Konsultasi Hukum: Perbuatan Melawan Hukum
”Ghosting” bisa menjadi perbuatan melawan hukum (PMH) perdata jika ada kerugian yang diderita oleh salah satu pihak dan juga bisa menjadi PMH pidana.
Pengantar: Harian Kompas dan Dewan Pimpinan Nasional Perhimpunan Advokat Indonesia (DPN Peradi) bekerja sama untuk melakukan pendidikan hukum dan menumbuhkan kesadaran hukum dalam masyarakat, melalui konsultasi hukum yang dimuat di Kompas.id. Warga bisa mengajukan pertanyaan terkait persoalan hukum melalui e-mail: hukum@kompas.id dan kompas@kompas.id, yang akan dijawab oleh sekitar 50.000 anggota Peradi. Pertanyaan dan jawaban akan dimuat setiap hari Sabtu. Terima kasih
Pertanyaan:
Saya 100 persen awam tentang hukum. Tolong dijelaskan apa yang dimaksud hukum perdata, hukum pidana, melawan hukum, berkekuatan hukum. Tolong diberi contoh kasus agar mudah dipahami, terima kasih. (Yes Sugimo, Bandung)
Jawaban:
Oleh Advokat Riri Purbasari Dewi SH LLM MBA, Ketua Bidang Publikasi, Humas, dan Protokol DPN Peradi:
Terima kasih Pak Yes Sugimo dari Bandung yang telah berpartisipasi menyampaikan pertanyaan. Saya akan menjawab pertanyaan Bapak secara garis besar.
Hukum perdata adalah peraturan/ketentuan yang mengatur tentang hak dan kewajban berdasarkan adanya kebutuhan dan kepentingan perseorangan beserta segala akibat hukum yang timbul dari adanya hubungan hukum tersebut.
Beberapa ahli/pakar hukum memberikan definisi/pengertian tentang hukum perdata. Dalam bukunya berjudul Pokok-Pokok Hukum Perdata (halaman 9) Prof Subekti SH menyatakan, hukum perdata dalam arti luas meliputi semua hukum privat materiil, yaitu segala hukum pokok yang mengatur kepentingan-kepentingan perseorangan yang terdiri dari:
- Hukum tentang diri seseorang, memuat peraturan-peraturan tentang manusia sebagai subyek dalam hukum, peraturan-peraturan perihal kecakapan untuk memiliki hak-hak dan kecakapan untuk bertindak sendiri melaksanakan hak-haknya itu serta hal-hal yang memengaruhi kecakapan-kecakapan itu.
- Hukum keluarga, mengatur perihal hubungan-hubungan hukum yang timbul dari hubungan kekeluargaan, yaitu: perkawinan beserta hubungan dalam lapangan hukum kekayaan antara suami dan isteri, hubungan antara orangtua dan anak, perwalian dan curatele.
- Hukum kekayaan, mengatur perihal hubungan-hubungan hukum yang dapat dinilai dengan uang. Jika kita mengatakan tentang kekayaan seseorang, yang dimaksudkan ialah jumlah segala hak dan kewajiban orang itu, dinilai dengan uang.
- Hukum waris, mengatur hal ikhwal tentang benda atau kekayaan seorang jikalau ia meninggal. Juga dapat dikatakan, hukum waris itu mengatur akibat-akibat hubungan keluarga terhadap harta peninggalan seseorang.
Pakar hukum CST Kansil menjelaskan hukum perdata adalah rangkaian peraturan-peraturan hukum yang mengatur hubungan antarorang yang satu dengan yang lain, dengan menitikberatkan kepada kepentingan perseorangan (dikutip dari buku berjudul Pokok-Pokok Hukum Perdata).
Hukum perdata (privat) lebih menitikberatkan tujuan mengatur tentang hubungan antara orang per orang karena adanya kepentingan perseorangan. Ketentuan/aturan hukum perdata terdapat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPer) yang berdampak langsung hanya terhadap para pihak yang terikat/terkait dalam hubungan hukum tersebut dan tidak berakibat secara langsung pada kepentingan umum.
Contoh persoalan hukum perdata, antara lain kesepakatan pendiri perusahaan terkait dengan aset perusahaan, utang-piutang, atau persoalan pembagian warisan. Perjanjian terkait perkawinan dan perceraian juga menjadi ranah hukum perdata.
Adapun mengenai pengertian dari hukum pidana yang diatur dalam kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) adalah norma yang berisi keharusan dan larangan yang (oleh pembentuk undang-undang) telah dikaitkan dengan suatu sanksi berupa hukuman, yakni suatu penderitaan yang bersifat khusus.
Dengan demikian, hukum pidana merupakan suatu sistem norma yang menentukan suatu perbuatan/tindakan untuk melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu dengan akibat hukum dari perbuatan/tindakan tersebut apabila dilanggar akan menerima hukuman pidana yang dapat berbentuk hukuman atau sanksi (bisa berupa denda atau kurungan), misalnya perbuatan mencuri, pembunuhan, perampokan atau terorisme. Namun, mengenai terorisme agak berbeda, karena melakukan tindak kejahatannya berdasarkan motif agama, politik atau paham
Pakar hukum pidana, Moeljatno, yang dikutip oleh Eddy OS Hiariej dalam bukunya Prinsip-prinsip Hukum Pidana memberikan definisi hukum pidana sebagai berikut.
