Mafia air mengeksploitasi warga-warga perkampungan kumuh di Jakarta. Mereka menawarkan jasa sambungan pipa air ilegal ke area itu. Warga terpaksa membeli air bersih di sana dengan tarif yang lebih mahal.
Oleh
DHANANG DAVID ARITONANG / Insal Alfajri / Irene Sarwindaningrum / Andy Riza Hidayat
·6 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Persekongkolan mafia pencuri dengan warga merusak jaringan pipa Perusahaan Air Minum (PAM) Jaya terjadi di lahan-lahan sengketa. Masyarakat berpenghasilan rendah di kawasan itu terpaksa membeli air dari sambungan ilegal karena tidak memiliki akses layanan air perpipaan. Beban hidup semakin berat, sementara jaringan distribusi pipa PAM terganggu.
Persoalan ini berkali-kali memicu konflik antar warga, terutama antara pelanggan resmi PAM dan warga di lahan bersengketa. Kompas menemukan ada 121 sambungan pipa air ilegal di Penjaringan dan Cilincing, Jakarta Utara. Dua wilayah ini termasuk dalam area dengan tingkat pencurian air perpipaan tertinggi di Jakarta. Di Kelurahan Kapuk Muara, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara, sindikat pencuri bekerjasama dengan pedagang air setempat, menampung pasokan air ilegal ke dalam sembilan bak berkapasitas 10.000 liter dilengkapi lima pompa air. Di tempat ini pula ditemukan 57 sambungan ilegal, sebagian di antaranya tanpa meteran.
Air tampungan kemudian dijual kepada warga dengan harga Rp 9.000 per meter kubik atau di atas tarif rata-rata di wilayah itu Rp 7.800 per m3. Tarif di kampung itu setara dengan tarif golongan IVA di antaranya kantor kedutaan asing, kantor pengacara, maupun tempat usaha kelas menengah.
Berkali-kali warga melihat sekelompok orang berseragam menyerupai PAM Jaya dengan menggunakan mobil mirip operasional operator yang membantu penyambungan pipa. Biasanya, penyambungan dilakukan menjelang malam. "Tidak ada pemberitahuan ke kami, tahu-tahu mereka kerja. Dua kali kami menyita pipa air yang mereka pasang karena tuntutan warga,” kata Ketua RW 05, Kelurahan Kapuk Muara, Penjaringan, Jakarta Utara, Sutari, Sabtu (29/5/2021).
Pantauan Kompas, hingga pekan pertama Juni 2021, sebagian sambungan ilegal masih terpasang. Pipa-pipa warna hitam jenis pipa plastik bertekanan (high density polyethylene / HDPE) masih ada di saluran air sekitar pemukiman warga. Jaringan pipa ini membentang ratusan meter dari pipa distribusi menuju ke rumah-rumah warga.
Selain pedagang air, penyambungan pipa ilegal diduga melibatkan lurah setempat, pegawai harian operator swasta, dan mantan pegawai PAM Jaya. Keterlibatan mereka ditandai dengan transaksi uang atas jasa menyambungkan pipa ilegal ke warga yang membutuhkan. Untuk satu titik meteran air sambungan ilegal, salah satu kelompok mafia pencuri air itu mematok tarif Rp 15 hingga Rp 20 juta ke warga.
Laporan warga
Kompas mulai penelusuran dari laporan warga di Twitter tentang krisis air perpipaan di perumahan Villa Kapuk Mas, di Kapuk Muara, Penjaringan, Jakarta Utara. Dari cuitan ini terungkap ada konflik sesama warga. Warga pelanggan PAM di sana justru tidak mendapatkan pasokan air pipa. Namun ada warga yang mendapatkan suplai air dari sambungan ilegal. Konflik antar warga karena air bersih ini masih berlangsung hingga tulisan ini disusun.
Dari sini terungkap, dua warga WY dan UM bersekongkol dengan mafia pencuri air. Di antara 57 sambungan ilegal di sana, ada meteran air Posyandu Dahlia 3, Kelurahan Kapuk Muara yang dimanfaatkan mafia dan warga. Hal ini diakui pihak PAM Jaya yang menyebutkan adanya penggunaan meteran posyandu. WY dan UM menyebut, penggunaan meteran posyandu itu diduga atas izin Lurah Kapuk Muara Jason Simanjuntak.
WY, penghubung antara warga dan sindikat pembobol pipa PAM mengaku membayar Lurah Kapuk Muara Jason Simanjuntak Rp 10 juta untuk bisa memanfaatkan meteran Posyandu. “Lurahnya bilang kami bisa pakai tetapi membayar dulu Rp 10 juta,” kata WY.
Terkait tudingan itu, Jason Simanjuntak membantah keras. Dia tidak tahu menahu tentang meteran air posyandu. “Nggak ada izin ke saya,” kata Jason. Jason mengaku tidak tahu tentang keberadaan meteran air posyandu. Dia juga menampik tudingan ada tarikan uang ke warga yang ingin memanfaatkan meteran air posyandu itu.
