Pemulihan Ekonomi Nasional Butuh Dana Rp 318,09 Triliun
Dalam pelaksanaannya, program pemulihan ekonomi nasional diawasi dan dievaluasi oleh Menteri Keuangan bersama BPK serta BPKP untuk memastikan program ini dimanfaatkan sesuai tujuan.

Warga melintas di depan mural bertema ”Percepat Bansos Untuk Warga Yang Terkena Dampak Sosial Ekonomi”, di daerah Depok, Jawa Barat, Senin (13/4/2020). Mural karya perkumpulan mural Akar Rumput Art 2020 Depok ini dibuat agar bantuan untuk warga segera dikeluarkan oleh pihak berwenang, saat warga harus mematuhi pembatasan sosial berskala besar (PSBB) terhadap pandemi Covid-19 yang telah meluas bukan hanya di daerah Depok, melainkan juga daerah lain di Indonesia.
JAKARTA, KOMPAS — Kebijakan penanganan dan pemulihan ekonomi nasional diarahkan pada perbaikan sisi permintaan dan penawaran. Sejauh ini rekap dana pemulihan ekonomi nasional yang dibutuhkan pada tahun ini Rp 318,09 triliun.
Ketentuan pelaksanaan pemulihan ekonomi nasional diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2020. Regulasi itu menyebutkan, program pemulihan ekonomi nasional dilakukan pemerintah melalui penyertaan modal negara (PMN), penempatan dana, investasi, penjaminan, dan belanja negara.
PP Nomor 23 Tahun 2020 merupakan turunan dari Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) No 1/2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan Negara dalam Penanganan Pandemi Covid-19 yang telah ditetapkan menjadi undang-undang.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu mengatakan, peningkatan konsumsi rumah tangga dan pemerintah menjadi fokus penanganan serta pemulihan ekonomi di sisi permintaan. Pertumbuhan konsumsi didorong melalui percepatan penyaluran bantuan sosial, pemberian insentif perpajakan, dan perluasan stimulus konsumsi untuk kelas menengah.
Di sisi penawaran, penanganan dan pemulihan ekonomi diarahkan untuk mendukung dunia usaha, yaitu usaha mikro kecil dan menengah (UMKM), badan usaha milik negara (BUMN), serta korporasi. Menurut hitungan BKF, rekap dana pemulihan ekonomi nasional yang dibutuhkan pada tahun ini mencapai Rp 318,09 triliun.
”Belum ada angka (dana pemulihan ekonomi nasional) yang resmi dikeluarkan karena angkanya terus bergerak. Yang jelas, kebutuhan pembiayaan ekonomi nasional lebih dari Rp 150 triliun,” kata Febrio dalam konferensi pers yang diselenggarakan secara virtual, di Jakarta, Rabu (13/5/2020).
Rekap dana pemulihan ekonomi nasional yang dibutuhkan pada tahun ini mencapai Rp 318,09 triliun.

Desain pemulihan ekonomi nasional 2020
Dukungan untuk UMKM berupa subsidi bunga senilai Rp 34,15 triliun serta penjaminan untuk kredit modal kerja baru Rp 6 triliun. Subsidi bunga menyasar 60,66 juta rekening kredit UMKM. Pemerintah akan menempatkan dana di perbankan yang akan melakukan restrukturisasi kredit dan memberikan tambahan kredit modal kerja.
Menurut Febrio, penempatan dana untuk subsidi kredit dan penjaminan modal kredit baru bukan upaya penyelamatan perbankan. Subsidi kredit langsung diberikan ke nasabah terdampak Covid-19, sementara penjaminan untuk menarik minat perbankan menyalurkan modal kredit baru. Sejauh ini ada sekitar 200.000 nasabah yang sudah mengajukan restrukturisasi kredit.
”Pemerintah tidak dalam bisnis menyelamatkan perbankan. Kondisi likuiditas perbankan masih terjaga, bahkan bisa dikatakan tidak akan ada masalah likuiditas jika restrukturisasi hanya enam bulan,” kata Febrio.
Pemerintah tidak dalam bisnis menyelamatkan perbankan. Kondisi likuiditas perbankan masih terjaga, bahkan bisa dikatakan tidak akan ada masalah likuiditas jika restrukturisasi hanya enam bulan.
Adapun dukungan untuk BUMN berupa PMN, pembayaran kompensasi, dan dana talangan. Dukungan pemerintah diprioritaskan untuk BUMN terdampak Covid-19 di sektor infrastruktur, pangan, transportasi, sumber daya alam, keuangan, manufaktur, energi, dan pariwisata.
Baca juga: Program Pemulihan Ekonomi Nasional Menyasar UMKM
Febrio menuturkan, sejauh ini belum ditetapkan perusahaan BUMN dan besaran dukungan yang akan diberikan. Dukungan bagi BUMN akan diberikan secepat mungkin mulai triwulan II-2020 ini karena ada beberapa BUMN yang tidak bisa beroperasi sama sekali, bahkan kesulitan membayarkan utangnya.
”Dukungan untuk BUMN bergantung pada kriteria dan skala prioritas yang kini sedang dimatangkan. Suntikan dana akan diberikan secapat mungkin,” kata Febrio.

