Rentan Terinfeksi Covid-19, Jaga Asupan Gizi Anak Selama Pandemi
Pemenuhan gizi pada anak penting untuk membangun sistem kekebalan tubuh, khususnya di masa pandemi Covid-19. Selain makanan, anak-anak dan orang dewasa disarankan untuk berjemur.
Oleh
SEKAR GANDHAWANGI
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemenuhan gizi seimbang pada anak semakin penting saat pandemi. Gizi yang cukup membantu anak membangun imunitas dari penyakit, termasuk Covid-19. Selain makan, anak-anak dan orang dewasa disarankan berjemur untuk memenuhi kebutuhan vitamin D yang berperan bagi imunitas.
Menurut dokter spesialis anak dari Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM), Zakiudin Munasir, sistem kekebalan tubuh seseorang sangat bergantung pada konsumsi gizi. Gizi yang seimbang mengandung, antara lain, protein, karbohidrat, vitamin, dan mineral. Asupan gizi yang tidak seimbang menyebabkan kekebalan tubuh terganggu.
”Sistem kekebalan tubuh pada anak belum sempurna sehingga gizi yang seimbang penting. Komponen-komponen makanan yang penting untuk sistem kekebalan tubuh adalah protein, magnesium, beta karoten, zat besi, serta vitamin A, B, C, D, dan E,” kata Zakiudin pada acara Temu Penulis dan Editor Penerbit Buku Kompas (PBK) 2021 secara daring, Kamis (28/1/2021).
Dengan kekebalan tubuh yang belum berkembang sempurna, anak-anak tidak luput dari risiko terinfeksi Covid-19. Menurut data Kementerian Kesehatan per 31 Desember 2020, jumlah anak berusia 0-17 tahun yang terkonfirmasi positif Covid-19 adalah 72.026 orang. Dari angka itu, anak berusia 6-17 tahun menjadi kelompok usia yang paling banyak terinfeksi Covid-19.
Zakiudin mengimbau anak-anak dan orangtua untuk menghindari potensi infeksi penyakit di masa pandemi. Ini dilakukan dengan tetap berada di rumah. Kalaupun keluar rumah, semua orang diminta menjaga jarak.
”Cukupi juga asupan gizi yang seimbang. Vitamin D secara spesifik penting untuk regulasi sistem imun. Menurut penelitian di sejumlah negara, vitamin D penting untuk mencegah Covid-19,” kata Zakiudin yang juga menulis buku Kenapa Anak Sering Sakit?.
Studi yang dipimpin Northwestern University menganalisis data rumah sakit dan klinik di China, Perancis, Jerman, Italia, Iran, Korea Selatan, Spanyol, Inggris, Swiss, dan Amerika Serikat. Hasilnya, pasien dari negara-negara dengan tingkat kematian tinggi akibat Covid-19, yakni Italia, Spanyol, dan Inggris, memiliki kadar vitamin D lebih rendah dari pasien di negara lain. Kendati demikian, peneliti menegaskan bahwa konsumsi vitamin D tidak boleh berlebihan (Kompas, 12/5/2020).
Berjemur
Vitamin D yang bersumber dari makanan, menurut Zakiudin, kadarnya hanya 20 persen. Publik dapat memenuhi kebutuhan vitamin D dengan berjemur sinar matahari.
Kadar kecukupan vitamin D yang normal adalah 30-100 nanogram per mililiter. Namun, data SEANUTS 2011-2012 menyatakan bahwa 38,76 persen anak Indonesia berusia 2-12 tahun mengalami defisiensi vitamin D.
Ahli alergi imunologi anak dari Universitas Padjadjaran, Budi Setiabudiawan, menyarankan masyarakat berjemur dengan sinar matahari yang mengandung ultraviolet B. Ini untuk mencukupi kebutuhan vitamin D. Sinar ultraviolet B dapat ditemui pukul 09.30-14.30 (Kompas, 23/7/2020).
Orang Indonesia disarankan berjemur selama 15-20 menit, sedangkan untuk bayi 10 menit. Menurut Budi, lama berjemur tergantung warna kulit seseorang. Semakin terang warna kulitnya, semakin sebentar waktu berjemur, begitu pula sebaliknya.
”Orang berkulit putih cukup berjemur selama 5 menit, kulit kuning langsat 10 menit, sawo muda 15 menit, sawo tua 20 menit, coklat 30 menit, dan hitam 60 menit,” ujar Budi.
Makanan cukup
Saat dihubungi secara terpisah, dokter spesialis gizi RS Pusat Pertamina, Jakarta, Titi Sekarindah, mengingatkan pentingnya anak-anak makan cukup, tidak berlebihan. Makan cukup pun disesuaikan dengan gizi seimbang, yakni mengandung karbohidrat, protein, lemak sehat, sayur, dan buah.
Belilah yang harganya terjangkau. Bisa telur, tahu, tempe, ikan lele, ikan teri, dan lainnya. Prinsipnya, makanan bergizi mengandung nasi, lauk, dan sayur.
Anak usia 1-3 tahun butuh 1.200-1.300 kalori per hari. Anak-anak yang lebih tua butuh sedikit lebih banyak kalori. Kelompok usia 4-6 tahun butuh 1.400-1.500 kalori sehari, sementara usia 7-9 tahun butuh 1.600-1.700 kalori.
”Yang penting jangan berlebihan. Jika sulit menghitung kalori, bisa pakai prinsip Isi Piringku. Dalam satu piring, separuhnya diisi buah dan sayur, seperempatnya karbohidrat, dan seperempat lainnya lauk atau protein,” kata Titi.
Ia menyarankan orangtua merencanakan menu keluarga seminggu ke depan. Dengan begitu, bahan makanan yang dibeli efisien dan tidak terbuang percuma. Bahan makanan yang dibeli tidak perlu mahal. Ini untuk menyiasati turunnya daya beli publik selama pandemi.
Berdasarkan survei Wahana Visi Indonesia kepada 900 rumah tangga dan 943 anak dari kelompok miskin pada 12-18 Mei 2020 di sembilan provinsi, ada 53 persen responden rumah tangga tidak mampu menyediakan makanan bergizi (Kompas, 22/8/2020).
Kebutuhan minimum makanan bayi di bawah dua tahun berdasarkan frekuensi dan variasi makanan tidak terpenuhi, tepatnya ada 96,5 persen bayi. Sebanyak 25,4 persen rumah tangga yang pendapatannya terdampak pandemi mengurangi jumlah dan kualitas makan. Mereka memilih makanan yang mengenyangkan, tetapi kurang bergizi.
”Belilah yang harganya terjangkau. Bisa telur, tahu, tempe, ikan lele, ikan teri, dan lainnya. Prinsipnya, makanan bergizi mengandung nasi, lauk, dan sayur,” ujarnya.