Perancang busana Denny Wirawan merilis koleksi terbarunya yang menggunakan material batik Kudus, Niti Senja, pada Kamis (2/12/2021) di Bali Room Hotel Indonesia Kempinski, Jakarta.
Oleh
Dwi As Setianingsih
·5 menit baca
Senja hangat Jakarta menjadi inspirasi koleksi terbaru karya perancang busana Denny Wirawan bertajuk ”Niti Senja”. Denny, yang dikenal konsisten menggarap kain Nusantara, menyuguhkan kehangatan senja Jakarta dalam olahan Batik Kudus bercita rasa urban yang sarat eksplorasi. Di tangan Denny, batik Kudus terus berevolusi menuju jenjang lebih tinggi.
Niti Senja yang dirilis pada Kamis (2/12/2021) di Bali Room Hotel Indonesia Kempinski Jakarta adalah bukti eksplorasi Denny Wirawan pada batik Kudus yang tak putus. Meski sempat tertunda karena pandemi Covid-19, Denny akhirnya berhasil merilis koleksi terbarunya itu bergandengan dengan Bakti Budaya Djarum Foundation.
Denny dan Bakti Budaya Djarum Foundation adalah duet yang sejak lama bercita-cita mengembangkan batik Kudus agar mampu tampil dan bersaing di level lokal, nasional, hingga internasional. Beberapa pergelaran busana Denny yang mempresentasikan batik Kudus adalah Pasar Malam, Jakarta (2015), Padma, New York Fashion Week (2016), Wedari, Jakarta (2017), Batik for the World, UNESCO, Paris (2018), dan Thai Silk Fashion Week, Bangkok, Thailand (2019).
Tahun ini, Denny mengusung Niti Senja. Koleksi tersebut telah dipersiapkan sejak tahun 2019. Karena pandemi, Niti Senja baru bisa dirilis Desember 2021, mundur dari rencana semula pada September 2021, disesuaikan dengan tibanya musim gugur di luar negeri. Musim gugur adalah waktu yang nyaman untuk berada di luar ruang, termasuk menikmati pergantian waktu menuju senja yang hangat.
”Niti Senja ini istilahnya welcoming sunset karena saya merencanakan pergelaran kali ini tuh outdoor. Ya sebetulnya ini kembali lagi ke protokol kesehatan (prokes). Karena pandemi kan kita harus jaga jarak sehingga lebih baik di luar ruang, mencari venue yang benar-benar pas,” tutur Denny.
Penerapan PPKM membuat Denny terpaksa mengubah rencana pergelaran di luar ruang karena Desember biasanya sudah memasuki musim hujan. ”Masuk lagi kita ke dalam. Tapi ya udah temanya udah telanjur, saya enggak ganti lagi. Secara koleksi juga tadinya dipersiapkan untuk outdoor,” kata Denny.
Niti Senja terdiri dari 44 set busana perempuan dan pria yang hadir dalam koleksi rancangan bergaris modern yang merepresentasikan gaya hidup warga urban yang aktif, namun tetap simpel (praktis) dan elegan. Motif-motif khas batik Kudus kali ini tampil lebih modern, senapas dengan garis rancangan yang bernuansa urban.
Ciri khas Denny tetap terasa di koleksi Niti Senja. Garis rancangannya tegas dan rapi, tetap memunculkan kesan elegan dan mewah, berpadu dengan koleksi perhiasan Epa Jewel yang berkelas.
Untuk busana perempuan, Denny banyak menyuguhkan gaya tumpuk menggunakan jaket-jaket panjang, jaket pendek ala jaket kulit pesepeda motor, kulot, rok model A line, rok lipit, serta mini dress yang manis dengan aksen lipit di bagian lengan. Untuk busana pria, Denny menampilkan celana model 7/8 yang sporty, kemeja tangan panjang yang ditumpuk dengan luaran modis atau jaket berkantong lebar.
Seperti senja yang hangat, Denny bermain-main di wilayah warna senja seperti oranye lembut, hijau lumut, khaki, dan emas. Untuk menggambarkan suasana metropolitan yang padat, Denny menggunakan warna hitam dan putih. Perhatikan bagaimana batik warna hitam putih tampil menarik pada rancangan-rancangan Denny. Bahan-bahan yang digunakan antara lain katun modern (modern cotton), sutra (silk), dan linen.
