Selamat Jalan Abah Baron
Wartawan Kompas, Dwi As Setianingsih, menceritakan pengalamannya saat bekerja bersama Aria Baron menyiapkan konser para gitaris untuk penggalangan dana bagi korban bencana alam di Bentara Budaya Jakarta.
Aria Baron Suprayogi. Orang mengenal Baron, atau di kalangan terdekatnya akrab disapa Abah, adalah seorang gitaris. Namanya lekat dengan band GIGI yang kini beranggotakan Armand Maulana, Dewa Budjana, Thomas Ramdhan, dan Gusti Hendy.
Sebelumnya, Baron tercatat sebagai gitaris GIGI saat GIGI merilis album pertama dan kedua GIGI, yaitu Angan (1994) dan Dunia (1995). Baron keluar dari GIGI untuk mengambil gelar Master Communication Arts, Advertising, di New York Institute of Technology, Amerika Serikat. Setelah kembali dari AS, Baron sempat sibuk di dunia advertising. Namun, musik tetap menjadi panggilannya.
Lima tahun terakhir, Baron kembali ”terlibat” dengan GIGI. Tidak lagi menjadi personel band, tetapi mengurusi aspek manajerial GIGI. Di luar itu, Baron punya proyek musik bersama Six Strings yang beranggotakan Baron, Dewa Budjana, Baim, Eros Candra, dan Tohpati.
”Ternyata orang itu kalau sudah bermusik enggak akan bisa meninggalkan musik. Tetep aja ada rasa kangen,” ujar Baron dalam kesempatan wawancara dengan Kompas di kediaman Baron di kawasan Jakarta Selatan pada Rabu (11/12/2019). Itulah alasan mengapa Baron kembali lagi ke dunia musik, terutama mengurusi GIGI.
Di sisi lain, Baron juga memendam kegelisahan tentang persoalan hak cipta karya musik di Tanah Air. Dia melihat musisi di Tanah Air belum diperhatikan dalam hal ini. Sangat berbeda situasinya dengan nasib musisi di luar negeri. ”Mereka industrinya udah jalan. Kalau kita? Apa bisa dibilang kita punya industri musik kalau begini,” lontar Baron.
Beberapa tahun terakhir, energi Baron juga terfokus untuk kampanye penghargaan hak cipta untuk para musisi di Tanah Air. Obrolan kami hari itu pun tak jauh-jauh dari soal hak cipta.
Sore itu, Jakarta diguyur hujan deras. Kami duduk di teras kediaman Baron, mengobrol sembari menikmati hujan dan bakso yang mengepul panas serta jajanan tradisional yang disediakan istri Baron, Febrina. Selama kami mengobrol, segelas jus berwarna merah muda sudah diisi ulang sebanyak dua kali.
”Ini jus jambu merah. Tapi enggak pakai gula, ya. Aku, kan, diabetes. Jadi harus ngurangi gula,” katanya kala itu menjelaskan jus kesukaannya. Kala itu, Baron sudah didiagnosis mengidap diabetes lebih kurang selama satu tahun. Sejak itu, Baron bertekad mengubah pola hidupnya menjadi lebih sehat, juga ingin lebih rajin berolahraga.
Selama mengobrol, Baron berkali-kali bangkit dari kursinya. Mengajak bicara seekor kucing malang, sepertinya buta, yang baru saja diambil dari jalanan dan menjadi penghuni baru di rumahnya.
Nada bicaranya seperti nada orang tua yang mengajak bicara seorang bayi. Tersirat rasa sayang yang dalam kepada makhluk malang itu. Sesekali dia mengelus sang kucing yang tampak sedang tak nyaman.
Dia juga tak risih saat sang kucing membuang kotoran. Dengan santai, Baron justru mempersilakan sang kucing untuk menunaikan hajatnya. ”Duh pinternya,” ujar Baron sembari mengelus sang kucing yang mengikuti instruksinya membuang hajat di litter box yang disediakan.
Sungguh sebuah pemandangan yang kontras. Gitaris rock yang kerap tampil dengan gaya dandanan sangar itu rupanya berhati lembut, seorang penyayang binatang. Tapi, seperti itulah Baron yang sesungguhnya. Mengikuti jejak sang kakek yang kerap disebut Baron sebagai seorang nasionalis, begitu pula Baron.
Pada hatinya yang penuh welas asih, Baron pun seorang nasionalis. Saat banyak peristiwa memilukan terjadi di Tanah Air, seperti bencana alam, Baron selalu ada di barisan terdepan untuk ambil bagian. Bersama para gitaris Tanah Air, komunitasnya, Baron menggalang donasi bagi para korban bencana alam.
Konser penggalangan dana
Dimulai pada tahun 2010. Bersama gitaris papan atas Indonesia, Baron menggalang dana bagi para korban bencana alam erupsi Gunung Merapi, banjir bandang Wasior, dan tsunami di Mentawai. Acara bertajuk ”Dari Gitaris untuk Indonesia” itu digelar pada Jumat (5/11/2010) di Bentara Budaya Jakarta. Belasan gitaris terlibat dalam acara ini.
Tahun 2014, aksi tersebut diulang kembali saat terjadi banjir di Jakarta; Manado, Sulawesi Utara; dan letusan Gunung Sinabung di Sumatera Utara. Gitaris yang terlibat bertambah hingga 47 orang, di antaranya gitaris senior Ian Antono, Jubing, Eet Sjahranie, Toto Tewel, Mus Mujiono, Tohpati, Piyu, Kin ”The Fly”, John Paul Ivan, Jikun, Marshal ”Ada Band”, Gugun, dan Ovy ”/rif”. Motor penggeraknya selain Baron juga Dewa Budjana dan Oppie Andaresta.
