Sanksi bagi Penolak Vaksin Belum Tepis Rasa Ragu
Sanksi bagi warga yang menolak vaksin Covid-19 belum sanggup menghapus keraguan warga akan keamanan vaksin Covid-19. Mereka bersedia divaksin meskipun rasa khawatir masih ada.
JAKARTA, KOMPAS — Keraguan akan keamanan vaksin Covid-19 masih membayangi sebagian warga. Akan tetapi, penetapan sanksi administratif dan pidana bagi penolak vaksin membuat mereka tak punya pilihan.
Sri Suhartini (39), pedagang di Jakarta Pusat, mengaku khawatir vaksin Covid-19 bakal menimbulkan efek samping yang berat. Dari obrolan dengan tetangga, ada kabar bahwa vaksin bisa bikin lumpuh. Akan tetapi, informasi itu tidak pernah dia dengar dari berita di televisi.
”Saya nonton Presiden divaksin. Artis Raffi Ahmad divaksin, tetapi sepertinya mereka baik-baik saja. Cuma, saya masih saja kepikiran soal efeknya nanti. Mungkin kalau pedagang ikut vaksin, saya juga ikut. Kan, ini bisa kena sanksi kalau nolak sekarang,” katanya, Senin (15/2/2021).
Baca juga : Menolak Vaksin, Warga Bisa Terkena Sanksi Administratif dan Pidana
Bagi Sri yang menerima bantuan sosial tunai periode Januari-April, ancaman pencabutan bansos sudah bikin keder. Ditambah lagi ancaman pidana atau denda. ”Kalau boleh memilih, saya lebih baik enggak ikut (vaksinasi). Tetapi, ini, kan, diharuskan pemerintah, ya, mesti ikut,” tambah Sri yang biasa berdagang di kawasan Gelora, Tanah Abang, ini.
Pemerintah menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 14 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Perpres Nomor 99 Tahun 2020 tentang Pengadaan Vaksin dan Pelaksanaan Vaksinasi dalam Rangka Penanggulangan Pandemi Covid-19. Aturan yang diteken Presiden Joko Widodo pada 9 Februari 2021 itu memuat sanksi bagi warga yang menolak vaksinasi Covid-19, santunan kepada penerima vaksin yang mengalami efek samping berat, serta kerja sama riset dan pengembangan vaksin Covid-19.
Adapun sanksi administratif berupa penundaan atau penghentian pemberian jaminan sosial ataupun bantuan sosial, penundaan atau penghentian layanan administrasi pemerintahan, dan/atau denda. Sanksi pidana juga bisa dikenai sesuai Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular. Dalam UU itu disebutkan, warga yang menghalangi pelaksanaan penanggulangan wabah bisa dikenai pidana paling lama 1 tahun penjara dan/atau denda maksimal Rp 1 juta.
Pilihannya cuma ikut pemerintah. Mereka, kan, punya Kementerian Kesehatan, punya BPOM.
Warga Depok, Jawa Barat, Sitti Nur Shabrina Khairunnisa (23) bersedia divaksin, tetapi dengan berat hati. Dia khawatir terhadap kemungkinan efek samping jangka panjang terhadap tubuh. Jaminan pemerintah melalui Perpres No 14/2021 belum membuat pikirannya tenang.
”Okelah katakan ada santunan untuk warga yang mengalami efek samping berat, tetapi bagaimana nanti kalau efeknya baru dirasakan 10 tahun lagi, misalnya? Ini kan vaksinnya baru. Beda cerita dengan vaksin campak yang hampir semua orang bersedia divaksin itu karena sudah terbukti keamanannya,” ujarnya.
Tukang parkir di Palmerah Barat, Jakarta Barat, Jefri Gunawan (46) menjelaskan, salah satu kekhawatirannya adalah kemanjuran vaksin karena masa pembuatan vaksin yang singkat. Dari pemberitaan di televisi, Jefri menyebut butuh waktu puluhan tahun untuk membuat vaksin. Namun, vaksin Covid-19 sudah ditemukan di tahun kedua pandemi.
