Rp 1,43 Triliun Dana Lingkungan Telah Disalurkan untuk Budidaya Pertanian
Pada 2016-2017, Indonesia berhasil mengurangi emisi melalui kegiatan REDD+ ini, yaitu sebanyak 11,23 juta ton setara karbon dioksida sehingga berhak mendapatkan nilai pembayaran berbasis hasil sebesar 56 juta dollar AS.
Oleh
PRADIPTA PANDU
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sebanyak Rp 1,43 triliun dari total Rp 2,14 triliun dana lingkungan telah disalurkan untuk budidaya pertanian langsung dan tidak langsung. Saat ini, Indonesia juga tengah menunggu penyaluran dana lingkungan dari Dana Iklim Hijau dan Pemerintah Norwegia yang diperoleh melalui skema pembayaran berbasis hasil atas keberhasilan Indonesia dalam menurunkan emisi karbon.
Direktur Utama Badan Pengelolaan Dana Lingkungan Hidup (BPDLH) Djoko Hendratto mengatakan, terdapat dua program yang dimandatkan untuk BPDLH, yakni mengelola dana program dan dana bergulir lainnya yang bersinggungan dengan lingkungan hidup. Sampai saat ini, keseluruhan nilai dana yang dikelola BPDLH mencapai Rp 2,14 triliun dan telah disalurkan Rp 1,43 triliun.
Dana tersebut disalurkan melalui budidaya pertanian langsung dan tidak langsung (on farm dan off farm). Usaha on farm, antara lain, diberikan kepada pembiayaan untuk usaha pembuatan dan pemungutan tanaman kehutanan. Sementara usaha off farm ialah untuk pengelolaan hasil hutan dan sarana produksi.
”Pada 2020 sudah disalurkan Rp 151 miliar dan 2019 juga sudah disalurkan sebesar Rp 578 miliar. Untuk tahun 2021 telah dievaluasi hampir Rp 600 miliar. Sementara proposal yang baru masuk total Rp 770 miliar. Mudah-mudahan pada 2021 bisa menyalurkan semua dana sisa,” ujarnya dalam konferensi pers secara daring, Kamis (11/2/2021).
Dalam kesempatan tersebut, Wakil Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Alue Dohong juga menyampaikan perkembangan pembayaran berbasis hasil dari Dana Iklim Hijau (Green Climate Fund/GCF) dan Pemerintah Norwegia. Menurut Alue, tahap pertama sudah dilakukan penilaian oleh konsultan independen global untuk memverifikasi laporan hasil pengurangan emisi Indonesia.
Pada 2016-2017, Indonesia tercatat berhasil mengurangi emisi melalui kegiatan REDD+ ini, yaitu sebanyak 11,23 juta ton setara karbon dioksida sehingga estimasi nilai pembayaran berbasis hasil sebesar 56 juta dollar AS.
Hasilnya, pada 2016-2017 Indonesia tercatat berhasil mengurangi emisi melalui kegiatan REDD+ ini, yaitu sebanyak 11,23 juta ton setara karbon dioksida sehingga estimasi nilai pembayaran berbasis hasil sebesar 56 juta dollar AS.
Pada akhir Agustus 2020, Indonesia juga mendapatkan dana dari skema pembayaran berbasis hasil senilai 103,78 juta dollar AS atau sekitar Rp 1,5 triliun dari GCF. Dana ini terkait dengan capaian Indonesia dalam program Penurunan Emisi dari Deforestasi dan Degradasi Hutan (REDD+) yang mencapai 20,25 juta ton setara karbon dioksida pada 2014-2016.
Sementara dari Pemerintah Norwegia, Indonesia mendapatkan dana 56 juta dollar AS atau sekitar Rp 812 miliar karena penurunan emisi ini. Dana tersebut diterima Indonesia melalui perhitungan penurunan emisi pada 2017 yang mencapai 17,2 juta ton setara karbon dioksida.
”Semua anggaran pembayaran berbasil hasil ini akan diarahkan untuk memperkuat akselerasi pengurangan emisi di lapangan. Kegiatan bisa berupa pengurangan deforestasi, degradasi hutan, rehabilitasi hutan, termasuk meningkatkan mata pencarian masyarakat yang tidak mengeksploitasi hutan,” ucapnya.
Selain itu, Alue juga menyebut bahwa Indonesia tidak menutup kemungkinan akan memanfaatkan dan memaksimalkan kebijakan yang diterapkan Joe Biden terkait dengan penanggulangan perubahan iklim dan isu lingkungan lainnya. Hal ini dilakukan jika nantinya terdapat potensi kerja sama yang positif antara Amerika Serikat dan Indonesia.
”Selama kebijakan tidak merugikan salah satu pihak dan saling menguntungkan untuk pencapaian Perjanjian Paris, pasti semua negara akan welcome, termasuk kita,” katanya.