Menembus Jantung Pertempuran Paramedis Versus Covid-19
Baru beberapa menit dalam balutan APD, badan sudah terasa gerah. Keringat bercucuran. Bernapas juga tidak sebebas sebelumnya. Kacamata atau goggle yang dikenakan berembun. Sungguh menyiksa.

Kesibukan paramedis di ruang perawatan pasien Covid-19 di Rumah Sakit Pertamina Jaya, Cempaka Putih, Jakarta Pusat, Kamis (30/4/2020). RSPJ merawat pasien dalam pengawasan (PDP) maupun pasien positif Covid-19, dengan gejala klinis sedang, berat, dan kritis.
Badai pandemi Covid-19 belum juga mereda. Semua lapisan masyarakat berjuang bersama untuk menghentikan penyebaran virus korona jenis baru penyebab Covid-19 ini.
Salah satu pasukan pejuang melawan Covid-19 adalah paramedis atau petugas medis. Mereka bahu-membahu merawat pasien Covid-19 di sejumlah rumah sakit yang menjadi rujukan, salah satunya Rumah Sakit Pertamina Jaya (RSPJ) di Cempaka Putih, Jakarta Timur.
Kompas bersama wartawan dari Majalah Energia pada akhir April 2020 lalu berkesempatan menembus langsung "jantung pertempuran" para paramedis yang berjuang merawat pasien Covid-19.
Liputan saya ini sebenarnya tidak sengaja. Pada pertengahan April, saya sempat menghubungi humas rumah sakit untuk meminta izin memotret rumah sakit modular yang menggunakan robot dalam membantu pelayanan pasien. Namun, pada hari H yang dijanjikan, ternyata rumah sakit mulai menerima pasien Covid-19 sehingga liputan dibatalkan.

Petugas laboratorium bersiap mengambil berbagai jenis barang yang dimasukkan ke saluran khusus di Rumah Sakit Pertamina Jaya, Cempaka Putih, Jakarta Pusat, Kamis (30/4/2020).
Selang sepekan kemudian, saya dihubungi kembali oleh humas yang menawarkan liputan ke laboratorium mereka. Kebetulan, ada wartawan Energia hendak meliput peran rumah sakit milik PT Pertamina dalam menghadapi Covid-19. Energia adalah majalah internal PT Pertamina.
Tiba di rumah sakit, kami kemudian juga ditawari untuk memotret ruang isolasi. Awalnya saya sempat ragu. Namun, setelah mengetahui rumah sakit ini menerapkan standar keamanan tinggi, yakni kami akan diberikan alat pelindung diri (APD) level 3 seperti yang dikenakan petugas medis di ruang isolasi. Akhirnya, saya memutuskan mengambil tawaran ini. Belum tentu kesempatan datang dua kali.
Baca juga: Rahasia Menemukan Orang-orang Istimewa
Sebelum liputan dimulai kami mendapat pengarahan dari pihak rumah sakit, terkait apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan selama liputan di zona merah. Selain zona merah, ada juga zona kuning dan zona hijau.
Saat berada di zona merah, kami harus menggunakan alat pelindung diri atau APD lengkap, berupa baju hazmat, kacamata, masker N95, pelindung rambut, sarung tangan dua lapis, kain pelindung kaki (semacam kaus kaki), dan sepatu bot.

Fotografer Kompas Heru Sri Kumoro mengambil foto diri ketika mengenakan pelindung diri (APD) lengkap saat peliputan di Rumah Sakit Pertamina Jaya, Jakarta, Kamis (30/4/2020).
Pakaian APD lengkap juga tetap dikenakan ketika berada di zona kuning, hanya saja tidak seketat di zona merah. Masker yang digunakan tidak lagi N95 melainkan masker medis. Sedangkan zona hijau, terbuka bagi siapa saja tanpa perlu mengenakan APD. Tentu saja tetap perlu menggunakan masker.
Seusai pengarahan, kami diarahkan menuju ruangan khusus yang masih berada di zona hijau. Di sini, kami berganti dengan pakaian APD lengkap.
Baca juga: Dokter Cantik Obatnya
Penggunaan APD ini harus mengikuti pertunjuk dan pengarahan dari petugas. Mereka juga kembali memeriksa apakah APD yang kami kenakan sudah lengkap, benar, dan aman.
Tidak lupa, kamera dibungkus dengan plastik yang biasa digunakan untuk membungkus (wrapping) makanan.

