Pandemi Covid-19 Mendera, KDRT Jadi Momok Perempuan
Sebulan terakhir, Lembaga Bantuan Hukum Asosiasi Perempuan Indonesia untuk Keadilan menerima banyak pengaduan terkait kekerasan terhadap perempuan.
Oleh
Sonya Hellen Sinombor
·4 menit baca
Kompas/Priyombodo
Mural tokoh kebangkitan perempuan Indonesia, RA Kartini, menghiasi kolong tol di Jalan RC Veteran Raya, Jakarta Selatan, Selasa (21/4/2020). Peringatan Hari Kartini tahun 2020 berbeda dari tahun-tahun sebelumnya akibat pandemi Covid-19.
Meskipun tidak ada peringatan secara seremonial, tahun ini Hari Kartini diperingati secara berbeda oleh perempuan-perempuan di Tanah Air, terutama pasca-merebaknya pandemi Covid-19. Di tengah pembatasan sosial, perempuan tidak hanya memiliki beban ganda saat berada di rumah, tetapi sekaligus berada dalam posisi rentan mengalami kekerasan dalam rumah tangga dalam berbagai bentuk.
Pembatasan sosial berdampak pada perekonomian, membuat ekonomi keluarga terpuruk, serta berimbas pada situasi dan kondisi perempuan. Segala kegiatan yang terpusat di rumah membuat beban domestik yang sangat besar bagi perempuan, mulai dari mengurus rumah hingga memastikan anak-anak mengakses pendidikan dari rumah.
Dalam situasi tersebut, perempuan rentan tertular virus korona baru karena ia lebih sering keluar rumah dibandingkan dengan anggota keluarga lainnya untuk memenuhi kebutuhan makanan keluarga. Di sisi lain, struktur sosial masyarakat yang masih patriarki juga mengharuskan perempuan berperan sebagai pengasuh, pendidik, memastikan kesehatan keluarga, dan menyiapkan makanan.
Beban perempuan akan bertambah jika dia juga bekerja di luar rumah dan kadang harus bekerja dari rumah. Di tengah situasi pandemi Covid-19 dan keterpurukan ekonomi, ketika perempuan dianggap tidak mampu menjalankan fungsi domestiknya, perempuan rentan mengalami kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).
Dalam waktu sebulan, Lembaga Bantuan Hukum Asosiasi Perempuan Indonesia untuk Keadilan (LBH APIK Jakarta) menerima 97 pengaduan melalui telepon dan surat elektronik sejak 16 Maret hingga 19 April 2020.
Di DKI Jakarta, misalnya. Dalam waktu sebulan, Lembaga Bantuan Hukum Asosiasi Perempuan Indonesia untuk Keadilan (LBH APIK Jakarta) menerima 97 pengaduan melalui telepon dan surat elektronik sejak 16 Maret hingga 19 April 2020. ”Jumlah ini cukup besar di mana hanya dalam waktu satu bulan jumlah pengaduan meningkat drastis dibandingkan pengaduan langsung (yang hanya rata-rata 60 pengaduan sebulan),” ujar Direktur LBH APIK Siti Mazumah, Selasa (21/4/2020), di Jakarta.
Dari 97 kasus, jumlah yang paling besar dilaporkan adalah kasus KDRT 33 kasus, menyusul adalah kekerasan gender berbasis online (KBGO) 30 kasus, pelecehan seksual 8 kasus, kekerasan dalam pacaran 7 kasus, kasus pidana umum 6 kasus, pemerkosaan 3 kasus, sisanya adalah kasus di luar kekerasan berbasis jender, perdata keluarga, dan lain-lain.
Menurut Mazumah, dari pengaduan KDRT yang diterima LBH APIK Jakarta, kekerasan yang dialami perempuan bukan hanya kekerasan fisik, melainkan juga kekerasan psikis, seksual, bahkan penelantaran ekonomi.
”Ini menjadi bukti bahwa rumah belum tentu menjadi tempat aman bagi perempuan, apalagi dalam masa pandemi Covid-19 ini perempuan menjadi lebih rentan. Bukan saja rentan tertular virus, melainkan juga rentan menjadi korban kekerasan,” kata Mazumah.
Kompas/Bahana Patria Gupta
Awak Suroboyo Bus dengan menggunakan kebaya bersiap untuk bertugas di Terminal Bungurasih, Sidoarjo, Jawa Timur, Selasa (21/4/2020). Para awak bus perempuan menggunakan kebaya dalam rangka memperingati Hari Kartini.