Tahun 2018, konser serupa kembali digelar. Kali ini untuk menggalang dana bagi korban bencana di Sulawesi Tengah dan Lombok, Nusa Tenggara Barat. Penggeraknya, lagi-lagi Baron, Dewa Budjana, dan Oppie Andaresta.
Gitaris yang terlibat makin banyak, mulai dari gitaris muda seperti Iga Massardi, Gerald Situmorang, hingga gitaris senior seperti Ian Antono. Ini bukti betapa tingginya kepedulian para gitaris/musisi terhadap situasi bangsa.
”Kami musisi. Bukan berarti kami enggak peduli. Konser-konser penggalangan dana ini adalah bentuk kepedulian kami terhadap situasi bangsa dan negara,” kata Baron, selalu, setiap kali mempersiapkan konser amal. Acara didukung DSS Sound System dan Ria Martha dari Q+ Production, diperkuat Indonesia Crew Band.
Menggalang konser amal yang melibatkan banyak gitaris juga pihak lainnya tentu bukan hal mudah. Rapat-rapat serius digelar demi kelancaran acara. Baron pun tak pernah alpa. Dengan penuh semangat, Baron selalu hadir, ditemani Budjana dan Oppie.
Sikapnya yang santai, ramah, dan penuh canda selalu berhasil menghidupkan suasana. Rapat-rapat pun berlangsung meriah. Tetapi, pekerjaan selalu beres. Tak ada yang sulit bila ada Baron, terutama urusan berkoordinasi dengan para gitaris yang jumlahnya cukup banyak dengan jadwal yang tentu juga berbeda-beda. ”Tenang aja, nanti Abah itu,” kata Oppie di antara rapat menjelang konser amal tahun 2018.
Salah satu yang sangat khas Baron adalah seleranya pada makanan dan minuman yang terhidang saat rapat. Matanya selalu berbinar setiap kali ada makanan dan minuman terhidang.
”Kalau Baron, yang ada enak dan enak banget,” kata Budjana setiap kali melihat ”aksi” Baron yang selalu bersemangat mengudap camilan. Yang disindir selalu hanya merespons dengan cengiran yang khas, tapi tak menghentikan aksinya menikmati sajian makanan. Tak pernah Baron tampak kesal atau marah.
Ringan hati dan ringan tangan untuk membantu sepertinya sudah ada pada diri Baron. Komitmennya pada hal-hal seperti itu tampak sudah sangat melekat.
Membuat tempe
Begitu pun saat Baron diminta untuk membuat tempe yang akan dilelang di konser amal tahun 2018 itu. Bayangkan, seorang gitaris yang jari-jemarinya sangat berharga ketika memetik senar gitar tanpa sungkan turun tangan, bermain-main dengan kedelai.
Dengan santai, Baron mengikuti instruksi membuat tempe bersama gitaris Balawan dan Rama (Nidji) di Bentara Budaya Jakarta. Tanpa sungkan, Baron pun mencicipi kedelai yang akan dicampur dengan ragi, sementara Balawan dan Rama hanya ”nyengir” melihat tingkah Baron. ”Lho, ini enak, kok. Udah matang, kan?” ujarnya dengan senyum mengembang.
Tempe hasil tangan Baron, Balawan, dan Rama, malam itu, berhasil dilelang Rp 1 juta per kotak. Konser amal berhasil mengumpulkan Rp 3,6 miliar. Acara juga sukses membuat penonton bersukacita menyaksikan aksi para gitaris yang semuanya pro bono alias tanpa dibayar sepeser pun itu. Semua berkat sosok Baron.
Baron, barangkali tak pernah menghitung berapa banyak kebaikan yang sudah dia lakukan dalam hidupnya. Tapi, kebaikan tak akan pernah melupakan pelakunya.
Saat kabar Baron terpapar Covid-19 dan dirawat, banyak kalangan bersama-sama menggelar doa bersama meski hanya digelar secara daring. Salah satunya ”Doa untuk Baron” yang digelar komunitas resimen mahasiswa Universitas Parahyangan tempat Baron pernah menjadi anggotanya semasa kuliah.
Dalam kesempatan itu, Budjana pun mengamini betapa banyak perhatian diberikan untuk Baron. Dia beberapa kali menghadiri doa bersama untuk Baron, termasuk yang digelar oleh komunitas musisi di Bali. Respons serupa juga terjadi saat ada pengumuman bahwa Baron membutuhkan plasma konvalesen. Yang datang membantu pun membeludak.
Sang istri, Febrina, juga mengungkapkan hal senada. Selama Baron dirawat, pesan yang masuk mendoakan kesembuhan Baron sangat banyak sampai dia kewalahan untuk membalas dan menyampaikan rasa terima kasihnya. ”Dari sini saya tahu, teman suami saya ini luar biasa banyak. Setiap pesan dan video yang dikirimkan sebisa mungkin saya sampaikan,” kata Febrina.
Semua upaya terbaik telah dilakukan, tetapi Tuhan berkehendak lain. Hari ini, Selasa (29/6/2021) pukul 10.15, Baron berpulang ke rumah Tuhan di usia 51 tahun.
Ucapan dukacita mengalir dari berbagai kalangan di tengah situasi pandemi Covid-19 yang juga tengah mengamuk. Menurut Budjana, almarhum akan dimakamkan di pemakaman Al Azhar, Karawang.
Selamat jalan Baron.