Korban PHK Terus Bertambah, Percepat Kartu Prakerja
Jumlah korban PHK semakin bertambah menjadi 1,2 juta orang. Sementara itu, masih ada industri-industri yang bertahan menggerakkan ekonomi.

Pekerja menyiapkan rangka besi saat menyelesaikan pembangunan jalan tol ruas Sunter-Pulo Gebang di Jalan Boulevard Barat Raya, Kelapa Gading, Jakarta Utara, Rabu (8/4/2020). Walaupun dalam kondisi pandemi Covid-19, proyek infrastruktur tetap berjalan, selain agar pengangguran tidak semakin bertambah, juga untuk menggerakkan sektor rill sehingga diharapkan dapat mempertahankan daya beli masyarakat.
JAKARTA, KOMPAS — Korban masyarakat yang kehilangan sumber nafkah akibat dampak pandemi Covid-19 ke roda ekonomi terus bertambah hingga mencapai jutaan orang. Implementasi program Kartu Prakerja, Padat Karya Tunai, serta berbagai bantuan sosial perlu dipercepat untuk membantu masyarakat memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari di tengah pandemi.
Covid-19 memukul nyaris semua sektor industri, meski menyisakan segelintir industri yang masih bertahan dan relevan di tengah pandemi. Berdasarkan data terbaru Kementerian Tenaga Kerja, per Rabu (8/4/2020) dini hari, total jumlah pekerja dan buruh yang mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK) dan dirumahkan sebanyak 1,2 juta orang dari 74.430 perusahaan.
Rinciannya, dari sektor formal, pekerja yang dirumahkan dan terkena PHK sebanyak 1,01 juta orang dari total 39.977 perusahaan. Sementara dari sektor informal, pekerja yang terdampak dan kehilangan pekerjaan sebanyak 189.452 orang dari 34.453 perusahaan. Mereka berasal dari berbagai sektor industri. Beberapa kasus PHK bahkan dilakukan secara sepihak dan tanpa mengikuti prosedur.
Pada Senin (6/4/2020), perusahaan ritel departemen store PT Ramayana Lestari Sentosa cabang Depok melakukan PHK massal terhadap 128 karyawannya. Ramayana adalah salah satu peritel yang menutup beberapa gerainya karena terdampak pandemi Covid-19.
Total jumlah pekerja dan buruh yang mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK) dan dirumahkan sebanyak 1,2 juta orang dari 74.430 perusahaan.
Store Manager Ramayana City Plaza Depok Nukmal Amdar mengatakan, proses PHK sudah melalui tahap perundingan dengan serikat pekerja serta sudah dikoordinasikan juga dengan dinas ketenagakerjaan setempat. Para pekerja Ramayana yang di-PHK akan mendapatkan pesangon sesuai dengan yang diatur dalam Undang-Undang (UU) Ketenagakerjaan.
"Manajemen telah siapkan, mereka akan mendapatkan sesuai hak pesangon yang sesuai ketentuan di UU Ketenagakerjaan. Akan direalisasi dalam waktu dekat ini," kata dia, Rabu malam.
Menurut Nukmal, Ramayana Depok mengalami penurunan penjualan yang sangat signifikan selama pandemi Covid-19 hingga 80 persen. Beberapa cabang selain Depok saat ini juga terpaksa menutup operasional toko. Ia berharap kondisi ini tidak berkepanjangan, sehingga penutupan cukup dilakukan secara temporer selama pandemi.
"Biaya operasional tidak bisa ditutupi dan untuk proyeksi ke depan akan semakin berat, sehingga pihak manajemen memutuskan menutup operasional. Kami harapkan ke depan cepat normal sehingga kami bisa bangkit kembali," ujarnya.
Sementara, Presiden Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia (ASPEK) Mirah Sumirat mengatakan, PHK dilakukan dalam waktu satu hari tanpa mengikuti prosedur hukum ketenagakerjaan yang seharusnya. Alasan Ramayana melakukan PHK karyawannya adalah pandemi Covid-19 memengaruhi penjualan dan membuat perusahaan harus menutup toko.
Karyawan yang terkena PHK adalah seluruh anggota serikat pekerja dan beberapa pramuniaga lepas. Saat ini, sudah tidak ada lagi anggota serikat pekerja yang tersisa di Ramayana Depok.
”Sebenarnya karyawan tidak masalah jika toko ditutup sementara karena Covid-19. Karyawan juga siap kalau dipindahkan sementara ke toko lain yang masih buka. Di saat-saat seperti ini, seharusnya perusahaan lebih peduli pada pekerja, bukan melakukan PHK massal,” ujarnya.

