Warga Merapi Mau Mengungsi Asal…

Setiap kali Gunung Merapi memperlihatkan tanda-tanda akan erupsi, warga yang tinggal di sekitar gunung itu diminta mengungsi. Saat itulah sebagian warga kerap dilanda kebimbangan. Siapa yang akan mengurus sapi?

DKK/RENDRA SANJAYA

Warga di daerah rawan bencana Gunung Merapi dari Dusun Babadan I, Desa Paten, Kecamatan Dukun, beraktivitas di tempat pengungsian Wisma Nugraha, Desa Banyurejo, Mertoyudan, Magelang, 10 November 2020.

Setiap kali Gunung Merapi memperlihatkan tanda-tanda akan erupsi, warga yang tinggal di sekitar gunung itu diminta untuk mengungsi. Saat itulah sebagian warga kerap dilanda kebimbangan. Kalau mengungsi, siapa yang akan mengurus kebun dan sapi?

Pada pertengahan November 2020, sukarelawan dari Yayasan Dana Kemanusiaan Kompas berbicang-bincang dengan beberapa warga di lereng Merapi tentang pentingnya mengungsi sebelum Merapi erupsi. Seperti yang terjadi pada tahun-tahun sebelumnya, warga sadar pentingnya mengungsi, tetapi mereka bimbang dengan kebun dan ternak yang harus mereka tinggalkan selama mengungsi.

”Umumnya kami di sini tidak keberatan untuk mengungsi ke barak pengungsian yang sudah disediakan, yang jadi masalah bagi kami bagaimana nasib ternak, kebun, dan tanaman kami nanti?” ujar Sudasri, warga Dusun Babadan I, Desa Paten, Kecamatan Dukun, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, yang di barak pengungsian Desa Banyurejo, Kecamatan Mertoyudan, Kabupaten Magelang, pertengahan November 2020.

Sudasri menjelaskan, orangtua bahkan sudah mengungsi ke barak sejak status Merapi meningkat dari Waspada (level III) menjadi Siaga (level (III). Namun, ia sendiri masih pergi pulang dari rumahnya di Dusun Babadan I  ke barak pengungsian di Banyurejo, Mertoyudan, dengan sepeda motor. Jarak antara Dusun Babadan ke Banyurejo cukup jauh, yakni sekitar 45 kilometer.

Setiap siang Sudasri kembali ke dusunnya untuk menengok anggota keluarganya yang belum mengungsi, mengerjakan ladang, mencari rumput untuk pakan ternak, dan bekerja di Taman Nasional Gunung Merapi. Menjelang malam, ia berangkat ke barak pengungsian untuk menjaga orangtuanya yang sudah lanjut usia. ”Orangtua saya harus ada yang menjaga kalau malam. Tidak bisa ditinggal, takut kalau ada apa-apa,” ujar Sudasri.

Ia mengaku kelelahan harus bolak-balik dari rumahnya ke tempat pengungsian. Selain itu, ia harus mengeluarkan uang lebih banyak untuk membeli bensin. ”Tapi, ya bagaimana lagi, saya tiap hari tetap harus bolak-balik,” kata Sudasri yang berencana mengungsi jika status Merapi levelnya naik lagi.

DKK/RENDRA SANJAYA

Suasana tempat pengungsian untuk warga di daerah rawan bencana Gunung Merapi di Wisma Nugraha, Desa Banyurejo, Mertoyudan, Magelang, 10 November 2020.

Selain Sudasri, banyak warga di lereng dan kaki Merapi yang menghadapi dilema serupa, antara mengungsi dan tetap tinggal di rumah untuk mengurus ternak, ladang, dan usaha lainnya. ”Kalau ladang dan kebun saya tinggal mengungsi, nanti 2-3 bulan lagi keluarga saya akan makan apa? Bagaimana nasib ternak-ternak saya, siapa yang akan ngasih makan? Siapa yang akan menjamin hidup keluarga saya saat itu?” kata Sudasri.

