Obesitas Rentan Covid-19, Ini Tipsnya agar Tak Makan Berlebih Saat Bosan Selama Pembatasan Sosial
Sejumlah orang mengalami kenaikan berat badan selama masa karantina di rumah. Kesehatan perlu diperhatikan karena penderita obesitas rentan terpapar Covid-19.
Oleh
sekar gandhawangi
·3 menit baca
Aktivitas fisik yang biasa dilakukan masyarakat berkurang banyak selama pembatasan sosial berlaku. Kecenderungan orang makan lebih banyak untuk membunuh rasa bosan juga terjadi. Jika dibiarkan, hal ini dapat berdampak buruk bagi kesehatan. Padahal, tubuh yang sehat dan bugar adalah kunci melawan pandemi Covid-19.
Berat badan karyawan swasta Mahardika (25) naik 3 kilogram selama sebulan terakhir. Sejak pandemi merebak, ia lebih sering menghabiskan waktu di dalam kamar indekos. Kesehariannya diisi dengan duduk dan bekerja di depan laptop. Tidak ada aktivitas fisik signifikan yang ia lakukan.
”Selama di rumah, berat badanku naik dan sekarang jarang olahraga. Sepertinya ini sedang dialami oleh banyak orang,” katanya saat dihubungi, Kamis (23/4/2020).
Pengalaman serupa dialami warga Jakarta Iqbal (25). Ia tidak lagi menyempatkan diri untuk olahraga dan mengonsumsi sayuran. Kini, berat badannya naik 4 kilogram. Kondisi ini membuatnya mudah lelah ketika berjalan ke swalayan terdekat.
Apabila dibiarkan, kegemukan bisa mengarah ke obesitas. Padahal, hal itu meningkatkan risiko sejumlah penyakit degeneratif, seperti penyakit jantung koroner dan diabetes tipe 2.
Adapun Centers for Disease Control and Prevention (CDC) mengategorikan penderita obesitas berat sebagai golongan rentan Covid-19. Obesitas berat meningkatkan risiko masalah pernapasan serius yang merupakan komplikasi utama Covid-19.
Sebuah studi di Shenzen, China, menyatakan bahwa pasien positif korona yang menderita obesitas berisiko tinggi mengalami pneumonia berat. Studi dilakukan terhadap 383 pasien Covid-19 yang dirawat di The Third People’s Hospital, Shenzhen, China, pada 11 Januari-16 Februari 2020.
Dari jumlah itu, 53,1 persen pasien memiliki berat badan normal, kurus 4,2 persen, kegemukan 32 persen, dan obesitas 10,7 persen. Pasien obesitas cenderung mengalami batuk dan demam.
Pasien positif korona yang menderita obesitas berisiko tinggi mengalami pneumonia berat. Studi dilakukan terhadap 383 pasien Covid-19 yang dirawat di The Third People’s Hospital, Shenzhen, China, pada 11 Januari-16 Februari 2020.
CDC mencatat, ada 1.482 pasien Covid-19 yang dirawat di rumah sakit di Amerika Serikat selama 1-28 Maret 2020. Dari jumlah itu, 12 persen atau setara 178 pasien dewasa memiliki penyakit penyerta. Penyakit yang dimaksud adalah hipertensi (49,7 persen), obesitas (48,3 persen), penyakit paru-paru kronis (34,6 persen), diabetes melitus (28,3 persen), dan penyakit kardiovaskular (27,8 persen).
Ahli epidemiologi Perancis, Jean-François Delfraissy, mengatakan, obesitas meningkatkan risiko penyakit Covid-19. Menurut dia, ada 17 juta orang dari total 67 juta penduduk Perancis yang rentan pada Covid-19 karena sejumlah faktor kesehatan, yakni obesitas, usia, dan penyakit bawaan.
”Virus ini (SARS-CoV-2) sangat buruk. Ini bisa menginfeksi orang berusia muda, terutama yang menderita obesitas. Mereka yang kegemukan benar-benar harus berhati-hati,” kata Delfraissy mengutip dari Reuters.
Ia mengatakan, tingkat kematian pasien Covid-19 berusia muda yang menderita gangguan pernapasan berat adalah 2 persen. Namun, angka itu naik menjadi 14 persen bagi pasien yang termasuk golongan rentan.
Adapun jumlah orang yang positif korona di Indonesia per 23 April 2020 adalah 7.775 orang. Sebanyak 647 orang meninggal dan 960 orang dinyatakan sembuh.
DKI Jakarta menjadi wilayah dengan sebaran pasien sembuh terbanyak, yakni 326 orang. Pasien sembuh terbanyak selanjutnya ada Jawa Timur (121 orang), Jawa Barat (87 orang), Sulawesi Selatan (80 orang), Bali (55 orang), Jawa Tengah (54 orang), dan wilayah lain di Indonesia sehingga total mencapai 960 orang sembuh.
Jaga nutrisi
Saat dihubungi terpisah, ahli gizi Titi Sekarindah mengatakan, kendati masyarakat diminta beraktivitas di dalam rumah, pola makan teratur dan nutrisi yang seimbang perlu tetap diterapkan. Diet ketat dinilai tidak perlu dilakukan di situasi pandemi. Ini untuk menjaga berat badan dan kesehatan tubuh.
”Asupan karbohidrat, protein, vitamin, sayur, dan buah tetap harus seimbang. Memakan mi (instan) sekali-sekali boleh, tapi jangan berlebihan. Makanan yang membuat berat badan naik sebenarnya adalah makanan dan minuman manis, gorengan, dan konsumsi karbohidrat yang terlalu banyak. Misalnya, terlalu banyak memakan kue dan snack,” kata Titi.
Makanan yang membuat berat badan naik sebenarnya adalah makanan dan minuman manis, gorengan, dan konsumsi karbohidrat yang terlalu banyak. Misalnya, terlalu banyak memakan kue dan snack.
Ia menyarankan agar makanan ringan diganti dengan buah segar. Karbohidrat yang terkandung dalam nasi dapat diganti dengan kentang rebus, nasi merah, atau roti gandum. Konsumsi sayuran dapat dikreasikan dengan membuat salad sayur. Selain itu, ia mengimbau untuk mengurangi mengonsumsi makanan yang digoreng.
Aktivitas fisik juga perlu dilakukan untuk menyeimbangkan konsumsi makanan sehat. Pekerjaan rumah tangga dinilai cukup sebagai pengganti olahraga yang biasa dilakukan di luar ruangan. Panduan olahraga yang disiarkan di internet juga dapat dilakukan agar tubuh tetap bugar.
”Olahraga yang dilakukan di rumah bisa disesuaikan dengan karakteristik dan kemampuan seseorang. Sementara itu, bagi yang telanjur mengalami kegemukan, dapat mengurangi konsumsi karbohidrat setengah porsi. Misalnya, nasi 150 gram dikurangi menjadi 75 gram saja. Kurangi juga makanan dan minuman manis,” kata Titi.