Dari kondisi itu, tukang parkir yang mengaku pernah menjadi wartawan ini menyatakan, pilihan terbaik warga adalah menuruti kebijakan pemerintah. Sebab, pemerintah punya sumber daya manusia dan infrastruktur yang memadai untuk membuat kebijakan terbaik. Sementara dengan terbatasnya pengetahuan dan pengalaman, masyarakat awam lebih baik mengurangi spekulasi terkait Covid-19.
”Pilihannya cuma ikut pemerintah. Mereka, kan, punya Kementerian Kesehatan, punya BPOM,” katanya.
Baca juga : Haruskah Menerima Vaksin Covid-19 Sinovac?
Kendati demikian, dia berpendapat, Perpres No 14/2021 sebaiknya ditujukan kepada mereka yang betul-betul berisiko tertular Covid-19, seperti pedagang di pasar dan tenaga kesehatan di rumah sakit. Sementara warga yang aktivitasnya tidak begitu berhubungan dengan orang banyak diberikan pilihan untuk mengikuti vaksin atau tidak.
Ketua Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) Jakarta Baequni mengapresiasi usaha Kementerian Kesehatan yang melibatkan TNI-Polri untuk mendukung program vaksinasi untuk 181 juta penduduk. Namun, program kini harus diiringi dengan pendekatan kultural melalui tokoh masyarakat dan tokoh agama. Edukasi masyarakat bisa dilakukan melalui tokoh informal itu.
Selain itu, perlu juga memperkuat Gugus Tugas Covid-19 di tingkat akar rumput. Puskesmas dan kelurahan dapat berkoordinasi dalam penguatan gugus tugas ini. ”Sebab, dalam perang melawan Covid 19 ini, kita harus menyadari bahwa melibatkan seluruh rakyat Indonesia merupakan kunci kemenangan. Hanya dengan melakukan mobilisasi umum ini kita bisa mengatasi pandemi Covid 19 di negara kita,” katanya.
Gencarkan sosialisasi
Pengojek daring di dekat Halte Slipi Petamburan 2, Jakarta, Toto (35), setuju divaksin. Menurut dia, vaksinasi bertujuan untuk kepentingan masyarakat. Oleh sebab itu, tak ada alasan untuk menolaknya.
Namun, dia merasa, pentingnya vaksinasi belum begitu tersampaikan ke masyarakat bawah. Masih saja ada kenalannya yang termakan isu-isu seputar vaksin yang belum bisa dipastikan kebenarannya. Menurut dia, ini terjadi karena sosialisasi pemerintah ke masyarakat, terutama kalangan menengah ke bawah, belum berhasil.
Sukarelawan tenaga kesehatan Rumah Sakit Darurat Covid-19 Wisma Atlet, Jakarta, Futri Dewi S, sudah menerima dosis kedua vaksin Covid-19. Dia pertama kali divaksin pada 26 Januari dan kedua pada 10 Februari. Menurut dia, tak ada efek samping berat yang dirasakan. Setelah divaksin, dia mengantuk dan nafsu makan bertambah.
Dalam rentang 14 hari setelah vaksin pertama dimasukkan ke tubuhnya, tak ada efek samping lain selain mengantuk dan nafsu makan bertambah. Efek samping serupa dirasakannya setelah vaksinasi kedua. Dia pun mencermati efek samping yang dirasakan tenaga kesehatan lainnya di Rumah Sakit Darurat Covid-19 Wisma Atlet. Kurang lebih, tenaga kesehatan lain merasakan efek samping sama.
”Buat masyarakat, jangan takut divaksin karena vaksin yang sudah diizinkan penggunaannya oleh pemerintah sudah dijamin halal dan sangat penting untuk memperkuat tubuh kita dalam menghadapi penularan Covid-19,” katanya.