Emmy Hafild, Pejuang Lingkungan Itu Telah Berpulang
Aktivis lingkungan hidup, yang juga pimpinan Nasdem, Emmy Hafild (63) meninggal di RS Pondok Indah, Jakarta, Sabtu (3/7/2021) malam. Selain aktivis lingkungan, Emmy juga aktif dalam penguatan pemberantasan korupsi.
Oleh
Tri Agung Kristanto
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS -- Aktivis lingkungan hidup, yang pernah menjadi Direktur Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Nurul Almy Hafild (63), atau Emmy Hafild, Sabtu (3/7/2021) meninggal di Rumah Sakit (RS) Pondok Indah, Jakarta, setelah sebelumnya sakit kanker paru-paru. Emmy, yang juga pernah memimpin Greenpeace Asia Tenggara meninggalkan suami Dhana Dharsono dan dua orang anak.
Sesuai pemberitahuan keluarga, Emmy Hafild akan dimakamkan di Tempat Pemakaman Umum (TPU) Tanah Kusir pada Minggu (4/7/2021) pukul 10.00 WIB. Berangkat dari rumah duka di Jalan Kenanga No. 39 Bintaro, Jakarta. Pemakaman akan dilakukan dengan mengutamakan protokol kesehatan, dan akan lebih baik jika kerabat, sahabat, dan keluarga mengirimkan doa dari tempat tinggalnya masing-masing.
"Kanker paru-paru itu sudah beberapa bulan dilawannya dengan penuh semangat. Nasdem kehilangan salah seorang tokoh penting dalam pergerakan," jelas fungsionaris Partai Nasdem Hermawi Taslim di Jakarta, Sabtu (3/7) malam. Selain aktif di berbagai gerakan serta pernah menjadi penasihat di Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup, Emmy Hafild tercatat sebagai Ketua Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Nasdem.
Emmy juga aktif dalam upaya penguatan pemberantasan korupsi di negeri ini. Tahun 2015 misalnya, ia juga terlibat dalam aksi menolak upaya pelemahan terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melalui revisi atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK. ”Kami meminta DPR membatalkan pengajuan revisi UU KPK,” kata salah satu aktivis GAK (Gerakan Anti-Korupsi), Emmy Hafild. GAK akan mendata anggota DPR yang menyetujui pelemahan KPK melalui rencana revisi UU KPK. (Kompas, 10/10/2015)
Kanker paru-paru itu sudah beberapa bulan dilawannya dengan penuh semangat. Nasdem kehilangan salah seorang tokoh penting dalam pergerakan.
"Kak Emmy memberikan warna tersendiri di DPP Nasdem. Ia lugas, apa adanya, teguh pada prinsip, dengan wawasan yang sangat luas," imbuh Hermawi lagi.
Menurut Hermawi, beberapa hari lalu Emmy Hafild mengirimkan pesan WhatsApp (WA) kepadanya, yang menggambarkan kondiri kesehatannya. Pesannya itu berbunyi, "Kalau kelelahan dan otak jalan terus, akhirnya tidur terganggu malam. Pengidap kanker itu tidurnya harus teratur, minimum 7 jam, adrenalin nggak boleh tinggi. Adrenalin saya tinggi, harus diturunkan total. Baru Jumat malam saya bisa tidur bagus. Udah 2 minggu tidur tapi otak jalan...."
Hermawi menuturkan, sebagai pimpinan Nasdem, Emmy Hafild selalu menyemangati kader dan pengurus lainnya untuk mengabdikan diri kepada rakyat, bangsa, dan negara. "Kami senantiasa akan selalu merindukanmu. Selamat jalan sahabat," katanya.
Emmy Hafild lahir di Sumatera Utara, 3 April 1958. Ia sejak kecil menyerukan keadilan dan antidiskriminasi. Ia yang hidup di dekat kawasan perkebunan, melihat ketidakadilan itu saat berbagai fasilitas di perkebunan hanya boleh dinikmati oleh keluarga pegawai perkebunan. Saat kuliah di Institut Pertanian Bogor (IPB), ia pun aktif dalam berbagai aksi dan organisasi yang mengkritisi pemerintahan Orde Baru.
Lulus dari jurusan Agronomi IPB, Emmy Hafild memperoleh gelar master dari Universitas Wisconsin, Amerika Serikat dalam bidang Ilmu Lingkungan tahun 1994. Ia juga bergabung di Yayasan Indonesia Hijau. Emmy juga pernah mendapatkan penghargaan Hero of The Planet dari majalah Time, karena keberaniaannya dalam mengkritisi Freeport Indonesia dalam penambangan di Papua.
Dalam dokumentasi Harian Kompas, Emmy Hafild terakhir dikutip terkait polemik perlindungan orangutan tapanuli dan pengembangan energi baru terbarukan di Sumut. Ia menyatakan, berdasarkan peta tutupan lahan, sebagian besar ekosistem Batang Toru merupakan area hutan lindung dan kurang dari 10 persen yang masuk area penggunaan lain (APL). APL ini kerap menjadi konflik berkepanjangan sejumlah pihak, karena kawasan tersebut bertujuan untuk kegiatan ekonomi. (Kompas, 14/7/2020)
Selain menjadi aktivis dan narasumber berbagai media dan kegiatan pemikiran, Emmy Hafild juga beberapa kali menuliskan pemikirannya di harian Kompas dan berbagai media yang lain.