Pesawat maskapai Garuda Indonesia berada di Terminal 3 Bandara Internasional Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten, Jumat (24/4/2020).
Pemerintah juga memberikan dukungan bagi korporasi dalam bentuk insentif dan relaksasi perpajakan. Selain itu, ada penempatan dana di perbankan untuk restrukturisasi debitor korporasi. Pemulihan dunia usaha akan dilakukan sepanjang triwulan II hingga III-2020 sejalan dengan penanganan Covid-19.
Pengawasan
Juru Bicara Presiden Bidang Hukum Dini Purwono, melalui siaran pers, Rabu (13/5/2020), menjelaskan, PP No 23/2020 itu diterbitkan untuk melindungi perekonomian agar tetap bertahan di tengah krisis Covid-19.
”PP ini bertujuan melindungi, mempertahankan, dan meningkatkan kemampuan usaha rakyat agar tetap bertahan di masa sulit dan menghindari terjadinya pemutusan hubungan kerja (PHK),” kata Dini.
Baca juga: DPR Setuju Perppu Covid-19, Fraksi PKS Berkukuh Menolak
Menurut Dini, dalam PP tersebut, pemerintah menyediakan sejumlah pilihan bantuan. Injeksi dana ke BUMN yang dilakukan melalui mekanisme PMN adalah salah satunya. Harapannya, BUMN yang ditunjuk dapat meningkatkan kapasitas perusahaan atau melaksanakan penugasan khusus dari pemerintah.
Bentuk lainnya adalah melalui penempatan dana pemerintah untuk memberikan dukungan likuiditas perbankan yang berkategori sehat dan tergolong 15 bank beraset terbesar. Tujuannya adalah agar bank dapat melakukan restrukturisasi kredit atau tambahan kredit modal kerja.
”Mekanisme lainnya adalah melalui investasi dan atau penjaminan pemerintah melalui badan usaha yang ditunjuk berdasarkan ketentuan perundang-undangan,” kata Dini.
Dini menambahkan, sumber pendanaan semua bantuan tersebut berasal dari APBN serta sumber lain sesuai dengan perundang-undangan. Dalam pelaksanaannya, pemulihan ekonomi nasional diawasi dan dievaluasi oleh Menteri Keuangan bersama Badan Pemeriksa Keuangan serta Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan untuk memastikan program ini dimanfaatkan sesuai tujuan.
Dalam pelaksanaannya, pemulihan ekonomi nasional diawasi dan dievaluasi oleh Menteri Keuangan bersama Badan Pemeriksa Keuangan serta Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan untuk memastikan program ini dimanfaatkan sesuai tujuan.

