Harapan Baru Penemuan Burung Pelanduk Kalimantan yang Hilang Selama 170 Tahun
Burung pelanduk kalimantan secara tidak sengaja ditemukan oleh dua warga lokal Kalimantan. Burung tersebut bisa dilihat kembali setelah dokumentasinya sempat hilang selama 170 tahun.
Oleh
PRADIPTA PANDU
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Penemuan kembali burung pelanduk kalimantan yang telah hilang selama 170 tahun perlu segera ditindaklanjuti dengan sejumlah riset dan kajian. Hal ini penting guna memastikan populasi maupun upaya konservasi lainnya untuk menyelamatkan satwa langka tersebut.
Penemuan kembali pelanduk kalimantan (Malacocincla perspicillata) terangkum dalam artikel yang diterbitkan lembaga amal konservasi burung di Inggris, Oriental Bird Club melalui jurnal BirdingASIA pada Kamis (25/2/2020). Dalam artikel tersebut dijelaskan, penemuan pelanduk kalimantan merupakan dokumentasi pertama setelah hilang selama 170 tahun.
Panji Gusti Akbar yang merupakan salah satu penulis utama artikel tersebut ketika dihubungi, Jumat (26/2) mengemukakan, pelanduk kalimantan secara tidak sengaja ditemukan oleh dua warga lokal Muhammad Suranto dan Muhammad Rizky Fauzan pada Oktober 2020 lalu saat sedang mengumpulkan hasil hutan.
Suranto dan Rizky kemudian menangkap dan memfoto pelanduk kalimantan untuk didokumentasikan karena mereka mengaku belum pernah melihat dan mengenali burung tersebut meski kerap ke hutan. Setelah difoto, burung tersebut kemudian dilepaskan lagi.
“Merasa jarang menemukan jenis burung tersebut dan menghubungi kelompok pengamat burung setempat BW Galeatus dan Birdpacker. Mereka curiga mungkin jenis burung itu adalah pelanduk kalimantan yang sudah hilang dan setelah diidentifikasi memang memiliki kecocokan dengan burung tersebut,” ujar Panji yang juga anggota Kelompok Pengamat Burung Birdpacker.
Merasa jarang menemukan jenis burung tersebut dan menghubungi kelompok pengamat burung setempat BW Galeatus dan Birdpacker. Mereka curiga mungkin jenis burung itu adalah pelanduk kalimantan yang sudah hilang dan setelah diidentifikasi memang memiliki kecocokan dengan burung tersebut.(Panji Gusti Akbar)
Dalam mengidentifikasi burung temuan dua warga lokal tersebut, Panji dan kelompok pengamat burung membuat perbandingan morfologi dengan spesimen jenis yang sekarang disimpan di Naturalis Biodiversity Center, Belanda, secara daring. Burung tersebut memiliki kecocokan karena tubuhnya berwarna coklat tua dengan ekor relatif pendek, garis mata hitam yang khas, dan paruh yang kokoh. Kecocokan ini kemudian juga dikonfirmasi oleh peneliti ornitologi lainnya saat melakukan konsultasi.
Dari sejumlah catatan, data terkait burung pelanduk kalimantan pertama kali dikumpulkan oleh ahli geologi dan naturalis Jerman, Carl A.L.M. Schwaner selama ekspedisinya ke Hindia Timur pada 1840-an. Ahli burung Perancis Charles Lucien Bonaparte kemudian mendeskripsikan burung tersebut pada 1850.
Namun, sejak 1850 sampai saat ini tidak informasi yang jelas dan lengkap terkait burung pelanduk kalimantan. Bahkan, data sebelumnya menyebutkan bahwa habitat burung tersebut berada di Jawa. Akan tetapi ahli ornitologi Swiss, Johann Büttikofer pada 1895 mengidentifikasi habitat burung tersebut berada di Kalimantan yang dikonfirmasi dari lokasi Schwaner saat penemuan spesies itu.
Penelitian lanjutan
Panji menyatakan, penemuan pelanduk kalimantan akan ditindaklanjuti dengan penelitian yang akan dilakukan pada pertengahan tahun ini. Penelitian bertujuan untuk mengetahui populasi, lokasi habitat, hingga status keterancaman burung langka itu.
Ia pun mengakui bahwa pelibatan masyarakat lokal sangat penting dalam penelitian lanjutan maupun upaya konservasi satwa lainnya. Sebab, masyarakat lokal yang paling mengetahui ekosistem dan habitat dari satwa tersebut. Sebagai bentuk apresiasi, perlu juga mengakui keterlibatan dan memberikan apresiasi kepada masyarakat lokal dengan memasukan nama mereka dalam setiap penelitian atau jurnal yang diterbitkan.
Direktur senior konservasi spesies dari Global Wildlife Conservation Barney Long menyatakan, penemuan pelanduk kalimantan memberikan harapan untuk menemukan spesies lainnya yang telah hilang dari ilmu pengetahuan selama beberapa dekade atau lebih.