Presiden Jokowi: Kendalikan Kasus Covid-19 di Pulau Jawa
Presiden Joko Widodo menginstruksikan pengendalian Covid-19 di Pulau Jawa dilakukan efektif dalam dua pekan ini. Sementara itu, rencana pelonggaran pembatasan sosial berskala besar harus dipikirkan matang.
Oleh
Tim Kompas
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Presiden Joko Widodo menginstruksikan para pemangku kepentingan terkait untuk fokus mengurangi penyebaran wabah Covid-19 di lima provinsi di Pulau Jawa selama dua pekan ke depan. Sebab, kasus positif Covid-19 di Jawa masih tinggi, yakni mencapai 70 persen dari total kasus nasional.
Langkah mengurangi penyebaran Covid-19 itu dinilai hanya akan berhasil jika diikuti peningkatan tes Covid-19 secara masif dan kedisiplinan masyarakat dalam menjalankan pembatasan sosial.
Di sisi lain, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengingatkan negara-negara bahwa pelonggaran kebijakan karantina atau pembatasan sosial harus dilakukan hati-hati. Tren penurunan kasus Covid-19 bukan berarti risiko infeksi telah hilang sama sekali.
Saya minta Gugus Tugas memastikan pengendalian Covid-19 di lima provinsi di Pulau Jawa ini betul-betul dilakukan secara efektif, terutama dalam waktu dua minggu ke depan ini. Kesempatan kita mungkin sampai Lebaran itu harus betul-betul kita gunakan.
Presiden mengingatkan pentingnya pengendalian kasus di Pulau Jawa itu dalam rapat terbatas evaluasi efektivitas pelaksanaan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) melalui telekonferensi dari Istana Merdeka, Jakarta, Selasa (12/5/2020). Lima provinsi selain DKI Jakarta di Pulau Jawa ialah Jawa Barat, Banten, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, dan Jawa Timur.
”Saya minta Gugus Tugas memastikan pengendalian Covid-19 di lima provinsi di Pulau Jawa ini betul-betul dilakukan secara efektif, terutama dalam waktu dua minggu ke depan ini. Kesempatan kita mungkin sampai Lebaran itu harus betul-betul kita gunakan,” tutur Presiden.
Sekitar 70 persen kasus positif Covid-19 dan 82 persen angka kematian tertinggi akibat Covid-19 terdapat di Pulau Jawa. Sementara berdasar data Gugus Tugas Pengendalian Covid-9, hingga Selasa, ada 14.749 kasus positif Covid-19. Dari jumlah itu, 1.007 orang meninggal dunia.
Dari Jatim dilaporkan, PSBB di Surabaya, Sidoarjo, dan Gresik, yang sudah berlangsung dua pekan sejak 27 April, diperpanjang hingga 25 Mei. Ketua Gugus Tracing Satgas Covid-19 Jatim Kohar Hari Santoso mengatakan, peningkatan jumlah kasus positif Covid-19 di Jatim tak terlepas dari munculnya kluster baru penularan.
Pada pekan pertama kasus positif Covid-19 di Jatim diumumkan 17 Maret, baru terdeteksi dua kluster. Kini sudah ada 57 kluster penularan.
Berdasar pengalaman Sumatera Barat dan Bali, ada dua hal yang harus dilakukan untuk menekan penyebaran Covid-19. Dua hal itu ialah tes Covid-19 secara masif serta kedisiplinan pembatasan sosial. Uji sampel masif memberikan gambaran kondisi masyarakat sesungguhnya. Sementara kedisiplinan menjaga jarak dan mengawasi mobilitas warga akan menghentikan rantai penularan.
Ada dua hal yang harus dilakukan untuk menekan penyebaran Covid-19, yaitu tes Covid-19 secara masif serta kedisiplinan pembatasan sosial.
Cara penanganan itu disampaikan Gubernur Sumbar Irwan Prayitno dan Gubernur Bali I Wayan Koster secara daring, seusai mengikuti rapat terbatas yang dipimpin Presiden.
Sumbar dan Bali dinilai berhasil menekan penyebaran Covid-19. Sumbar menerapkan PSBB, sedangkan Bali meski tidak menerapkan PSBB, menerapkan kedisiplinan di 1.493 desa adat yang dikoordinasikan pemerintah kota/kabupaten dan pemerintah provinsi.
Pelonggaran PSBB
Dalam rapat terbatas kemarin, Presiden juga meminta agar dilakukan evaluasi tren kasus Covid-19 secara detail dan menyeluruh. Tak hanya bagi daerah yang menerapkan PSBB, tetapi juga daerah yang tidak memberlakukan PSBB.
”Mengenai pelonggaran PSBB, agar dilakukan secara hati-hati dan tidak tergesa-gesa. Semua didasarkan pada data dan pelaksanaan di lapangan sehingga keputusan itu betul-betul keputusan yang benar. Hati-hati mengenai pelonggaran PSBB,” tutur Presiden Jokowi.
Sebelum memutuskan merelaksasi PSBB, Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Doni Monardo menuturkan, setidaknya ada empat tahapan yang disiapkan. Tahap pertama mengalkulasi dampak pelonggaran dari berbagai aspek kehidupan. Tahapan kedua, menetapkan waktu yang tepat melakukan pelonggaran PSBB. Tahap selanjutnya menetapkan prioritas sektor yang aktivitasnya akan dilonggarkan. Terakhir, koordinasi pemerintah pusat dan daerah.
Ekonom yang juga mantan menteri Tanri Abeng berpendapat, pemerintah harus berhati-hati dalam melonggarkan pembatasan sosial. Diperlukan manajemen kebijakan yang baik antara menurunkan angka penyebaran Covid-19 dan mendorong pemulihan ekonomi. Kebijakan kesehatan, sosial, dan ekonomi harus sejalan.
Peringatan WHO
Direktur Jenderal Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Tedros Adhanom Ghebreyesus dari Geneva, Swiss, menuturkan dorongan melonggarkan kebijakan pembatasan sosial harus dilakukan sangat hati-hati. Meski tren kasus Covid-19 menurun, bukan berarti risiko infeksi telah hilang sama sekali.
Dorongan melonggarkan kebijakan pembatasan sosial harus dilakukan sangat hati-hati. Meski tren kasus Covid-19 menurun, bukan berarti risiko infeksi telah hilang sama sekali.
Ada tiga hal yang harus dikaji sebelum mengendurkan pembatasan jarak sosial atau karantina. Pertama, apakah epidemi Covid-19 sudah terkendali. Kedua, kesiapan sistem pelayanan kesehatan menghadapi melonjaknya kasus Covid-19 yang bisa terjadi setelah pelonggaran. Ketiga, apakah sistem surveilans kesehatan masyarakat sudah mampu mendeteksi kasus, menelusuri kontak, serta mengidentifikasi munculnya kasus baru.
Sementara itu, di Bandung, epidemiolog Universitas Padjadjaran, Dwi Agustian, mengingatkan tingkat penularan dapat diestimasi dengan lebih baik jika kasus Covid-19 yang dilaporkan menggambarkan kondisi sebenarnya. Tingkat kepercayaan dari hasil analisis data pemerintah akan meningkat jika tes Covid-19 dilakukan secara agresif, cepat, dan tepat sasaran.