Angka Kemiskinan Bisa Melonjak, Bantuan Sosial Mendesak
IMF memperkirakan ekonomi Indonesia tahun ini tumbuh 0,5 persen. Sementara SMERU memproyeksikan, dengan pertumbuhan ekonomi hanya 1 persen, jumlah orang miskin diproyeksikan melonjak 12,4 persen atau 8,45 juta orang.
Oleh
Agnes Theodora
·5 menit baca
KOMPAS/P RADITYA MAHENDRA YASA
Pekerja melepas lelah setelah membersihkan taman di Kota Semarang, Jawa Tengah, Kamis (16/4/2020). Penutupan berbagai jenis tempat usaha karena pandemi Covid-19 dalam beberapa bulan ini menambah jumlah pengangguran dan pemecatan karena industri yang lesu.
Dalam skenario terburuk, pukulan pandemi Covid-19 terhadap kondisi ekonomi bisa menambah jumlah orang miskin baru sebanyak 8,5 juta jiwa. Program perlindungan sosial yang tepat sasaran dan lebih menyeluruh perlu disikapi serius, tidak hanya untuk masyarakat miskin, tetapi juga kelompok masyarakat rentan miskin dan menengah yang saat ini mulai kehilangan pemasukan.
Riset terbaru dari SMERU Research Institute yang dirilis, Jumat (17/4/2020), memprediksi lonjakan angka kemiskinan tahun ini akibat pandemi Covid-19. Orang miskin baru akan bermunculan karena dampak pandemi memukul berbagai sektor ekonomi dan bidang usaha.
Mereka yang rentan terdampak adalah masyarakat rentan miskin yang saat ini kehilangan pekerjaan dan pemasukan rutin. Masyarakat rentan miskin berada sedikit di atas garis kemiskinan. Mereka terancam jatuh miskin jika dampak ekonomi dari Covid-19 terus berkelanjutan tanpa program perlindungan sosial dan penguatan ekonomi yang lebih menyeluruh.
Berdasarkan data Angka Kemiskinan Badan Pusat Statistik (BPS) yang sudah dikalkulasi silang dengan data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) BPS, jumlah orang miskin di Indonesia per September 2019 sebanyak 24,79 juta jiwa. Riset SMERU memprediksi lonjakan angka kemiskinan berdasarkan skenario pertumbuhan ekonomi ringan hingga berat.
Akibat pandemi, dalam skenario paling ringan, angka kemiskinan naik 9,7 persen atau muncul 1,3 juta orang miskin baru. Artinya, total orang miskin akan bertambah menjadi 26,09 juta orang. Skenario ringan ini terwujud jika pertumbuhan ekonomi tahun ini masih tumbuh 4,2 persen atau skenario paling optimistis.
Jika pertumbuhan ekonomi mengikuti skenario sedang atau 2,1 persen, jumlah orang miskin akan meningkat 3,9 juta jiwa menjadi total 30,69 juta orang. Sementara dengan pertumbuhan ekonomi hanya 1 persen, jumlah orang miskin diproyeksikan melonjak 12,4 persen sampai 8,45 juta orang. Artinya, dalam skenario terburuk itu, total orang miskin bertambah menjadi 33,24 juta orang pada akhir 2020.
Dengan pertumbuhan ekonomi hanya 1 persen, jumlah orang miskin diproyeksikan melonjak 12,4 persen sampai 8,45 juta orang.
Dana Moneter Internasional (IMF) memperkirakan, perekonomian global tumbuh minus 3 persen pada 2020 atau turun dari pertumbuhan pada 2019 yang sebesar 2,9 persen. Adapun perekonomian Indonesia pada 2020 diperkirakan akan tumbuh 0,5 persen.
Ekonomi tumbuh 1 persen saja bisa meningkatkan jumlah orang miskin sebanyak 8,45 juta orang, lalu bagaimana jika ekonomi Indonesia hanya tumbuh 0,5 persen?
Perlindungan sosial
Sebagai catatan, saat krisis ekonomi 1998 setelah tumbangnya Orde Baru, angka kemiskinan 24,2 persen atau 49,5 juta jiwa. Itu merupakan angka kemiskinan tertinggi yang pernah dialami dalam sejarah Indonesia modern.
Sudah sembilan tahun terakhir ini, angka kemiskinan Indonesia terus mengalami penurunan di bawah 30 juta orang. Meski menurun, jumlah masyarakat rentan miskin yang masih banyak selalu menjadi catatan yang patut diwaspadai.
Dalam laporannya, SMERU menggarisbawahi pentingnya Pemerintah Indonesia segera membuat program perlindungan sosial yang lebih meluas untuk melindungi semua kalangan masyarakat. Tidak hanya untuk kelompok miskin yang saat ini terdata untuk mendapat bantuan sosial Program Keluarga Harapan (PKH) atau Kartu Sembako, tetapi juga untuk kelas rentan miskin dan menengah yang kehilangan nafkah.
