Dapur Umum Sediakan 18.000 Porsi Sehari untuk Kluster Pondok Pesantren
Pemerintah Kabupaten Banyuwangi dibantu Kementerian Kesehatan, TNI, dan Polri membangun dapur umum guna memfasilitasi karantina lokal di Pondok Pesantren Darussalam. Sehari dapur umum memasok 18.000 porsi bagi santri.
Oleh
ANGGER PUTRANTO
·4 menit baca
BANYUWANGI, KOMPAS — Pemerintah Kabupaten Banyuwangi dibantu Kementerian Kesehatan, TNI, dan Polri membangun dapur umum untuk memfasilitasi karantina lokal di Pondok Pesantren Darussalam. Dalam sehari, dapur umum memasok 18.000 porsi makanan untuk para santri.
Hingga Selasa (1/9/2020), kluster pondok Pesantren menjadi penyumbang terbanyak kasus Covid-19 di Banyuwangi. Dari total kasus Covid-19 di Banyuwangi yang mencapai 814 kasus, lebih dari 625 kasus berasal dari kluster pondok pesantren.
Guna mencegah penyebaran yang semakin meluas, Kementerian Kesehatan merekomendasikan karantina lokal dan penyediaan dapur umum untuk memenuhi kebutuhan santri. Dengan demikian, interaksi santri bisa dilokalisasi.
Pelaksana Tugas Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Banyuwangi Abdul Kadir mengatakan, pihaknya harus menyediakan 18.000 porsi makanan sehari. Makanan tersebut dibagi masing-masing 6.000 porsi untuk pagi, siang, dan malam hari.
”Makanan yang kami sediakan mendapat supervisi dari Dinas Kesehatan dan Kementerian kesehatan. Setiap porsi harus ada nasi, lauk, sayur, dan buah,” ujarnya.
Penyediaan makanan bagi para santri ini sudah dilakukan sejak karantina lokal diterapkan pada hari Minggu (30/7/2020). Pada hari pertama, Kadir mengakui ada keterlambatan distribusi makan pagi.
Keterlambatan itu terjadi karena keputusan mendirikan dapur umum baru diambil pada malam hari sebelumnya. Ia mengaku tidak mudah dengan cepat menyediakan 6.000 porsi untuk makan pagi.
”Kami akui hari minggu ada keterlambatan. Mohon maaf dan mohon maklum karena itu pertama kali. Kami sudah berusaha sekuat dan secepat mungkin,” ujarnya.
Guna mencegah hal serupa terjadi, disepakati pembagian jatah penyediaan makan bagi para santri. Sebanyak 3.000 porsi akan dimasak oleh anggota TNI yang terdiri dari 50 orang pemasak dan 100 orang pembungkus. Sementara 3.000 porsi lain akan dikerjakan oleh 60 sukarelawan dari Provinsi Jawa Timur dan Kabupaten Banyuwangi.
Guna memenuhi kebutuhan dapur umum, Pemerintah Kabupaten Banyuwangi menggelontorkan biaya Rp 3 miliar. Dana tersebut diambil dari biaya tidak terduga yang ada dalam pos APBD Banyuwangi 2020.
Makanan yang kami sediakan mendapat supervisi dari Dinas Kesehatan dan Kementerian kesehatan
Kendati sudah berupaya sekuat tenaga, aksi sukarelawan sempat dikritik. Di media sosial banyak bermunculan unggahan bernada kritik terhadap apa yang dilakukan para relawan tersebut. Beberapa di antaranya mengunggah foto sejumlah santri yang membentengkan kertas putih bertuliskan, Lockdown; Kami semua kelaparan; dan Pulangkan Kami’.
Adapula video berdurasi 13 detik yang menggambarkan para santri mendapat makan siang pada pukul 18.30 WIB. Muncul pula sindirian bantuan mi instan berstandar WHO dan sindiran terkait menu makanan.
Menanggapi itu, Kadir mengaku kecewa. Ia tidak menyangka upaya baik para sukarelawan mendapat tanggapan negatif. Ia berharap aksi di media sosial tersebut dapat dikendalikan agar suasana lebih kondusif.
”Kalau ada kekurangan memang benar. Kami meminta maaf. Akan tetapi, kami tidak minta penghargaan dan ucapan terima kasih. Tidak perlu ngoceh di medsos supaya kondusif. Ini bukan bencana biasa, ini bencana yang musuhnya tidak kelihatan. Kami juga berisiko tertular,” ujarnya.
Kadir mengaku sudah banyak mendapat keluhan dari para sukarelawan. Mereka mengancam untuk pulang dan enggan membantu di dapur umum bila terus mendapat perlakuan tidak menyenangkan.
”Kalau sukarelawan ini dinyinyiri terus, lalu mereka marah dan minta pulang bagaimana? Kalau media sosial dibiarkan seperti itu, kami benar-benar akan pulang,” katanya.
Kompas sempat menghubungi Juru Bicara Pondok Pesantren Darussalam, Blokagung, Nihayatul Wafiroh, untuk mengonfirmasi apakah aksi tersebut benar dilakukan santrinya. Ia tidak membantah aksi tersebut.
”Itukan sudah kejadian hari pertama, hari Minggu. Tidak usah dipermasalahkan lagi. Saat ini sudah lebih baik,” ujarnya.
Secara terpisah, Kepala Dinas Kesehatan Banyuwangi Widji Lestariono menyampaikan, saat ini kasus konfirmasi positif di Banyuwangi mencapai 814 kasus. Namun, ia enggan merinci berapa jumlah pasti kasus positif dari kluster pondok pesantren. Dari catatan Kompas, kasus konfirmasi positif dari kluster pondok pesantren sudah lebih dari 625 kasus.
”Memang yang terbanyak dari kluster pondok pesantren. Jumlahnya tidak bisa kami rinci. Namun, yang pasti dari 814 kasus, saat ini kasus kontak erat mendominasi,” ungkapnya.
Dari 814 kasus tersebut, sebanyak 47 kasus diakibatkan riwayat perjalanan dan 69 tanpa riwayat perjalanan. Sementara kasus konfirmasi dari kontak erat mendominasi dengan jumlah 698 kasus.