Jumlah Ibu Menyusui ASI Eksklusif Bertambah Saat Pandemi Covid-19
Pemberian ASI selama masa pandemi terbilang tinggi, yakni 89,4 persen. Banyaknya waktu yang dimiliki ibu di rumah selama pandemi jadi faktor penyebab bertambahnya jumlah ibu yang berhasil memberi ASI eksklusif.
Oleh
SEKAR GANDHAWANGI
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Aktivitas ibu di rumah selama pandemi Covid-19 di Indonesia ternyata membawa pengaruh positif untuk kesehatan anak. Sebanyak 89,4 persen ibu berhasil memberi air susu ibu atau ASI eksklusif selama masa pandemi Covid-19. Ini dipengaruhi banyaknya waktu yang dimiliki ibu di rumah saat pembatasan sosial berlangsung.
Pertambahan jumlah ibu di Indonesia yang berhasil memberi ASI eksklusif selama pandemi ini terungkap dari hasil survei tim peneliti Health Collaborative Center pada Desember 2020 hingga Januari 2021. Survei melibatkan 379 perempuan di 20 provinsi. Responden merupakan ibu dengan bayi berusia kurang dari 12 bulan. Hasil survei rencananya akan diterbitkan dalam jurnal ilmiah.
”Angka ASI eksklusif di Indonesia meningkat tajam selama pandemi, yaitu 89,4 persen. Artinya, 9 dari 10 ibu menyusui berhasil memberi ASI eksklusif di masa pandemi. Ini kabar baik buat masa depan bangsa,” kata ketua tim peneliti Health Collaborative Center, Ray Wagiu Basrowi, secara daring, Rabu (20/1/2021).
Lebih rinci, angka ASI eksklusif pada kelompok ibu yang bekerja di luar rumah sebesar 82,9 persen. Pada kelompok ibu bekerja di rumah angkanya lebih tinggi, yaitu 97,8 persen.
”Faktor tinggal di rumah saja (stay at home) jadi faktor penting kesuksesan memberi ASI eksklusif. Tapi, masih ada ibu yang berhenti menyusui karena beberapa hal,” kata Ray.
Kendala ibu berhenti menyusui yaitu karena harus bekerja selama pembatasan sosial berskala besar atau PSBB (12 persen). Alasan lain karena kurang dukungan suami dan keluarga (7 persen), serta dukungan tenaga dan fasilitas kesehatan yang tidak memadai selama pandemi (10 persen).
Walau terkendala, 5 dari 10 ibu menilai pekerjaan tidak menghalangi mereka untuk menyusui. Adapun 6 dari 10 ibu mengaku adanya susu formula tidak jadi alasan untuk berhenti menyusui saat pandemi.
Wiraswasta yang juga responden survei, Saskya Nabila Martin, mengatakan, pandemi membuatnya stres setelah melahirkan. Ia harus tetap di rumah dan tidak bertemu teman dalam jangka waktu panjang. Padahal, bertemu teman adalah caranya bertukar informasi tentang menyusui.
”Saya khawatir stres akan berpengaruh ke produksi ASI. Saya mengatasinya dengan olahraga, masak, nonton Netflix, ibadah, dan mengurus bisnis. Menyusui saat WFH (work from home) memang menantang. Tapi, produksi ASI saya malah banyak setelah adaptasi,” ujar Saskya.
Saat dihubungi terpisah, Ketua Umum Asosiasi Ibu Menyusui Indonesia (AIMI) Nia Umar mengatakan, survei itu menunjukkan bahwa ibu yang berada di rumah lebih mudah menyusui anaknya. Itu sebabnya, gerakan menyusui dengan ASI perlu didukung dengan cuti melahirkan yang memadai.
Rata-rata cuti melahirkan di Indonesia adalah tiga bulan, sedangkan di Vietnam enam bulan. Adapun Swedia menyediakan cuti 480 hari untuk melahirkan dan merawat bayi bagi ibu dan ayah.
Angka ASI eksklusif di Indonesia meningkat tajam selama pandemi, yaitu 89,4 persen. Artinya, 9 dari 10 ibu menyusui berhasil memberi ASI eksklusif di masa pandemi. Ini kabar baik buat masa depan bangsa.
”Faktor WFH memengaruhi tingkat pemberian ASI pada bayi. Di sisi lain, cuti maternitas di sini masih kurang. Padahal, kami merekomendasikan ibu melakukan direct breastfeeding kepada bayi. Direct breastfeeding atau menyusui langsung beda dengan hanya memberi ASI. Menyusui itu bayinya didekap, suhu ASI tepat, serta ada ikatan yang terjalin antara ibu dan anak,” ujar Nia.
Ia menekankan pentingnya memberi ASI pada bayi, bukan susu formula. Ia menyayangkan produsen susu formula yang masih memasarkan produknya untuk menggantikan ASI. AIMI pun menerima sejumlah laporan dari ibu yang ditelepon langsung oleh pemasar susu formula.
”Hari-hari pertama bayi adalah penentu keberhasilan menyusui. Jika di hari pertama, misalnya, sudah diintervensi dengan susu formula dan dot, ibu bakal susah menysui ke depannya,” kata Nia.
Pentingnya ASI
ASI penting sebagai makanan bayi setelah lahir karena kaya zat gizi untuk perkembangan otak. ASI juga disertai hormon pertumbuhan, enzim antivirus dan antibakteri, sel darah putih peningkat kekebalan tubuh, serta bakteri baik bagi pertumbuhan dan pembentukan antibodi.
Data Kementerian Kesehatan pada 2017 mencatat, pemberian ASI eksklusif selama enam bulan di Indonesia masih rendah, yaitu 35,7 persen. Sementara itu, menurut Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2019 oleh Kemenkes menyatakan cakupan bayi mendapat ASI eksklusif sebesar 67,74 persen.
Pemberian ASI eksklusif selama enam bulan dilanjutkan hingga anak berusia dua tahun sangat dianjurkan. Ini mencegah anak mengalami masalah gizi seperti tengkes (stunting). Akhirnya, pemberian ASI secara masif menghasilkan sumber daya manusia yang sehat. Status kesehatan bangsa pun baik.
Pemberian ASI di masa pandemi juga harus dilakukan. Ray mengatakan, studi ilmiah yang ada menyatakan ASI tidak mengandung virus korona baru. Ibu yang terindikasi positif Covid-19 tetap dapat menyusui anaknya.
”Risiko penularan yang diwaspadai adalah lewat percikan ketika ibu batuk, bersin, atau berbicara. ASI tetap bisa diberikan dalam bentuk ASI perah dengan tetap menerapkan protokol kesehatan,” ujar dokter spesialis anak di Rumah Sakit Umum Pusat Persahabatan, Jully Neily Kasie (Kompas, 5/8/2020).