Pendiri ”Kompas” Telah Pergi, Perusahaan Harus Tetap Hidup
Kepergian Jakob Oetama sebagai salah satu pendiri ”Kompas” merupakan titik balik bagi seluruh karyawan untuk membuktikan keberhasilannya. Sesuai dengan harapannya, perusahaan tidak mati bersamaan dengan perintisnya.
Oleh
SHARON PATRICIA
·4 menit baca
Keberhasilan pemimpin perusahaan justru baru sah terbukti ketika perusahaan itu tidak mati bersamaan dengan kepergian perintis dan pendirinya. Demikian pemikiran Jakob Oetama, pendiri Kompas yang tertulis dalam buku Syukur Tiada Akhir (2015).
Mengutip pada Kamis (10/9/2020), pemikiran Jakob Oetama juga sesuai dengan tulisan PK Ojong, pendiri Kompas, yakni ”manusia mesti mati”. Meski kita sedih jika ada yang mati, perusahaan tidak usah mati.
”Perusahaan bisa hidup berabad-abad lamanya. Oleh karena itu, kita lebih sedih lagi bila suatu perusahaan mesti mati,” tulis PK Ojong dalam buku yang disusun oleh St Sularto.
Setelah 40 tahun PK Ojong menutup usia pada 1980, kini Jakob Oetama menyusul pada Rabu (9/9/2020) pukul 13.05, di RS Mitra Kelapa Gading, Jakarta Utara. Menutup hidup di usia 88 tahun menjadi kehilangan besar tidak hanya bagi Kompas, tetapi juga bagi bangsa Indonesia.
Meski begitu, sudah selayaknya kepergian mendiang menjadi titik balik bagi seluruh karyawan Kompas untuk lebih giat menjalankan perusahaan dan memelihara nilai-nilai yang diwariskan. Sesuai dengan harapan kedua pendiri Kompas, ”the show must go on”.
Dalam buku untuk memperingati usia 80 tahun Jakob Oetama, ia berpesan dan berharap Kompas Gramedia terus maju tanpa meninggalkan visi dan misi awal perusahaan ini didirikan. Kerja keras, bekerja bersama, dan demikian pekerjaan terberkati Tuhan.
Andy F Noya pada satu kali kesempatan mewawancarai Jakob Oetama pernah menanyakan kaderisasi di lingkungan lembaga Kompas Gramedia. Menurut dia, kaderisasi relatif berhasil selama ini.
”Ada, sudah ada, kok. Yang jujur, punya kemampuan memimpin, dan kompeten,” ujar Jakob Oetama.
Bagi Jakob Oetama, keberhasilan tidak diukur ketika pendiri dan perintis perusahaan masih hidup. Namun, justru ketika para perintis dan pendirinya sudah tiada.
Dalam acara persemayaman di lobi Kantor Kompas Gramedia Palmerah Selatan, Ketua Dewan Pers Mohammad Nuh menilai, Jakob Oetama merupakan sosok yang cerdik, cerdas, dan sangat santun. Beliau juga dinilai tegak lurus untuk urusan Merah Putih.
”Saya belum nemu, coba dicari siapa yang sekelas beliau (Jakob Oetama) pemikiran-pemikirannya dan tetap konsisten dan independen, tidak memihak ke kiri ke kanan. Kita semua sangat kehilangan sosok yang sangat menaruh perhatian terhadap nilai-nilai kemanusiaan,” ujar Nuh.
Pengalaman berharga juga dimiliki Redaktur Senior Harian Kompas Ninok Leksono. Baginya, Jakob Oetama adalah guru yang murah hati terhadap karyawan dan sesama yang memikirkan kesejahteraan hidup bagi sesama, bahkan Indonesia.
Selama 38 tahun mendampingi Jakob Oetama, Ninok menilai ada kepercayaan penuh yang diberikan kepada karyawan terhadap tanggung jawab yang diemban. Pengalaman ini dirasakan langsung ketika terjadi peristiwa penyerbuan kantor Partai Demokrasi Indonesia pada 27 Juli 1996.
”Waktu itu, Pak JO (Jakob Oetama) ada di Amerika Serikat dan di redaksi (Kompas) yang paling senior saat itu adalah saya. Pak JO pun menanyakan keadaan yang sebenarnya terjadi langsung kepada saya. Itu hanya salah satu dari banyak peristiwa besar,” ujar Ninok.
Menciptakan lapangan usaha
Majalah Intisari yang didirikan oleh Jakob Oetama bersama PK Ojong pada tahun 1963 menjadi awal perusahaan-perusahaan yang tergabung dalam Kompas Gramedia. Bisa diibaratkan, Intisari merupakan biji sesawi yang awalnya berangkat dari sebuah cita-cita bahkan ”mimpi” sekelompok orang untuk mengembangkan usaha ilmu pengetahuan.
Oleh sebab itu, setelah Intisari kemudian lahir Kompas (1965) yang diikuti dengan toko buku. Hingga akhirnya terpikir mendirikan percetakan sendiri agar bisa tepat waktu dari yang sebelumnya Kompas dicetak di beberapa perusahaan swasta, antara lain Eka Grafika di Kramat Raya dan Massa Merdeka di Petojo Selatan.
Melalui tulisan PK Ojong dalam Falsafah Perusahaan Kita dikatakan, diversifikasi usaha dilakukan karena tidak semua penghasilan harus dihabiskan. Namun, untuk menciptakan lapangan kerja.
Dengan kata lain, menurut istilah Jakob Oetama, kekayaan itu hasil bekerja. Kelebihannya disimpan alias ditabung sebagai modal untuk menambah akumulasi kekayaan yang dijadikan modal.
Harian Kompas di bawah payung usaha PT Kompas Media Nusantara, penerbit Kompas, merupakan satu dari puluhan anak usaha di lingkungan Kompas Gramedia. Perusahaan yang senantiasa menempatkan secara seimbang sisi bisnis dan sisi idealnya.
Menurut Rosihan Anwar, Jakob Oetama memang dikenal sebagai pengusaha. Pada 2001, Rosihan bahkan pernah menyebutnya, ”pokoke, Jakob Oetama bergelar press baron, terkadang dengan variasi sebutan lain prince of the press”. Namun, profesi terutama adalah wartawan.
Baca juga: Mengenang Sang ”Kompas”, Jakob Oetama
Bagi Jakob Oetama, kalaupun ada yang menyebutnya sebagai pengusaha sukses dan manajer, semua terjadi karena kebetulan. ”Wartawan adalah profesi, tetapi pengusaha karena kebetulan,” ujar Jakob Oetama.