Harapan dan Skeptisisme Warga Soal Penanganan Covid-19
Masyarakat masih berharap pemerintah tetap memimpin penanganan Covid-19, tetapi mereka skeptis apakah keputusan dan kebijakan yang dibuat pemerintah dapat efektif?
JAKARTA, KOMPAS —Sebagian besar warga di tiap-tiap negara masih berharap pada kemampuan pemerintahnya untuk memimpin dan membawa mereka pulih dari dampak pandemi Covid-19. Namun, tetap ada yang skeptis terhadap kemampuan pemerintah mewujudkan harapan tersebut.
Hasil survei A Bird\'s Eye View (ABEV) menunjukkan, secara global, sekitar 84 persen responden menginginkan pemerintahnya untuk terus memimpin.
Survei dilakukan pada 5-22 Mei 2020 dengan melibatkan 1.000 responden berusia 18 tahun ke atas. Responden tersebar di 7 negara, antara lain Inggris (180 responden), Perancis (114 responden), Italia (121 responden), Chile (209 responden), Peru (99 responden), Indonesia (198 responden), dan Nigeria (81 responden).
Hampir setengah (48 persen) dari total responden khawatir tentang korupsi, 45 persen khawatir tentang transparansi, dan 39 persen mempertanyakan apakah pemerintah mereka ”berfungsi dengan baik”. Skeptisisme masyarakat terutama terlihat di Indonesia (53 persen) dan Nigeria (51 persen).
Lebih lanjut, sekitar 79 persen percaya komunitas memiliki peran penting dalam memimpin pemulihan pasca-Covid-19. Dua dari lima (43 persen) percaya masyarakat menjadi lebih kolektif akibat Covid-19 dan lebih dari setengahnya (58 persen) mengatakan, kini ada nilai yang lebih besar pada hubungan keluarga, teman, komunitas, dan kolega.
Lead Consultant ABEV di Indonesia Eva Arisuci Rudjito menyampaikan, para pemimpin dan lembaga politik daerah juga memiliki peran penting untuk dimainkan. Sebesar 77 persen dari responden mengharapkan pemerintah daerah mengambil peran utama dalam pemulihan.
”Masyarakat Indonesia berharap pemerintah pusat responsif dan tegas dalam membuat kebijakan. Mereka menganggap pemerintah pusat dan pemerintah lokal harus memimpin pemulihan secara bersama,” kata Eva pada Jumat (10/7/2020).
Eva menyampaikan paparan ini dalam webinar Hasil Survei: Publik Percaya ”New Normal” akan Mengubah Tatanan Baru Masyarakat Secara Global. Hadir pula sebagai narasumber, Founder ABEV, Helena Wyatt.
Melalui hasil survei, kata Eva, juga terlihat adanya keinginan masyarakat agar koordinasi antara pemerintah pusat dan daerah lebih baik dalam implementasi kebijakan. Secara khusus, akses bagi bantuan masyarakat yang membutuhkan.
Hampir dua pertiga (60 persen) orang Indonesia takut akan pengangguran, negara tertinggi kedua dari ketujuh negara yang disurvei. Sebesar 62 persen juga mengkhawatirkan kemampuan mereka untuk memenuhi kebutuhan keuangan dan 54 persen khawatir tentang ancaman resesi.
Sebesar 60 persen juga menginginkan pemerintah memprioritaskan dukungan untuk usaha kecil dan menengah. Jumlah ini lebih dari 1,5 kali rata-rata global dan proporsi tertinggi dari negara mana pun yang disurvei.
Lebih dari setengah (56 persen) meminta pemerintah membangun jaring pengaman sosial yang lebih kuat, 51 persen ingin pemerintah mempercepat akses teknologi dan membangun servis virtual nasional. Adapun 57 persen ingin perubahan dalam mewujudkan kesehatan universal.
Baca juga: Menumbuhkan Kesadaran Warga terhadap Ancaman Covid-19
Dari hasil survei, kata Eva, terlihat orang-orang mengharapkan pemerintah untuk berbuat lebih banyak dan menginginkan arahan yang konsisten. Namun, memang masih ada pertanyaan tentang kepercayaan kepada pemerintah.
”Orang Indonesia khawatir tentang korupsi, transparansi, dan apakah pemerintah berfungsi dengan baik. Para pemimpin politik negara ini menjadi sorotan utama,” tutur Eva.
Secara terpisah, Peneliti Populi Center, Ade Ghozaly, menyampaikan, selama menangani Covid-19, memang terlihat kurangnya koordinasi antara pemerintah pusat dengan daerah. Misalnya, terkait dengan penerapan karantina wilayah pada awal masa pandemi.
”Seharusnya, posisi pemerintah itu untuk menyadarkan masyarakat terkait bagaimana menghadapi Covid-19. Tapi yang terjadi di lapangan masih ada ego sektoral dan menjadi antiklimaks,” kata Ade.
Untuk itu, upaya menyadarkan masyarakat akan pentingnya penerapan protokol kesehatan tidak dapat sepenuhnya menjadi tanggung jawab pemerintah. Masyarakat juga bertugas untuk saling menyadarkan demi kepentingan bersama.
Persoalan global
Helena Wayth mengatakan, semua orang menginginkan dunia yang lebih adil dan berkelanjutan setelah pandemi Covid-19. Hampir 75 persen orang percaya kenormalan baru akan mengubah masyarakat secara permanen.
”Meskipun ada ketakutan kesulitan keuangan, banyak yang tetap percaya bahwa masyarakat memiliki rasa solidaritas yang tinggi. Sebesar 72 persen responden merasa positif tentang masa depan mereka,” ujar Helena.
Pemulihan setelah Covid-19, menurut hasil survei, harus mempertimbangkan persoalan selain ekonomi. Dari tujuh negara, sekitar sembilan dari sepuluh responden di setiap negara mengatakan, pemulihan juga harus mempertimbangkan masalah lingkungan dan sosial.
Misalnya, Perancis yang memimpin dunia untuk memprioritaskan lingkungan dalam proses pemulihan. Begitu pun Italia yang menuntut revolusi infrastruktur hijau.
Sementara Inggris ingin ada kesepakatan yang lebih adil bagi pekerja. Masyarakat Cile ingin pemerintah pusat, lokal, dan komunitas bekerja bersama untuk memperbaiki ketimpangan sosial.
Tuntutan perbaikan akses kesehatan dan pendidikan datang dari masyarakat Peru. Kesehatan universal dan perbaikan infrastruktur kesehatan juga diharapkan oleh masyarakat Nigeria.
Baca juga: Stigmatisasi Persulit Upaya Atasi Pandemi
”Keadaan ini menghadirkan tantangan dan peluang yang sangat besar bagi pemerintah, masyarakat, dan pelaku usaha. Apakah kita bisa memanfaatkan kesempatan ini untuk memperbaiki iklim, memberikan kesehatan dan kesejahteraan universal, serta memperbaiki ekonomi,” ujar Helena.