Sepatu bot yang disiapkan untuk paramedis dan petugas lainnya yang bertugas di ruang pasien Covid-19 di Rumah Sakit Pertamina Jaya, Cempaka Putih, Jakarta Pusat, Kamis (30/4/2020). RSPJ menyediakan 160 tempat tidur dan 65 ruang isolasi untuk pasien Covid-19.
Sebelum memakai APD, celana panjang, jaket, sepatu, dan kaos kaki kami harus dilepas lalu dimasukkan ke dalam plastik yang nantinya akan diantar petugas ke tempat mandi usai kami keluar dari zona merah. Hanya celana pendek dan kaus saja yang boleh kami pakai.
Baru beberapa menit dalam balutan APD, badan sudah terasa gerah. Keringat bercucuran. Bernapas juga tidak sebebas sebelumnya. Kacamata atau goggle yang dikenakan berembun.
Baca juga: Liputan Perang Irak (3): "Wisata Kuliner" di Tengah Kecamuk Perang
Kami juga harus pintar-pintar mengatur napas agar embun di kacamata tidak semakin tebal. Salah satu larangan saat berada di zona merah adalah melepaskan elemen APD. Apapun yang terjadi. Termasuk melepas goggle untuk menghilangkan embun.
Setelah memastikan semua lengkap dan aman, kami masuk ke zona merah. Tujuan pertama adalah ruang laboratorium. Di ruangan ini para petugas lab bekerja terus-menerus untuk mengoperasikan mesin pendeteksi Covid-19.

Paramedis memasukkan materi ke ruang laboratorium melalui saluran penghubung khusus di Rumah Sakit Pertamina Jaya, Cempaka Putih, Jakarta Pusat, Kamis (30/4/2020).
Dalam perjalanan menuju laboratorium, kami melewati sebuah lorong yang sangat bersih. Ada tanda zona kuning di pintu kaca. Di lorong ini saya bertemu petugas kebersihan yang sedang mengepel lantai, membersihkan sepatu bot, dan mengepak serta membawa sampah ke luar ruangan.
Di lorong ini juga terdapat jendela kaca tebal yang menghubungkan lorong ini dengan ruang laboratorium. Jendela ini berfungsi untuk memasukkan barang-barang ke dalam laboratorium dengan aman.
Baca juga: Kerusuhan Mei 1998 di Solo, Kenangan yang Ingin Kulupakan
Untuk masuk ke laboratorium, kami harus melewati tiga pintu yang selalu terkunci. Di dalamnya, tampak sejumlah petugas yang semuanya perempuan, tengah khusyuk bekerja. Di sekitar mereka, terdapat sejumlah peralatan untuk mendeteksi virus korona jenis baru.
Salah satu peralatan canggih yang dimiliki, yaitu Cobas 6800. Alat ini bekerja secara otomatis. Cobas 6800 digunakan untuk menguji sampel air liur, apusan bagian belakang tenggorokan, cairan dari saluran pernapasan bawah, atau tinja yang diambil petugas dari pasien atau masyarakat umum.
Mesin ini membutuhkan waktu sekitar 3,5 jam untuk mengetahui apakah sampel yang diambil positif atau negatif Covid-19. Dalam sehari, alat ini bisa menguji hingga 1.000 sampel.