”Saya mungkin lebih global seperti yang udah saya tampilkan di warna beige, hitam, khaki, kemudian juga army green. Itu warna-warna favorit saya. Untuk trennya, saya enggak begitu paham dan enggak begitu peduli, batiknya yang lebih saya tonjolin,” kata Denny.
Batik cap
Berbeda dengan rancangan-rancangan sebelumnya di mana Denny kerap menggunakan batik tulis, kali ini Denny sengaja menggunakan batik cap agar rancangannya lebih terjangkau dari sisi harga. Di sisi lain, Denny juga ingin menunjukkan bahwa meski menggunakan batik cap, eksplorasinya pada Batik Kudus terus berjalan tanpa putus. Kali ini bahkan semakin eksploratif.
Denny, misalnya, meletakkan beberapa motif batik Kudus sekaligus dalam selembar kain. Seperti motif beras kecer, banji, sisik, dan kembang kopi. Denny mencoba mengajak para pembatik Kudus menciptakan motif baru yang lebih kekinian, berangkat dari motif batik tulis yang berkembang di Kudus.
”Saya bersama tim mencoba mengarahkan pembatik untuk membuat motif batik yang lebih kekinian, lebih keren, yang bisa diterima enggak hanya lokal di Kudus, tapi juga ke tingkat nasional, bahkan semoga sampai internasional. Hasilnya adalah penggabungan dari beberapa motif yang memang menjadi ciri khas Kudus,” ungkap Denny.
Meski menggunakan teknik cap, menggabungkan berbagai motif batik ke dalam satu lembar kain bukan hal mudah. Denny mengakui prosesnya cukup rumit. Namun, Denny menganggapnya sebagai tantangan.
Pertama, pembatik lebih dulu membuat motif banji, yang menjadi bingkai untuk motif-motif lainnya seperti motif sisik. Pada sisi yang lain bingkai diisi dengan motif anggrek yang lebih modern, juga motif lain seperti kembang kopi dan lain sebagainya.
”Penggabungan bermacam-macam motif di selembar kain itu menjadi tantangan tersendiri, supaya peletakannya, layout-nya berbeda. Biasanya kalau batik cap kan satu motif. Satu kain rata dan ya udah monoton. Kita coba me-layout yang beda, yang kira-kira kalau dipakai lebih seru,” ujar Denny.
Denny dan timnya menggunakan hitungan matematika agar motif-motif batik yang beragam itu bisa tampil pas dan manis di satu lembar kain. ”Di kain yang misalnya 2 meter, per kotak 60 cm jadi dapetnya berapa. Tantangannya di situ ternyata. Waktu mau dipotong jadi baju juga mumet. Ya ampun saya yang bikin juga yang pusing. Tapi, ya, harus bisa,” ujar Denny seraya terbahak.
Dia menyebut motif baru tersebut sebagai motif penggabungan, mengusung kearifan lokal. Tidak untuk menabrak pakem, tetapi Denny melihatnya sebagai upaya untuk menampilkan sisi kekiniannya agar menjadi lebih modern. Terkait hal itu, mereka sebelumnya berkonsultasi dengan pembatik senior di Kudus dan mengatakan hal tersebut bukan masalah.
”Semoga bisa diterima. Tujuannya memang untuk pembatiknya sendiri, jadi kita itu membuat motif yang dikembalikan lagi kepada perajin, perajin dibebaskan untuk berkreasi dan kita arahkan,” kata Denny. Selain menonjolkan beragam motif batik dalam selembar kain, Denny juga mengaplikasikan bordir berupa Rumah Kudus dan anggrek, aksen manik-manik serta lipit yang menarik.
Program Director Bakti Budaya Djarum Foundation, Renitasari Adrian menambahkan, penggabungan beberapa motif batik dilakukan untuk koleksi Niti Senja karena motif batik Kudus dirasakan monoton. Dengan memberikan tantangan dan membebaskan para pembatik untuk berkreasi, diharapkan muncul keragaman motif yang bisa dinikmati para pencinta batik.