Hukum pidana adalah bagian dari keseluruhan hukum yang berlaku di suatu negara yang mengadakan dasar-dasar dan mengatur ketentuan tentang perbuatan yang tidak boleh dilakukan, dilarang yang disertai ancaman pidana bagi barang siapa yang melakukan. Kapan dan dalam hal apa kepada mereka yang telah melanggar larangan itu dapat dikenai sanksi pidana dan dengan cara bagaimana pengenaan pidana itu dapat dilaksanakan.
Sementara pakar hukum CST Kansil dalam bukunya Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia (halaman 257) menjelaskan, definisi hukum pidana adalah hukum yang mengatur tentang pelanggaran-pelanggaran dan kejahatan-kejahatan terhadap kepentingan umum, perbuatan mana diancam dengan hukuman yang merupakan suatu penderitaan atau siksaan.
Hukum pidana bertujuan untuk melindungi kepentingan umum, misalnya yang diatur dalam KUHP, yang memiliki implikasi secara langsung pada masyarakat secara luas (umum), di mana apabila suatu tindak pidana dilakukan, berdampak buruk terhadap keamanan, ketenteraman, kesejahteraan dan ketertiban umum di masyarakat.
Tentang perbuatan melawan hukum (PMH) ada dua kategori.
- PMH dalam hukum perdata
Dalam hukum perdata, perbuatan melawan hukum adalah segala perbuatan yang menimbulkan kerugian yang membuat korbannya dapat melakukan tuntutan terhadap orang yang melakukan perbuatan tersebut. Kerugian yang ditimbulkan dapat bersifat material ataupun imaterial. Atas perbuatan ini bagi korban dapat mengajukan langkah/tindakan hukum menuntut ganti rugi (gugatan atas dasar perbuatan melawan hukum). Sebagaimana dalam Pasal 1365 KUH Perdata, disebutkan:
”Tiap perbuatan yang melanggar hukum dan membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang menimbulkan kerugian itu karena kesalahannya untuk menggantikan kerugian tersebut.”
Ada tiga kategori perbuatan melawan hukum:
- Perbuatan melawan hukum karena kesengajaan. Contoh: Menyetel musik keras-keras untuk membuat bising tetangganya.
2. Perbuatan melawan hukum tanpa kesalahan (tanpa unsur kesengajaan maupun kelalaian). Contohnya pohon di rumah roboh dan menyebakan tembok tetangga rusak.
- Perbuatan melawan hukum karena kelalaian. Contohnya membakar sampah sehingga asapnya menyebabkan orang tidak dapat bernapas dan menjadi sakit. Bisa juga membakar sampah, karena kelalaiannya, membuat rumah tetangganya terbakar.
Di area hukum pidana, PMH terbagi menjadi dua, PMH formil dan PMH materiil. PMH formil adalah perbuatan yang dilarang dan diancam dengan hukuman oleh undang-undang. Sementara PMH materiil adalah perbuatan yang tidak dengan tegas dilarang dan diancam dengan hukum oleh undang-undang, tetapi bertentangan asas-asas umum yang berlaku.
PMH juga dikategorisasikan menjadi dua jenis merujuk pada rumusan pasal pidana yang mengaturnya. (i) PMH khusus, yakni merujuk pada rumusan pasal pidana yang secara jelas mencantumkan frasa ”melawan hukum”. (ii) PMH umum, yakni merujuk pada pasal pidana yang tidak mencantumkan frasa ”melawan hukum”, tetapi unsur melawan hukum dijadikan dasar pemidanaan.
Contoh PMH khusus adalah Pasal 372 KUHP yang rumusannya ”Barang siapa dengan sengaja dan melawan hukum memiliki barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang lain, tetapi yang ada dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan diancam karena penggelapan, dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak sembilan ratus rupiah.” Seorang bendahara perusahaan menggunakan uang perusahaan untuk kepentingannya sendiri, dan membuat laporan palsu.
Contoh PMH umum adalah Pasal 351 Ayat (1) KUHP yang rumusannya, ”Penganiayaan dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya dua tahun delapan bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp 4.500.” Seorang atasan yang memukuli anak buahnya, karena dianggap tak bisa menjalankan tugasnya, bisa termasuk PMH umum.
Contoh lain, beberapa waktu yang lalu di masyarakat ramai dibicarakan tentang fenomena ghosting atau hubungan yang digantung. Seorang pria yang menjalin hubungan dengan seorang wanita, dan tiba-tiba sang pria itu menghilang. Tak bisa dihubungi, tak ada komunikasi. Ghosting bisa menjadi PMH perdata, jika ada kerugian yang diderita oleh salah satu pihak dan juga bisa menjadi PMH pidana. Pada masa lalu pernah ada putusan dari hakim senior terkait kasus yang serupa dengan ghosting ini.
Terhadap pertanyaan Bapak yang hanya menyebutkan ”berkekuatan hukum”, hal ini berkaitan dengan putusan pengadilan. Istilah lain ”berkekuatan hukum” adalah putusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap (final), disebabkan oleh:
- putusan telah melalui proses tahapan langkah hukum di pengadilan tinggi (banding) maupun di Mahkamah Agung (kasasi);
- putusan yang telah diterima oleh kedua belah pihak yang berperkara (para pihak tidak lakukan langkah hukum lagi);
- putusan perdamaian;
- putusan verstek yang terhadapnya tidak diajukan verzet atau banding;
- putusan pengadilan tinggi yang diterima oleh kedua belah pihak dan tidak dimohonkan kasasi.
Demikian jawaban yang dapat kami berikan. Terima kasih dan semoga bermanfaat.