Petugas laboratorium mengamati kerja mesin pendeteksi virus penyebab Covid-19 di laboratorium Rumah Sakit Pertamina Jaya, Jakarta, Kamis (30/4/2020). Mesin menguji sampel air liur, apusan bagian belakang tenggorokan, cairan dari saluran pernapasan bawah, atau tinja.
Setelah selesai mengambil foto di laboratorium, kami menuju ke lantai 2 yang berisi ruang isolasi atau ruang perawatan para pasien Covid-19. Lantai 3 juga digunakan untuk ruang perawatan pasien Covid-19, namun tidak kami sambangi karena suasananya kira-kira sama dengan lantai 2.
Di area lantai 2 ini kami melihat perawat hilir mudik keluar masuk ruangan. Kami tiba ketika seorang perawat tampak tengah memberikan obat dan makanan kepada pasien.
Baca juga: Liputan Perang Irak (2): Berkawan Rompi Bismillah
Perawat lain tengah menulis di selembar kertas tentang perkembangan dan tindakan apa saja yang diberikan kepada pasien. Ada juga petugas yang menyemprotkan disinfektan ke tong sampah, pegangan pintu, dan benda apapun yang ada di area itu.
Di tempat ini, pasien yang dirawat merupakan rujukan dari sejumlah rumah sakit lain. Sebagian dalam kondisi agak berat hingga berat sehingga harus menggunakan ventilator. Tentu saja kami tidak sampai bertemu muka dengan pasien. Kami hanya bisa melihat mereka dari balik jendela kaca. Ada dua lapis pintu yang membatasi pasien dengan ruangan luar.

Petugas medis merawat pasien Covid-19 di Rumah Sakit Pertamina Jaya, Cempaka Putih, Jakarta Pusat, Kamis (30/4/2020).
Hanya dua pasien yang sempat saya lihat. Sisanya, hanya terlihat layar-layar monitor di ruangan. Menurut informasi, kebanyakan pasien telah berusia lanjut.
Kami berada di sana kira-kira 15 menit. Setelah merasa cukup, kami memutuskan kembali ke lantai 1 dan keluar dari zona merah. Sedari awal kami memang telah membuat kesepakatan untuk tidak terlalu lama berada di ruang isolasi tersebut. Selain berbahaya, kehadiran kami di tempat tersebut jangan sampai mengganggu kerja petugas medis.
Rupanya saat itu, adzan Maghrib sudah lama berkumandang. Sampai tidak terasa kalau saat itu kami tengah berpuasa. Setelahnya, kami diarahkan ke luar zona merah.
Jalur masuk dan keluar dibuat berbeda. Sebelum keluar, kami harus masuk ke bilik disinfektan. Demikian pula, dengan kamera yang kami bawa, harus masuk bilik dan ikut disemprot.

Membersihkan sepatu dan melepaskan APD di ruangan khusus usai liputan di Rumah Sakit Pertamina Jaya, Jakarta, Kamis (30/4/2020).
Dari bilik ini kami diarahkan menuju ruang ganti untuk melepas semua APD satu persatu dengan panduan sebuah poster. Setiap kali selesai melepaskan salah satu bagian APD, kami harus mencuci tangan dengan hand sanitizer. Setelah itu, baru bisa membuka bagian lainnya.
Setelah semua APD terlepas, kami diarahkan ke kamar mandi. Semua yang keluar dari zona merah dan kuning wajib mandi dan keramas. Di sana, telah tersedia handuk, sabun, dan sampo. Demikian pula dengan pakaian yang kami kenakan saat datang ke rumah sakit, telah tersedia.
Meski sudah mandi di rumah sakit, setibanya di rumah, saya kembali mandi dan keramas dan langsung mencuci baju yang saya kenakan serta membersihkan segala perangkat yang saya bawa.
Setelah itu, ke mana-mana, saya disiplin menjaga jarak agar tidak berdekatan dengan orang lain. Saya juga sempat mengikuti tes cepat Covid-19 dan hasilnya negatif. Bahkan, tanggal 20 April saya juga melakukan tes swab. Alhamdulillah, hasilnya juga negatif.
Saya teringat begitu tidak nyamannya saat mengenakan APD sehingga ketika semua telah dilepas, langsung terasa lega. Plong! Saya jadi membayangkan begitu beratnya perjuangan para petugas medis yang harus berjam-jam mengenakan kostum APD saat merawat pasien Covid-19. Belum lagi risiko tertular penyakit tersebut. Tidak berlebihan jika mereka mendapat gelar pahlawan kemanusiaan.