Selain KDRT, selama pandemi, KBGO menjadi kasus nomor dua tertinggi yang dilaporkan. Bentuk KBGO yang dilaporkan adalah pelecehan seksual secara daring, ancaman penyebaran konten intim dengan motif eksploitasi seksual, hingga pemerasan.
Sayangnya, dalam proses penanganan kasus kekerasan, korban kerap menghadapi kendala, apalagi dalam masa pandemi Covid 19 ini, perempuan lebih sulit keluar rumah untuk melaporkan kasusnya. Sementara penerapan bekerja dari rumah membuat pelaku dapat selalu memantau aktivitas korban.
Koordinator Pelayanan Hukum LBH APIK Uli Pangaribuan mengungkapkan, meski ada kebijakan bekerja dari rumah, LBH APIK Jakarta tetap memberikan layanan konsultasi hukum dan rujukan ke psikolog secara daring. Selain itu, kepada korban yang mengalami kekerasan diminta memotret bukti-bukti kekerasan. ”Laporan dilakukan secara daring. Namun, masih ada kemungkinan jumlah kasus yang tidak dilaporkan lebih besar,” papar Uli.
Anggota Komisi Nasional Antikekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan), Siti Aminah Tardi, mengungkapkan, KDRT bertentangan dengan cita-cita RA Kartini yang menginginkan perempuan menjadi pribadi yang mandiri, cerdas, dan merdeka. Kartini sangat menekankan pentingnya perkawinan yang setara, di mana lelakì dan perempuan menjadi sahabat berdasarkan kejujuran.
Bahkan, dalam suratnya kepada Nyonya Abendanon, Kartini menulis: ”Sekolah-sekolah saja tidak dapat memajukan masyarakat, tetapi keluarga di rumah juga harus turut bekerja. Lebih-lebih dari rumahlah kekuatan mendidik itu berasal.”
”Dengan demikian, menurut Kartini, rumah seharusnya menjadi tempat aman dan tempat nilai-nilai diturunkan. Karena itu, kewajiban kita, masyarakat dan negara, untuk mendorong dan memastikan KDRT dapat diminimalkan,” ujar Aminah.
KOMPAS/COKORDA YUDISTIRA
Bertepatan dengan Hari Kartini, Selasa (21/4/2020), Polda Bali menggelar bakti sosial Polri Peduli Covid-19 bersama Kodam IX/Udayana dan Pemerintah Kota Denpasar dengan mendistribusikan bahan kebutuhan pokok dan makanan kepada masyarakat yang terkena dampak penyebaran penyakit akibat virus korona baru.
Pantang menyerah
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) I Gusti Ayu Bintang Darmawati, saat hadir dalam acara Bincang Bersama Bintang: Kartini-Kartini Melawan Pandemi Covid-19, yang diselenggarakan secara daring oleh Institut KAPAL Perempuan berharap, pada momen Hari Kartini saat ini, perempuan-perempuan di Indonesia tetap diberi kekuatan dalam menghadapi pandemi.
”Saya yakin ibu-ibu dan para perempuan pantang menyerah dalam menghadapi Covid-19 ini. Pada momen Hari Kartini, kita tidak hanya sebagai penikmat pembangunan tapi kita juga ikut berperan di dalam pembangunan. Perjuangan yang kita lakukan adalah mengambil bagian di masa sulit ini, menjadi solusi dalam penanganan Covid-19, bergandengan tangan membentuk suatu kekuatan,” ujar Bintang seusai mendengarkan berbagai situasi dan kondisi yang dialami perempuan pada masa pandemi Covid-19. Bintang sangat yakin, perempuan Indonesia bisa bersatu membangun kekuatan melawan pandemi Covid-19.
Ketua Umum Kongres Wanita Indonesia (Kowani) Giwo Rubianto menyatakan, perempuan merupakan pihak yang paling terdampak dari pandemi Covid-19, kasus KDRT yang dialami para perempuan yang terjadi akhir-akhir ini juga merupakan akibat dari tekanan ekonomi, tekanan mental dan psikologis, di dalam keluarga.
”Dalam suasana yang penuh keprihatinan, Kowani berharap agar semangat Habis Gelap Terbitlah Terang yang telah diperjuangkan oleh Kartini di masa lampau tidak terkikis oleh situasi dan kondisi yang sangat menekan karena bencana Covid-19 ini,” kata Giwo.