Orang Indonesia Belum Terbiasa Memilah dan Mengolah Sampah
Sampah adalah masalah bersama. Butuh kerja sama pemerintah, produsen produk berkemasan, konsumen, hingga masyarakat umum. Sayangnya, kesadaran ini belum terbentuk pada banyak orang Indonesia.
Oleh
SEKAR GANDHAWANGI
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Upaya pengurangan dan pengolahan sampah bukan hanya tugas satu pihak, melainkan juga tugas bersama pemerintah, masyarakat, dan produsen. Kesadaran orang Indonesia soal pengelolaan sampah yang baik belum merata. Orang Indonesia belum terbiasa memilah dan mengolah sampah dengan baik.
Menurut Indeks Perilaku Ketidakpedulian Lingkungan Hidup oleh Badan Pusat Statistik (BPS) 2018, sebanyak 72 persen masyarakat Indonesia tidak peduli sampah. Persoalan pengelolaan sampah di Indonesia masih sulit tertangani dengan baik karena sejak dari hulu masyarakat belum terbiasa memilah dan mengolah sampah.
”Ibaratnya seperti mengosongkan bak air dengan sendok, sementara air dari keran terus mengalir deras,” kata Kepala Subdirektorat Barang dan Kemasan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Ujang Solihin Sidik pada diskusi daring, Rabu (13/1/2021).
Ia menekankan bahwa sampah adalah masalah bersama. Butuh kerja sama pemerintah, produsen produk berkemasan, konsumen, hingga masyarakat umum. Ini penting mengingat jumlah sampah meningkat selama masa pandemi, utamanya sampah plastik.
Berdasarkan data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, jumlah timbulan sampah di Indonesia mencapai 65,8 juta ton per tahun. Sebanyak 44 persen merupakan sisa makanan, 13 persen ranting, daun, atau sampah organik.
Sementara itu, sebanyak 57 persen dari sampah itu merupakan sampah anorganik yang terdiri dari plastik (15 persen), kertas (11 persen), kain/tekstil (3 persen), logam (2 persen), karet/kulit (2 persen), dan lain-lain (8 persen). Sampah yang tidak didaur ulang kemudian ditimbun di tempat pemrosesan akhir (TPA) atau mencemari lingkungan, seperti laut.
Ini sesuai dengan riset Pusat Penelitian Oseanografi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) pada 20 Parol-5 Mei 2020. Riset dilakukan di Jabodetabek, Jawa Tengah, Jawa Barat, Jawa Timur, Sumatera Barat, dan Makassar. Hasilnya, sampah plastik dari jasa antar paket meningkat 62 persen, sedangkan sampah dari jasa antar makanan meningkat 47 persen.
”Ada empat hal yang jadi dasar pengelolaan sampah, yaitu pencegahan, pembatasan, penggunaan ulang, dan pendauran ulang sampah,” kata Ujang.
Ibaratnya seperti mengosongkan bak air dengan sendok, sedangkan air dari keran terus mengalir deras.
Menurut Asisten Deputi Pengembangan Industri Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Atong Soekirman, perubahan pola pikir tentang sampah diperlukan. Selain pemerintah, semua elemen masyarakat juga harus terlibat. Masyarakat bisa mulai dengan mengelola sampah rumah tangga dan plastik.
Indonesia sebenarnya berkomitmen mengurangi sampah nasional sebanyak 30 persen pada 2025. Ini dilakukan dengan membatasi timbulan sampah, mendaur ulang, dan memanfaatkan sampah kembali.
Sementara itu, Indonesia menargetkan menangani 75 persen sampah nasional di 2025. Metode yang digunakan adalah pemilahan, pengumpulan, pengangkutan, pengolahan, dan pemrosesan akhir sampah.
Upaya daerah
Salah satu daerah yang berhasil mengurangi sampah adalah Kabupaten Lamongan, Jawa Timur. Data Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Lamongan menunjukkan, sampah yang dibuang ke tempat pembuangan akhir pada Januari 2020 lebih dari 1,2 ton. Jumlahnya menurun jadi 0,2 ton per Desember 2020.
Kepala Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Lamongan Anang Taufik mengatakan, Kabupaten Lamongan terdiri dari 474 desa dan kelurahan. Ada 390 ton sampah per hari yang bisa dihasilkan di sana.
”Jadi kami mengajak masyarakat mengurangi sampah. Ada hadiah dan hukuman untuk upaya peduli lingkungan hidup. Upaya ini kami lakukan sejak 2011 hingga sekarang,” tutur Anang.
Keberadaan bank sampah penting bagi upaya Pemerintah Kabupaten Lamongan. Hingga kini ada 960 bank sampah di 27 kecamatan.
Direktur Sustainable Waste Indonesia (SWI) Dini Trisyanti mengatakan, survei internal SWI menyatakan 80 persen pengumpulan sampah plastik dilakukan pihak informal, termasuk bank sampah. Artinya, penting untuk merangkul pihak informal dalam program lingkungan pemerintah.
”Pengumpul sampah informal dan semi-informal seperti bank sampah cukup tersebar seperti di Sumatera dan Bali, tetapi masih minim di wilayah lain. Sementara itu, industri daur ulang belum merata dan masih terkonsentrasi di pulau Jawa,” ujar Dini.
Ujang menambahkan, hingga kini ada 11.000 bank sampah di seluruh Indonesia. Pemerintah akan terus mendorong bank sampah karena berperan penting pada pengolahan sampah dan ekonomi sirkular. ”Kami akan terus dorong bank sampah karena itu adalah instrumen edukasi masyarakat agar mau mengumpulkan dan memilah sampah,” katanya.