Mereka yang Memberikan Pengaruhnya bagi Lingkungan
Sejumlah pekerja seni terlibat dalam pembuatan video pendek yang mengajak warga agar lebih peduli isu lingkungan dan keberlanjutan bumi. Pengaruh mereka di media sosial bisa menggaungkan gerakan tersebut.
Oleh
PRADIPTA PANDU
·4 menit baca
Dampak perubahan iklim yang kian nyata telah menggerakkan hati para pekerja seni yang memiliki ratusan ribu hingga jutaan pengikut di media sosial. Melalui kampanye dan ajakan dari video pendek, mereka memberikan pengaruhnya untuk mengajak masyarakat luas lebih peduli terhadap isu lingkungan dan keberlanjutan bumi.
Setidaknya 12 pekerja seni, seperti penyanyi dan pemain film, turut serta dalam kampanye video ”Selamatkan Indonesia Emas 2045 dari Ancaman Darurat Iklim” yang diunggah perdana di kanal Youtube pada Senin (5/4/2021). Mereka meliputi Krisdayanti, Julie Estelle, Kalista Iskandar, Reza Rahadian, Chelsea Islan, Wulan Guritno, Dian Sastrowardoyo, Chicco Jerikho, Yoshi Sudarso, Cinta Laura, Mikha Tambayong, dan Gita Wirjawan.
Dalam video berdurasi kurang dari lima menit tersebut, para pekerja seni menyerukan pentingnya menyiapkan diri dalam menyongsong generasi emas Indonesia tepat pada 100 tahun kemerdekaan atau tahun 2045. Dalam perjalanannya, Indonesia tidak akan lagi menghadapi ancaman kemiskinan, separatisme, invasi militer, ataupun perang nuklir. Namun, ancaman terbesar itu adalah perubahan iklim.
Guna mencegah dampak perubahan iklim kian mengancam generasi emas Indonesia, mereka menyerukan agar semua elemen masyarakat bergerak bersama. Beberapa upaya itu dapat dimulai dengan mengurangi emisi gas rumah kaca sebanyak 50 persen pada tahun 2030 hingga nol persen pada 2050 dan mengembangkan energi bersih.
Julie Estelle menyadari, perubahan iklim telah menjadi ancaman dan bahaya yang akan dihadapi generasi mendatang. Ia turut serta dalam aksi ini karena menyadari dampak perubahan iklim sangat luas dan berat di berbagai bidang. Dampak tersebut mulai dari cuaca ekstrem, peningkatan suhu bumi, kerusakan ekosistem dan lingkungan, hingga penurunan produktivitas pertanian.
”Beberapa penelitian menyimpulkan bahwa jika emisi gas rumah kaca tidak bisa diturunkan secara drastis dalam waktu 50 tahun, sebanyak 3,5 miliar orang atau separuh dari umat manusia akan menghadapi kondisi sulit bertahan hidup. Ini hanya sebagian kecil dari penelitian serupa,” ujarnya saat konferensi pers peluncuran kampanye video iklim tersebut secara daring, Senin.
Bagi Kalista Iskandar, turut serta menyuarakan isu perubahan iklim sangat penting karena ia tidak ingin mewariskan bumi yang panas dan rusak untuk anak cucunya kelak. Di sisi lain, perubahan iklim saat ini telah menjadi isu yang terus diperjuangkan generasi milenial di dunia, salah satunya aksi dari remaja asal Swedia, Greta Thunberg.
”Darurat iklim saat ini juga sudah menjadi perhatian pemuda-pemudi Indonesia. Belum lama ini ada survei dari Yayasan Indonesia Cerah yang menunjukkan 97 persen responden yang merupakan anak muda berpendapat bahwa dampak perubahan iklim lebih berbahaya dari Covid-19. Saya mengerti Covid-19 juga berbahaya, tetapi pandemi ini pasti akan berlalu melihat perkembangan vaksin dan kerja tenaga kesehatan,” ucapnya.
Krisdayanti memandang, kampanye video dari para pekerja seni ini mungkin hanya sebagian kecil upaya yang dilakukan untuk mengatasi perubahan iklim. Namun, ia meyakini bahwa upaya kecil yang dilakukan saat ini akan memengaruhi pandangan masyarakat dan berkontribusi terhadap perbaikan lingkungan.
”Perjanjian Iklim Paris telah menetapkan target bersama agar kenaikan suhu bumi dapat dijaga di bawah 1,5 derajat celsius. Dunia internasional hanya ada waktu satu generasi, yang artinya 30 tahun ke depan untuk mencapai target ini. Jika kita gagal sekarang, selamanya generasi ke depan akan sengsara dan bumi akan mendidih dengan kenaikan suhu hingga 4 derajat celsius,” tuturnya.
Aksi nyata
Sebelum mengikuti kampanye video perubahan iklim, Kalista telah melakukan sejumlah aksi nyata mulai dari hal terkecil, yakni memilai sampah organik dan anorganik yang dihasilkan dari aktivitas rumah tangga. Selain itu, ia juga menjalankan gaya hidup rendah karbon dengan senantiasa menggunakan transportasi publik dan mengurangi penggunaan transportasi pribadi.
Darurat iklim saat ini juga sudah menjadi perhatian pemuda-pemudi Indonesia.
”Setiap ke kantor ataupun ke tempat lain saya selalu usahakan untuk menggunakan Transjakarta atau MRT (moda raya terpadu). Aksi nyata lainnya, setiap saya belanja ke toko atau pasar swalayan selalu menggunakan kantong tas sendiri karena dapat mengurangi sampah plastik. Sebab, sampah plastik baru dapat diurai hingga jutaan tahun,” katanya.
Berbeda dengan Kalista, Julie mengakui, sebelum mengikuti kampanye video perubahan iklim, ia belum banyak mengajak masyarakat melakukan aksi nyata. Namun, ia menyadari, saat ini merupakan waktu yang tepat untuk mengajak para pengikutnya di media sosial ataupun masyarakat luas untuk menyelamatkan bumi.
Inisiator gerakan kampanye sekaligus Ketua Foreign Policy Community of Indonesia (FPCI) Dino Patti Djalal menyatakan, saat ini merupakan tahun pertama Indonesia menempuh perjalanan panjang dan berat untuk mencapai dunia yang bebas emisi. Semua upaya yang dilakukan sekarang dinilai belum terlambat dalam mencegah peningkatan suhu bumi hingga 4 derajat celsius.
”Ada satu artikel yang menyebut bahwa 12 tahun ke depan ini sangat menentukan dalam menjaga kenaikan suhu bumi di bawah 1,5 derajat celsius. Indonesia berada di 10 besar produsen emisi global yang berasal dari kebakaran hutan, perubahan penggunaan lahan, industri, transportasi, dan energi,” ujarnya.
Video kampanye dari pekerja seni tersebut mungkin hanya sebagian kecil dari upaya menanggulangi perubahan iklim. Upaya terbesar tetap berasal dari seluruh kesadaran masyarakat dalam menjaga bumi. Komitmen pemangku kebijakan untuk mengurangi emisi karbon juga sangat diperlukan agar bumi tetap layak dihuni 50 ataupun 100 tahun yang akan datang.