”Moral hazard”
Dihubungi terpisah, Rektor Universitas Indonesia Ari Kuncoro berpendapat, bentuk dan kriteria dukungan pemulihan ekonomi nasional harus dirumuskan hati-hati agar tidak menimbulkan moral hazard. Penyertaan modal negara untuk BUMN, misalnya, perlu memperhatikan struktur modal dan dampak Covid-19 terhadap arus kas perusahaan.
”Pemberian dukungan bisa diperingan berdasarkan arus kas perusahaan dan pentingnya BUMN terhadap perekonomian,” kata Ari, Rabu.
Menurut Ari, dukungan juga bisa diberikan kepada perusahaan yang mempertahankan rantai pasok. Kredit modal baru diarahkan untuk sektor-sektor baru, seperti kesehatan, farmasi dan obat tradisional, serta sektor jasa yang terkait penanganan Covid-19. Tujuannya agar pemulihan ekonomi berjalan beriringan dengan penanganan Covid-19.
Penerbitan PP No 23/2020 akan memberikan sinyal positif kepada investor bahwa pemerintah serius menangani Covid-19 dan mempercepat pemulihan ekonomi. Sinyal positif itu harus dikelola baik dengan implementasi dan eksekusi kebijakan yang akuntabel. Fleksibilitas stimulus perlu dipertahkan karena Covid-19 masih belum terprediksi.
Terkait pembiayaan, lanjut Ari, Kementerian Keuangan dan Bank Indonesia (BI) akan kembali menerbitkan surat keputusan bersama. Pembiayaan program pemulihan ekonomi nasional sebagian besar bersumber dari surat berharga negara (SBN).
”BI diberikan wewenang membeli SBN pemerintah di pasar perdana. Ini sesuai dengan peran BI sebagai lender of the last resort (LOLR) atau otoritas yang berwenang menyediakan likuiditas pada saat krisis,” katanya.
Menurut Ari, wewenang BI membeli SBN di pasar perdana memang menyalahi UU. Namun, langkah itu diperlukan dalam situasi tidak normal seperti saat ini. Langkah-langkah luar biasa ditempuh agar kebutuhan pembiayaan yang tinggi bisa terpenuhi.
Masuknya BI ke pasar perdana akan menjaga penyerapan SBN pemerintah di tengah pengetatan likuditas global sekaligus menurunkan imbal hasil surat utang RI akibat peningkatan risiko domestik.
”Sejak April, imbal hasil surat utang pemerintah tenor 10 tahun bergerak naik mendekati level 8 persen. Wewenang BI untuk masuk ke pasar perdana akan memberikan sentimen positif terkait penanganan ekonomi domestik. Dengan demikian, harapannya, investor asing kembali ke pasar surat utang domestik,” ujarnya.

Kesibukan di Cash Center PT Bank Mandiri (Persero) Tbk, Jakarta, Jumat (8/5/2020). Bank Indonesia memperkirakan kebutuhan uang tunai periode Ramadhan dan Idul Fitri tahun ini secara nasional Rp 157,96 triliun atau turun 17,7 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu.
Pasal 4 Undang-Undang (UU) Nomor 3 Tahun 2004 tentang Perubahan atas UU Nomor 23 Tahun 1999 tentang BI menyebutkan, BI merupakan lembaga negara yang independen dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, bebas dari campur tangan pemerintah dan/atau pihak lain.
Dalam pelaksanaan mandat dan wewenang untuk menjaga sistem stabilitas keuangan, termasuk jika ada dampak sistemik dan berpotensi terjadi krisis, BI bisa berperan sebagai LOLR. Hal itu juga diatur dalam UU Nomor 9 Tahun 2016 tentang Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan.
Namun, kedua UU itu baru mengatur peran BI jika terjadi potensi krisis terhadap bank. Dalam konteks itu, BI berperan membantu kesulitan pendanaan jangka pendek yang dihadapi bank.
Adapun dalam konteks pembelian SBN di pasar perdana (SBN), peran BI itu baru diatur dalam Perppu Nomor 1 Tahun 2020 dan regulasi turunannya PP No 23/2020.
Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan, diperbolehkannya BI membeli SBN dan surat berharga syariah negara (SBSN) di pasar perdana jangan disamakan dengan bailout atau Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).
”Mohon jangan diartikan sebagai bailout ataupun BLBI. BI hanya sebagai the last resources jika pasar tidak bisa memenuhi kebutuhan SBN dan SBSN,” kata Perry.
Baca juga: Pemulihan Ekonomi Dipercepat
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa menambahkan, kecepatan pemulihan ekonomi bergantung pada dua hal, yaitu kebijakan pemutusan sebaran virus dan intervensi kebijakan ekonomi. Cara dan waktu pemulihan ekonomi setiap daerah juga berbeda.
Program pemulihan ekonomi nasional akan dimulai dari sektor-sektor padat karya yang menyerap banyak tenaga kerja, seperti industri manufaktur. Tujuannya agar korban PHK sepanjang 2020 dapat kembali bekerja. Bappenas memproyeksikan tingkat pengangguran terbuka meningkat dari 5,28 persen pada 2019 menjadi 7,8-8,5 persen pada 2020.