KOMPAS/P RADITYA MAHENDRA YASA
Buruh pabrik yang masih terus bekerja selama wabah Covid-19 di Ungaran, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah, Kamis (16/4/2020). Saat ini pemerintah mulai membagikan program Kartu Prakerja sebagai bentuk penanganan dampak krisis selama menghadapi wabah virus korona.
Sumber daya yang dikerahkan untuk mewujudkan program perlindungan sosial ke depan harus lebih besar. Agar langkah perlindungan sosial ini efektif, laporan SMERU menyarankan Indonesia untuk belajar dari kebijakan sejumlah negara lain atau belajar dari krisis masa lalu.
Saat ini, pemerintah sudah mengeluarkan sejumlah program bansos untuk masyarakat dalam bentuk PKH, Kartu Sembako, Bantuan Langsung Tunai, Program Padat Karya Tunai, dan Kartu Prakerja.
Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Mohammad Faisal mengatakan, pemerintah memang sudah meluncurkan sejumlah program bantuan sosial untuk membantu masyarakat yang ekonominya terdampak Covid-19. Namun, melihat skala persoalan saat ini dan potensi krisis ekonomi yang perlu diantisipasi, kebijakan yang diambil harus lebih total.
”Langkah yang diambil sudah baik, tetapi bantuan memang masih kurang. Saat ini, beberapa program hitungannya masih menggunakan pendekatan jika kondisi masih normal. Sementara situasi saat ini membutuhkan langkah-langkah total, at all cost,” kata Faisal.
Ia mencontohkan, beberapa program bansos, seperti PKH, Kartu Sembako, dan Bantuan Langsung Tunai, belum mengantisipasi angka kemiskinan yang akan naik akibat Covid-19 ini. Bansos masih berpatok pada Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) oleh Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) Kementerian Sosial, tetapi belum total mengantisipasi potensi keadaan memburuk ke depan.
”Untuk yang sudah terdata dalam DTKS pun cakupannya masih kurang, belum melindungi semua orang yang ada di garis kemiskinan. Apalagi, jika melihat adanya proyeksi pertambahan orang miskin akibat pandemi ini,” ujarnya.
Dengan keterbatasan anggaran pemerintah, untuk posisi saat ini, pemerintah seharusnya fokus dulu ke masyarakat yang ada di sekitar garis kemiskinan. Jika kelompok paling rentan itu sudah terlindungi, baru pemerintah bisa menyasar kelompok menengah yang ikut terkena dampak Covid-19.
”Memang masalah kecukupan anggaran ini jadi masalah. Harus ada tambahan suntikan dana sehingga pelebaran defisit harus di-push lebih besar lagi. Untuk menangkal dampak wabah ini, harus at all cost karena dampaknya bisa besar sekali kalau pemerintah tidak all out dengan pembiayaan,” ujarnya.
Memang masalah kecukupan anggaran ini jadi masalah. Harus ada tambahan suntikan dana sehingga pelebaran defisit harus di-push lebih besar lagi. (Mohammad Faisal)
KOMPAS/P RADITYA MAHENDRA YASA
Sebuah spanduk promosi yang berisi tentang fenomena bekerja di rumah selama pembatasan aktivitas sosial karena wabah Covid-19 dipasang di salah satu jalan di Kota Semarang, Jawa Tengah, Kamis (16/4/2020). Pembatasan aktivitas dan interaksi sosial tersebut juga menghentikan kegiatan perekonomian warga, seperti penutupan warung, tempat usaha, dan tempat kerja.
Beberapa program yang saat ini disediakan pemerintah mulai menyasar demografi yang berbeda. Salah satu program bansos yang diarahkan untuk kelas menengah adalah Kartu Prakerja. Program itu disebut menyasar 40 persen rumah tangga di kelompok menengah yang memiliki pengeluaran Rp 3,12 juta sampai Rp 6,38 juta per bulan per rumah tangga.
Mereka juga bukan kelompok yang mendapat program bansos dan tercatat dalam DTKS oleh TNP2K Kementerian Sosial.
Direktur Kemitraan Kartu Prakerja Panji W Ruky mengatakan, program Kartu Prakerja memang diarahkan untuk mengantisipasi kelompok masyarakat yang bukan penerima bansos atau bukan masyarakat yang hidup di garis kemiskinan. Kartu Prakerja ditujukan untuk masyarakat yang menggantungkan pemasukannya pada gaji setiap bulan dan kini kehilangan pemasukan akibat Covid-19 sehingga rentan menjadi miskin.
Oleh karena itu, para pendaftar Kartu Prakerja akan diseleksi lagi berdasarkan nomor induk kependudukan untuk diperiksa jika mereka termasuk dalam DTKS Kemensos atau tidak.
”Dengan anggaran yang terbatas, Presiden ingin lebih meratakan bantuan dari pemerintah sehingga lebih banyak bantuan ke masyarakat dari pemerintah,” papar Panji.