Di Tengah Pandemi Covid-19, Jaga Stabilitas Sosial
Pandemi Covid-19 menghantam perekonomian. Stabilitas sosial mesti dijaga agar aktivitas ekonomi terus berjalan.

JAKARTA, KOMPAS — Pandemi Covid-19 yang menghantam berbagai sektor perekonomian menimbulkan gelombang pemutusan hubungan kerja dan menambah jumlah pekerja yang dirumahkan. Pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah serta pekerja informal juga kena dampak karena kehilangan pendapatan harian.
Setidaknya, stabilitas sosial, berupa kemampuan mencukupi kebutuhan makan yang paling dasar dan melindungi roda gerak UMKM, dijaga dalam enam bulan mendatang. Dengan cara itu, aktivitas ekonomi dapat terus bergulir.
Meski demikian, untuk menjamin stabilitas sosial, diperlukan dana setidaknya Rp 200 triliun per bulan. Ditambah dengan menjaga kesehatan masyarakat di tengah pandemi Covid-19 sebesar Rp 400 triliun, secara keseluruhan diperlukan Rp 1.600 triliun selama enam bulan mendatang. Nilai itu belum termasuk alokasi dana penyelamatan korporasi melalui restrukturisasi kredit dan investasi jangka panjang.
”Garis pertahanan pertama adalah stabilitas sosial. Artinya, pemerintah harus memberi makan warga yang kehilangan pekerjaan dan membantu UMKM yang bangkrut,” kata Menteri Perdagangan Kabinet Indonesia Bersatu Gita Wirjawan dalam diskusi terbatas secara dalam jaringan dengan Kompas, Kamis (16/4/2020).
Perbincangan itu juga diikuti Menteri Perindustrian MS Hidayat serta Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Rosan Perkasa Roeslani.
Garis pertahanan pertama adalah stabilitas sosial.
Saat ini, Pemerintah Indonesia menganggarkan Rp 436,1 triliun untuk penanganan Covid-19 dan pencegahan krisis ekonomi. Angka itu setara dengan 2,5 persen produk domestik bruto (PDB) Indonesia. Sebagai perbandingan, Malaysia mengalokasikan 10 persen PDB, Amerika Serikat 11 persen PDB, Singapura sekitar 10,9 peren PDB, Jepang 19 persen PDB, dan Jerman 20 persen PDB untuk kebutuhan serupa.
Menurut Gita Wirjawan, Indonesia perlu tambahan dana yang jauh lebih besar daripada yang sudah dianggarkan.

Rosan mengatakan, sektor-sektor usaha yang melakukan PHK dan pengurangan jam kerja kian banyak. ”Keadaan saat ini tidak mudah, banyak perusahaan terpaksa merumahkan sekitar 40 persen karyawannya,” kata Rosan.
Respons cepat pemerintah untuk menghalau gelombang pemutusan hubungan kerja dan kebangkrutan usaha sangat dinanti. Penyaluran bantuan harus langsung menyasar rakyat dan pelaku usaha. Stimulus berupa pemberian pelatihan dinilai tidak relevan karena tantangan saat ini adalah menjaga konsumsi dan mencegah gejolak sosial.
MS Hidayat menambahkan, pemerintah jangan menganggap pandemi Covid-19 sebagai masalah ringan yang penanganannya bisa dengan langkah-langkah konvensional. Pemulihan sektor riil harus dilakukan dalam tiga bulan ini agar krisis kesehatan dan kemanusiaan tidak meluas menjadi krisis sosial.
”Pemerintah harus membangun kepercayaan. Kerukunan di internal pemerintah dan koalisi juga harus dijaga,” kata MS Hidayat.
Di tengah kondisi perekonomian yang memburuk, ruang fiskal sangat terbatas. Pendapatan pajak turun, sedangkan penerbitan surat utang berhadapan dengan sikap investor dalam memilih instrumen investasi yang menurut mereka paling menjanjikan.
Oleh karena itu, kata Gita, ada alternatif berupa pelonggaran kuantitatif, seperti yang dilakukan bank sentral AS, The Fed, senilai 2,5 triliun dollar AS.

Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo, Selasa (14/4/2020), menyampaikan, BI melonggarkan giro wajib minimum rupiah 200 basis poin (bps) untuk bank umum konvensional dan 50 bps untuk bank umum syariah/unit usaha syariah. Stimulus yang berlaku 1 Mei 2020 ini akan menambah likuiditas di perbankan sekitar Rp 102 triliun.
Baca juga: Fokus pada Sektor Domestik Penopang Ekonomi Indonesia
Sementara itu, Kementerian Pertanian merealokasi dan memfokuskan ulang anggaran Rp 1,85 triliun untuk penanganan dampak pandemi Covid-19. Titik beratnya pada program padat karya.
Dalam rapat kerja dengan Komisi IV DPR, Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo menyebutkan, dari Rp 1,85 triliun itu, sekitar Rp 1,6 triliun di antaranya untuk jaring pengaman sosial di sektor pertanian. ”Adapun Rp 198,95 miliar untuk pencegahan penularan Covid-19 dan Rp 45 miliar untuk pengamanan ketersediaan pangan,” kata Syahrul, Kamis (16/4/2020).
Dalam rapat kerja dengan Komisi IV DPR, Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo menyatakan, Kementerian Pertanian telah menghemat Rp 3,61 triliun dari total anggaran Rp 21,05 triliun. ”Kami juga telah merealokasi dan memfokuskan ulang anggaran Rp 1,85 triliun untuk penanganan dampak pandemi Covid-19,” katanya, Kamis (16/4/2020).

Sebanyak Rp 1,6 triliun dari Rp 1,85 triliun dialokasikan ulang untuk jaring pengaman sosial di sektor pertanian. Selain itu, anggaran Rp 198,95 miliar dan Rp 45 miliar masing-masing direalokasi untuk pencegahan penularan Covid-19 dan pengamanan ketersediaan pangan.
Kegiatan dalam jaring pengaman sosial sebagian besar berupa program padat karya yang, antara lain, berupa padat karya gerakan pengendalian organisme pengganggu tanaman, padat karya olah tanah dan percepatan tanam, padat karya perkebunan, padat karya rehabilitasi jaringan irigasi tingkat usaha tani, padat karya embung pertanian, padat karya optimalisasi lahan rawa, serta padat karya irigasi perpipaan dan perpompaan. Jaring pengaman sosial juga meliputi bantuan benih tanaman pangan dan bantuan hewan ternak.
Guru Besar Fakultas Pertanian IPB University sekaligus Ketua Umum Asosiasi Bank Benih dan Teknologi Tani Indonesia Dwi Andreas Santosa, yang dihubungi terpisah, menyebutkan, titik berat realokasi anggaran Kementerian Pertanian tak seharusnya pada program padat karya. ”Kegiatan padat karya bertentangan dengan prinsip pembatasan jarak fisik,” katanya.

Petani memanen padi yang ambruk akibat diterjang luapan sungai di Desa Darmakradenan, Ajibarang, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, Minggu (5/4/2020). Sungai Pecang meluap karena alirannya tertimbun longsoran tebing pada Sabtu sore.
Dwi menyarankan realokasi anggaran difokuskan pada penyaluran dana langsung bagi produsen pangan agar dapat dibelanjakan untuk keperluan produksi ataupun kebutuhan sehari-hari. Dengan dana itu, petani juga dapat membeli alat mesin berbasis teknologi pertanian yang mampu mengurangi intensitasnya untuk pergi ke lahan.
Ketua Umum Perkumpulan Insan Tani dan Nelayan Indonesia (Intani) Guntur Subagja berharap realokasi anggaran Kementan diarahkan untuk modal bagi petani. Dengan demikian, produsen pangan dapat berbelanja untuk menghasilkan produksi sesuai cara dan kebiasaannya serta meningkatkan produktivitas.
Di Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat, Presiden Joko Widodo yang memimpin rapat terbatas secara virtual menyampaikan, sektor pariwisata dan ekonomi kreatif merupakan sektor yang paling terpukul pandemi Covid-19. Oleh karena itu, langkah-langkah mitigasi perlu segera dilakukan.
”Pertama, program perlindungan sosial bagi pekerja di sektor pariwisata betul-betul harus dipastikan ada dan sampai pada sasaran,” kata Presiden dalam ratas yang diikuti Wakil Presiden Ma’ruf Amin dan para menteri.

Langkah mitigasi lain adalah stimulus bagi pelaku usaha di sektor tersebut. Namun, stimulus akan diberikan kepada pelaku usaha yang bertahan dan tidak memberlakukan PHK besar-besaran selama pandemi Covid-19.
Presiden juga meminta hasil realoasi anggaran di Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Rp 500 miliar diarahkan untuk program padat karya bagi pekerja di sektor pariwisata.
Kepada wartawan secara virtual seusai ratas, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Wishnutama Kusubandio menjelaskan tengah menyiapkan berbagai program padat karya. Salah satunya, gerakan lauk siap saji untuk membantu pelaku usaha kecil dan menengah (UKM) pariwisata serta kuliner, sekaligus membagikan lauk siap saji yang bergizi bagi masyarakat.