Jurnalis dan Pengamat Musik Bens Leo Berpulang
Pengamat musik Bens Leo meninggal dunia, Senin (29/11/2021) karena Covid-19.
JAKARTA, KOMPAS — Pemerhati musik Tanah Air Benedictus Benny Hadi Utomo atau yang dikenal dengan nama Bens Leo meninggal dunia pada Senin (29/11/2021) pukul 08.24. Bens meninggal pada usia 69 tahun di Rumah Sakit Fatmawati, Jakarta, akibat terpapar Covid-19.
Kabar meninggalnya Bens tersebut dibenarkan oleh teman dan sahabat dekat almarhum, yaitu Dion Momongan. Senin siang, jenazah diberangkatkan dari Rumah Sakit (RS) Fatmawati menuju Tempat Pemakaman Umum Menteng Pulo, Jakarta.
Almarhum meninggalkan seorang isri, Pauline Endang Praptini, dan seorang anak, Addo Gustaf Putera. Keduanya juga sempat terpapar Covid-19 dan dirawat di rumah sakit yang sama, tetapi per Senin keduanya sudah dinyatakan negatif Covid-19.
Dion yang terakhir bertemu dengan Bens pada Kamis (11/11/2021) siang mengatakan, saat pertemuan itu kondisi Bens memang terlihat tidak sehat. Sebelumnya, Bens bersafari ke sejumlah kota, dari Papua hingga Solo. Aktivitas yang padat tersebut terlihat dalam unggahan-unggahan Bens di akun Instagram-nya.
Waktu ketemu itu Mas Bens memang terlihat enggak oke. Batuk-batuk dan mukanya pucat. Kebetulan saya sempat menanyakan langsung, ’Mas Bens kok kayaknya enggak sehat banget.’ Tapi beliau jawab, ’Enggak apa-apa.’
”Waktu ketemu itu Mas Bens memang terlihat enggak oke. Batuk-batuk dan mukanya pucat. Kebetulan saya sempat menanyakan langsung, ’Mas Bens kok kayaknya enggak sehat banget.’ Tapi beliau jawab, ’Enggak apa-apa.’ Kebetulan kami sempat ketemu dan makan bersama. Beliau memang saat itu memaksakan betul untuk ketemu. Biasanya enggak gitu-gitu amat. Jadi kami, saya dengan beberapa teman, dateng,” tutur Dion.
Kamis malam, karena kondisi kesehatan yang memburuk, Bens dibawa dan langsung dirawat di RS Fatmawati. Bens rupanya terkonfirmasi Covid-19. Dion yang mendapat kabar seminggu kemudian lantas tes dan mendapat hasil negatif.
Selama dalam perawatan, kondisi Bens naik turun. Seminggu lalu, saturasi oksigennya berada di angka 95. Bens juga masih kerap sesak dan sulit tidur. Namun, suhunya sudah turun di angka 37 derajat celsius.
Perkembangan kesehatan Bens itu dikabarkan oleh Dion melalui akun Instagram-nya. Dia juga meminta doa untuk kesembuhan Bens hingga akhirnya Bens mengembuskan napas terakhirnya pada Senin pagi. Sebagai informasi, Bens sudah menerima vaksin Sinovac sebanyak dua kali, yang kedua pada April 2021.
”Terpukul sekali. Saya berpikir enggak akan lama sakitnya karena Covid kan udah banyak yang sembuh juga. Ya kami optimistis aja sebelumnya. Tapi ternyata Tuhan berkehendak lain. Pertemuan Kamis lalu itu mungkin cara Mas Bens berpamitan ke kami, orang-orang terdekatnya,” ujarnya.
Dion mengenal Bens sejak tahun 1980-an. Keduanya pernah bekerja bersama di majalah News Musik sekitar tahun 1999. Kala itu Bens menjabat sebagai Pemimpin Redaksi, sementara Dion sebagai redaktur foto senior.
”Buat saya, Mas Bens itu lebih sebagai kakak, abang, ya sahabat yang baik bener. Udah lebih seperti keluarga. Kebetulan beliau terakhir yang memaksa pengin ketemu mintanya saya sama istri saya, jadi begitu dekatnya kami,” imbuh Dion.
Bens, ujar Dion, juga sosok yang sangat perhatian. Jiwa sosialnya sangat tinggi. ”Dia selalu membantu teman-teman yang kekurangan dalam hal apa pun, termasuk kesehatan. Karena kan istrinya dokter, jadi sering diarahkan untuk membantu juga,” kata Dion.
Sebagai jurnalis, Bens banyak memberikan arahan baik langsung maupun tidak langsung. Kebetulan, Dion juga pernah mengurus beberapa pergelaran seperti Jakarta Fair tahun 2002 dan 2003 dan banyak bekerja sama dengan Bens.
”Secara profesional, Mas Bens itu sosok yang tak pernah segan untuk berbagi informasi. Rekam jejak profesionalismenya sebagai seorang wartawan tercatat dalam buku yang baru saja diterbitkan oleh Bens. Judulnya, Bens Leo dan Aktuil–Rekam Jejak Jurnalisme Musik. Sebagai pemred ya bener-bener ngemong, leader yang sangat mengayomi,” ungkap Dion.
Berperan besar
Frans Sartono, mantan wartawan harian Kompas yang juga kerap terlibat bekerja sama dengan Bens, mengungkapkan, sebagai jurnalis dan pengamat musik, peran Bens dalam perjalanan musik di Tanah Air sangat besar. ”Misalnya ketika lagu ciptaan Rinto, Pance, dan lagu jenis Chrisye, Yockie Suryoprayogo, Eross Djarot, dan Addie MS apakah mereka bisa masuk satu klasifikasi lagu pop, Bens mengusulkan nama lagu pop untuk lagu Rinto dan kawan-kawan, sedangkan untuk lagu jenis Eross dan kawan-kawan dinamai pop kreatif,” ujar Frans.
Bens, imbuhnya, juga memoles nama band baru supaya lebih komersial. Misalnya ketika AKA bubar, personel mereka membuat grup TSAS. Oleh Bens, mereka disarankan menggunakan nama SAS, singkatan dari inisial 3 personelnya, Sunatha Tanjung, Arthur Kaunang, dan Syech Abidin. ”Nama SAS terbukti jos,” kata Frans.
Secara pribadi, Frans melihat sosok Bens sebagai pribadi yang ramah, terbuka, mau mendengar masukan atau pikiran orang, serta rendah hati. ”Misalnya rapat juri itu, dia tidak cari menang sendiri. Dia mau terima argumentasi juri lain,” ujar Frans.
Mudya Mustamin, jurnalis musik yang kerap bekerja sama dengan Bens dalam penjurian Anugerah Musik Indonesia, mengungkapkan, Bens adalah orang yang sangat baik. Dia juga selalu ramah kepada orang lain, termasuk kepada para yuniornya.
”Sebagai pengamat musik, tentunya sudah tidak diragukan karena beliau adalah satu dari sangat sedikit wartawan musik yang juga menjadi saksi langsung dari berbagai momentum terbaik perjalanan musik di Tanah Air selama 50 tahun terakhir,” kata Mudya. Sebagai jurnalis, Mudya juga pernah mewawancarai Bens panjang lebar terkait sejarah penghargaan musik di Indonesia.