Perhatikan Industri-industri yang Bertahan di Tengah Pandemi
Pemerintah telah menyiapkan stimulus bagi industri yang terimbas Covid-19. Namun, jangan lupakan industri yang bertahan. Di sisi lain, ekspor masih ada yang jalan dan perlu dijaga.
Stan Greenhope, produsen material katalis oxium dan bioplastik, Rabu (9/7/2019), saat pameran di Kementerian Perindustrian, Jakarta.
JAKARTA, KOMPAS — Pandemi Covid-19 semakin berimbas ke berbagai sektor industri besar, menengah, dan kecil. Namun, tetap ada industri-industri yang mempertahankan usaha untuk tetap menggeliatkan ekonomi dengan mencermati celah-celah kebutuhan pasar.
Di dalam negeri, Covid-19 dan penerapan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) di DKI Jakarta pada Jumat (10/4/2020) membuka ceruk pasar bagi beberapa pelaku industri. Permintaan dan peluang ekspor dari sejumlah negara juga masih ada di tengah semakin masifnya pandemi Covid-19.
”Permintaan plastik kemasan memang sedang turun seiring penurunan sektor makanan dan minuman sekitar 30 persen,” kata Sekretaris Jenderal Asosiasi Industri Olefin, Aromatik, dan Plastik Indonesia (Inaplas) Fajar Budiyono, di Jakarta.
Kendati begitu, Fajar menuturkan, Inaplas optimistis permintaan plastik pasti akan meningkat seiring penerapan PSBB. PSBB akan membatasi akses masyarakat, padahal mereka membutuhkan makanan, minuman, dan obat-obatan. Masyarakat akan membelinya secara daring.
”Belanja daring pasti membutuhkan plastik kemasan, termasuk yang sekali pakai. Toko-toko pun sudah tidak mau memakai wadah yang bisa dipakai ulang karena takut terkontaminasi,” katanya.
Saat ini, lanjut Fajar, stok produk kemasan dan plastik masih banyak karena sudah disiapkan untuk memenuhi kebutuhan Ramadhan dan Lebaran. ”Kami tetap berkomitmen mempertahankan usaha dan meminimalkan pengurangan karyawan,” ujarnya.
Kami tetap berkomitmen mempertahankan usaha dan meminimalkan pengurangan karyawan.
KOMPAS/DAHLIA IRAWATI
Mashita (28), warga Desa Pandanlandung, Kecamatan Wagir, Kabupaten Malang, Jumat (10/4/2020), menjahit pesanan masker. Perempuan desa mendapat berkah pesanan masker di tengah pandemi Covid-19 sehingga ekonomi di desa dan nasional bisa terus berjalan kendati melambat.
Sementara itu, sejumlah sektor industri kecil dan menengah (IKM) masih dapat bertahan di tengah pukulan pandemi Covid-19 pada perekonomian. Permintaan makanan dan minuman melalui belanja daring dan kebutuhan alat pelindung diri (APD) yang cukup besar menjadi penopang.
Direktur Jenderal IKM dan Aneka Kementerian Perindustrian Gati Wibawaningsih mengatakan, pada umumnya IKM masih berproduksi, tetapi omzetnya turun 50-70 persen. Misalnya, IKM komponen dan suku cadang otomotif pendukung masih tetap berproduksi kendati permintaan turun.
IKM perhiasan sudah berhenti sejak Maret 2020 karena negara tujuan ekspor memintanya. Namun, ekspor itu telah dijadwalkan ulang pada Juni-September 2020. ”Untuk IKM pakaian jadi yang jumlahnya 569.745 unit usaha, saat ini mayoritas dari mereka beralih memproduksi APD, termasuk masker,” ujarnya.
Untuk IKM pakaian jadi yang jumlahnya 569.745 unit usaha, saat ini mayoritas dari mereka beralih memproduksi APD, termasuk masker.
Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita mengemukakan, IKM akan mendapatkan realokasi anggaran Rp 92 miliar. Dana itu akan digunakan untuk program pengembangan wirausaha baru IKM pada daerah terdampak Covid-19, program restrukturisasi mesin dan peralatan IKM, bantuan modal kerja dalam bentuk bahan baku, serta peningkatan kemampuan sentra dan penguatan produk IKM di sektor logam, mesin, elektronik, dan alat angkut.
Sementara itu, kendati merosot, permintaan ekspor dari sejumlah negara tetap ada. Beberapa komoditas itu di antaranya batubara, plastik, kertas, dan minyak kelapa sawit.
KOMPAS/KRISTI DWI UTAMI
Perajin sarung tenun atau alat tenun bukan mesin (ATBM) sedang memasang label merek sarung di gudang produksi PT Asaputex, Kota Tegal, Jawa Tengah, Sabtu (4/4/2020). Pandemi Covid-19 tidak membuat jumlah produksi sarung menurun. Produksi sarung malah meningkat hingga 20 persen dibandingkan dengan biasanya.
Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia Hendra Sinadia mengatakan, eksportir batubara Indonesia masih memiliki permintaan dari luar negeri untuk periode April dan Mei 2020.
Ketua Komite Tetap Pengembangan Ekspor Kamar Dagang dan Industri Indonesia Handito Joewono menuturkan, sudah mulai ada permintaan dari China kepada perusahaan-perusahaan Indonesia untuk mengekspor barang ke sana. Namun, jumlah permintaan itu belum signifikan dan nilainya belum besar.
”Sejumlah perusahaan yang rutin mengekspor ke China juga mulai menyiapkan produk-produknya, seperti minyak kelapa sawit mentah dan kertas,” ujarnya.
Fajar menyatakan, permintaan di China memang mulai tumbuh. Berdasarkan kalkulasi Inaplas, Indonesia bisa mengekspor bahan baku plastik sekitar 30.000 ton per bulan ke China. Ekspor ini bisa dibarter dengan bahan baku obat atau APD.
Selain China, Inaplas juga berpeluang mengekspor bahan baku plastik, seperti polietilen dan poliprolilen, ke sejumlah negara di Timur Tengah. Ekspor ke Bangladesh juga masih bisa tembus meski permintaan di bawah 1.000 ton per bulan.
Fajar menambahkan, yang perlu diantisipasi saat ini adalah jangan sampai ada hambatan dalam pengurusan dokumen ekspor-impor. Selain itu, perlu ada jaminan kelancaran bongkar muat barang di pelabuhan.
”Sudah mulai ada indikasi perlambatan proses administrasi dan bongkar muat barang untuk kegiatan ekspor-impor dibandingkan dengan kondisi normal,” ujarnya.