Keributan
Tidak hanya WY, UM juga memanfaatkan jasa mafia pembobol pipa PAM. Dia juga menyebut keterlibatan Lurah Jason dan oknum berseragam PAM Jaya yang membantu pemasangan pipa ilegal di sana. “Saya nggak kenal (orang yang berseragam PAM), ada empat orang. Saya lepas bayar, saya serahkan ke Pak Lurah,” kata UM.
Sebelum Kompas menelusuri jaringan orang-orang yang terlibat penyambungan ilegal itu, anggota DPRD DKI dari Fraksi Partai Solidaritas Indonesia Viani Limardi turun ke lokasi akhir 2020. Dia menengahi keributan antar warga yang dipicu minimnya pasokan air bersih. Viani bersama PAM Jaya, anggota kepolisian, dan Palyja (selaku operator layanan air di wilayah itu) mendatangi pihak-pihak yang terlibat pencurian.
Setelah peristiwa itu, Kompas menelusuri dari berbagai sumber menyebut nama Yudha Fitrianto sebagai oknum pegawai PAM Jaya yang membantu pemasangan sambungan pipa ilegal di sana. Menurut WY, Yudha dibantu dua orang yang dikenal bernama Pardi dan Endro.
Kesaksian WY senada dengan pernyataan Rapris Simanjuntak, Manager Commercial Handlyng PT Palyja. “Nama Yanto tidak ada di tempat kami (Palyja). Ternyata yang dimaksud Yudha Fitrianto, mantan karyawan PAM, “ katanya.
Di tempat terpisah, Kompas mengonfirmasi keterlibatan Yudha Fitrianto. Dia menolak namanya dikaitkan dengan pemasangan sambungan pipa ilegal. “Saya nggak tahu soal pemasangan ilegal itu," kata Yudha, saat dihubungi dari Jakarta, Rabu (02/06/2021).
Informasi dari PAM Jaya, Yudha adalah mantan pegawainya yang sudah pensiun. Yudha tidak berhak lagi bekerja sebagai pegawai dan melayani konsumen. Adapun Pardi dan Endro tidak ada dalam daftar nama pegawai PAM. “Jika ada pegawai yang aktif terlibat praktik seperti itu, kami tegas. Itu sudah prinsip bagi kami,” kata Direktur Teknik PAM Jaya Untung Suryadi.
Menurut Untung, pencurian air di lahan bersengketa terjadi karena tingginya permintaan warga. Di lahan ini, warga tidak dapat mengajukan layanan air perpipaan karena terganjal aturan pemasangan sambungan baru yang diatur PAM Jaya. Salah satu syarat penyambungan pipa PAM harus menyertakan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).
Tidak hanya di Kecamatan Penjaringan, Kompas juga menemukan sambungan ilegal di Cilincing, Jakarta Utara. Di lokasi ini, ada 64 sambungan pipa ilegal dari empat pipa yang terhubung dengan pipa distribusi. Pipa distribusi inilah yang kemudian dimanfaatkan seorang berinisial BA yang menguasai lahan di lokasi penyambungan ilegal.
BA mengelola rumah kontrakan di lahan yang dikuasainya di Kelurahan Sukapura, Cilincing, Jakarta Utara. Ketua RW 06 Sukapura TB Yadi tidak mengakui keberadaan bangunan yang dikelola BA karena status lahannya tidak jelas. “Dulu pernah kena sanksi juga sama orang PAM,” kata Yadi.
Saat dikonfirmasi, BA tidak menjawab dengan jelas. Dia mengaku masih ada air PAM di tempatnya dan tidak ada pemutusan aliran air. “Ada. Satu, dua, tiga, empat,” katanya menyebut jumlah meteran air di tempatnya.
Mencurigakan
Ada sejumlah lokasi yang mencurigakan yang tersebar di Jakarta, salah satunya di kolong tol Kelurahan Pejagalan, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara. Di lokasi ada ada tempat penjualan air perpipaan PAM yang ditampung dalam dua toren berkapasitas masing-masing 3.000 liter. Selain dijual ke pedagang air gerobak, tempat ini melayani kebutuhan air pekerja kawasan pergudangan di sana.
Tarso, pengelola tempat itu mengaku menggunakan meteran orang lain yang tinggal sekitar 80 meter dari kolong tol. "Saya dulu (dibantu masang pipa) sama Pak Marbun, orang Palyja sekarang sudah pensiun. Ada lagi namanya Pak Widi, dia sudah meninggal," kata Tarso.
Pemasangan model itu bertentangan dengan Peraturan Daerah Nomor 11 Tahun 1993 tentang Pelayanan Air Minum. Seharusnya satu meteran air, untuk satu persil tanah dan bangunan.
Dua kali Kompas meminta agar PAM Jaya mengecek lokasi yang mencurigakan tersebut. Namun pengecekan ini tertunda dua kali, Kamis (27/05/2021) dan Senin (31/05/2021), karena pihak operator swasta belum siap. “Kami meminta operator agar lokasi itu diperiksa,” kata Untung Suryadi. (FAI/DVD/IRE/NDY)