada kemungkinan besar beberapa orang yang sudah divaksinasi lengkap ataupun sudah mendapat vaksin booster tetap bisa tertular Omicron.
Hal serupa disampaikan juru bicara Satuan Tugas Penanganan Covid-19, Wiku Adisasmito. Menurut dia, vaksinasi bukan faktor tunggal untuk mencegah penularan Covid-19. Hal itu dibuktikan dari kasus penularan yang terjadi di luar negeri.
Amerika Serikat, misalnya, memiliki cakupan vaksinasi dosis lengkap sebesar 61 persen. Begitu pula Korea Selatan yang cakupan vaksinasi dosis lengkapnya hingga 92 persen. Namun, kedua negara itu tetap mengalami kenaikan kasus, terutama dengan adanya penularan dari varian Omicron.
”Vaksin memang besar manfaatnya untuk mencegah keparahan hingga kematian. Namun, penularan hanya dapat dicegah dengan disiplin protokol kesehatan dan kebijakan perjalanan internasional yang tepat,” ujar Wiku.
Oleh karena itu, protokol kesehatan masyarakat harus terus ditingkatkan. Saat ini masih ada 1.948 desa/kelurahan atau 22,69 persen desa atau kelurahan yang dilaporkan tidak patuh memakai masker dan 23,24 persen desa/kelurahan yang tidak patuh menjaga jarak.