Ia sudah membayangkan kerugian yang akan ditanggung jika semua anggota keluarganya mengungsi sejak November. ”Kami rela, kok, mengungsi, kan, ini demi keselamatan kami sendiri. Kami juga ingin selamat kok. Cuma itu tadi, siapa yang mengurus kebun, ternak, dan usaha lainnya,” katanya.

Sudasri dan warga lainnya berharap pemerintah daerah dan instansi lainnya bisa menjamin roda kehidupan warga pascamengungsi tetap akan berlangsung seperti sebelumnya. Jika jaminan diberikan, warga tidak akan keberatan mengungsi sejak dini.

Pemerintah terus mengimbau dan mendorong warga yang tinggal di kawasan rawan bencana Merapi untuk mengungsi. Pemerintah menyiapkan tempat pengungsian berikut  protokol kesehatan dan keselamatan Covid-19. Sejauh ini, mayoritas pengungsi di beberapa titik pengungsian adalah warga berusia lanjut dan anak-anak.

Setiba di tempat pengungsian, mereka diwajibkan memakai masker, mencuci tangan dengan sabun, dan diperiksa suhu tubuhnya. Mereka juga diminta menjalani tes cepat untuk mencegah penyebaran Covid-19. Selama mengungsi, mereka ditempatkan di bilik-bilik tripleks untuk mempertahankan jarak fisik antarpengungsi.

KOMPAS/NINO CITRA ANUGRAHANTO

Seorang warga mengurus ternaknya di kandang darurat, Lapangan Desa Glagaharjo, Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, Jumat (20/11/2020). Ternak yang dievakuasi merupakan milik warga Dusun Kalitengah Lor, Desa Glagaharjo, yang wilahnya berada dalam radius bahaya, yakni di bawah 5 kilometer dari puncak Merapi. Total ternak yang harus dievakuasi berjumlah 294 ekor.

Selain itu, pemerintah juga mengevakuasi ternak miliki warga. Hal ini, antara lain, dilakukan pada ternak milik warga di Dusun Kalitengah Lor, Desa Glagaharjo, Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Sebanyak 299 sapi perah dan pedaging dipindahkan ke tempat aman dari ancaman erupsi Merapi.

Saukir Sarto Wuyono (60), warga Kalitengah Lor, menyadari aktivitas Merapi bisa meningkat sewaktu-waktu. Ia tak mau ambil risiko sehingga mengikuti arahan pemerintah untuk mengevakuasi ternaknya.

Sejak warga Merapi berdatangan ke tempat-tempat pengungsian November lalu, bantuan untuk mereka juga telah mengalir dari sejumlah pihak. Yayasan Dana Kemanusian Kompas (DKK), misalnya, menyalurkan donasi pembaca harian Kompas kepada pengungsi Merapi di Jawa Tengah ataupun DIY. Bantuan berupa selimut, kasur, tikar, bantal, sarung, handuk dewasa, handuk bayi, peralatan mandi, popok dewasa, pembalut wanita, popok bayi, ember, gayung, pakaian dalam, susu ibu hamil, mukena, dan obat-obatan.

KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO

Warga yang mencari rumput untuk pakan ternak melintasi obyek wisata Bukit Grenden, Desa Pogalan, Pakis, Magelang, Jawa Tengah, Sabtu (28/11/2020).

Dengan level ini, Gunung Merapi setiap waktu bisa meletus. Untuk mencegah korban akibat letusan merapi, berbagai aktivitas di kawasan rawan bencana (KRB) 3 dihentikan dan warga di kawasan tersebut diminta mengungsi ke wilayah yang aman.

Warga di Dusun Babadan I, mereka yang mengungsi masih diminati warga kelompok lanjut usia (lansia) dan anak-anak (anak balita). Ada sekitar 274 jiwa warga Dusun Babadan I yang terdiri dari 177 dewasa dan sisanya kelompok usia anak-anak dan anak balita.