Menurut Mirah, seharusnya hal itu bisa ditempuh Ramayana Depok. Beberapa perusahaan, misalnya, juga ikut terpukul Covid-19, tetapi tidak menempuh jalur PHK. Mereka merumahkan pekerjanya dengan tetap membayar upah meski tidak lagi utuh karena tanpa uang transportasi dan uang makan.
Perusahaan lain juga ada yang melakukan efisiensi biaya operasional, seperti biaya listrik dan air, tanpa melakukan PHK. Mirah mengatakan, masih banyak sebenarnya cara lain yang bisa ditempuh dengan musyawarah, berunding bersama, agar bagaimana perusahaan tetap eksis dan pekerja tetap tidak kehilangan pekerjaan di tengah kondisi ini.
”Jangan memanfaatkan pandemi ini sebagai modus melakukan PHK sepihak,” katanya.
Baca juga : Pemerintah Berharap Tak Ada PHK di Perusahaan Tambang
Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah mengatakan, meskipun situasi sedang berat, perusahaan harus menjadikan PHK sebagai pilihan paling terakhir. Sebelum melakukan PHK karyawan, perusahaan seharusnya dapat menempuh cara lain.
Perusahaan bisa memotong gaji manajer dan direksi terlebih dahulu demi membayar gaji karyawan, atau merumahkan karyawan tanpa melakukan PHK. ”Ingat, ketentuan mengenai PHK selama masa pandemi tidak berubah dan masih sesuai UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan,” ujarnya.
Pasal 164 Ayat (1) UU itu menegaskan, pengusaha dapat melakukan PHK karena keadaan memaksa (force majeur) dengan ketentuan pekerja tetap berhak atas uang pesangon sebesar satu kali, uang penghargaan masa kerja sebesar satu kali, dan uang penggantian hak sesuai ketentuan yang sudah diatur.
Di Pasal 165 disebutkan pula, perusahaan yang pailit juga tetap harus memenuhi hak pekerja atas uang pesangon dengan rincian yang sama dengan keadaan memaksa yang darurat.

Percepat kartu prakerja
Untuk melindungi para pekerja yang kehilangan nafkah akibat Covid-19, program Kartu Prakerja yang disiapkan pemerintah perlu cepat diimplementasikan. Terkait ini, Ida mengatakan, proses pelaksanaannya akan dipercepat. Saat ini, sejumlah kementerian dan lembaga masih merampungkan proses pendataan melalui perwakilan dinas di masing-masing wilayah.
Di luar Kartu Prakerja, ada program bantuan lain yang disiapkan pemerintah, seperti program padat karya untuk memberdayakan pekerja korban PHK dan dirumahkan. Jenis pekerjaannya disesuaikan dengan kebutuhan di tengah pandemi, seperti mempekerjakan mereka untuk menyemprot disinfektan di lingkungan tempat tinggal atau di perusahaan dan kawasan industri.

Baca juga : Ratusan Ribu Pekerja Kena Dampak Covid-19
Direktur Kemitraan Kartu Prakerja Panji W Ruky mengatakan, sampai saat ini, pihaknya belum menentukan kapan akan membuka pendaftaran Kartu Prakerja. Namun, program itu tetap akan dibuka pada pekan ini.
Untuk saat ini, pendataan masih berlangsung, dan akan diutamakan untuk daerah yang terdampak pandemi. ”Untuk sektor apa saja, kami harus melihat usulan dari masing-masing kementerian/lembaga yang menyerahkan data,” katanya.
Panji menbahkan, pekerja yang diusulkan K/L untuk mendapat Kartu Prakerja tetap harus mendaftar ulang di laman situs prakerja.go.id. Kalau sudah diusulkan, tetapi tidak mendaftar, tidak bisa dapat manfaat.
”Kalau tidak diusulkan, silakan langsung daftar, tetap bisa dapat manfaat karena setiap minggu ada pendaftaran, jadi masyarakat tidak usah khawatir,” ujarnya.
Mempertahankan usaha
Sementara itu, sejumlah perusahaan terus mempertahankan produksi baik untuk melancarkan arus kas, menjaga pekerja, maupuan memenuhi kebutuhan masyarakat. Hal itu dilakukan kendati terjadi penurunan penjualan.
Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (Gapmmi) mencatat secara umum terjadi penurunan penjualan akibat banyak aktivitas atau toko yang tutup terimbas Covid-19. Kenaikan penjualan relatif hanya terjadi untuk beberapa produk di pasar modern, supermarket, dan minimarket yang tetap buka.
/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2020%2F03%2Fc9ec7172-ff8a-4014-8211-57b866eb9280_jpg.jpg)
Karyawan toko ritel Hypermart Puri Indah di Kembangan, Jakarta Barat, mencari dan menyiapkan barang belanjaan yang dipesan konsumen melalui fasilitas percakapan dalam jaringan Whatsapp, Selasa (31/3/2020). Layanan belanja dari rumah bagi pelanggan yang bertempat tinggal sejauh maksimal 5 kilometer dari lokasi pembelian itu untuk mendukung imbauan pemerintah agar masyarakat tinggal dan bekerja dari rumah.
Survei Gapmmi kepada anggota-anggotanya per 2 April 2020 menunjukkan, sebanyak 60 persen menyatakan penjualan turun 20-40 persen. Sebanyak 20 persen menyatakan penurunan penjualan sekitar 20 persen, dan 20 persen sisanya menyebutkan turun 10 persen.
”Terus terang sekarang ini penjualan turun. Padahal, biasanya pada masa menjelang puasa seperti saat ini penjualan cukup tinggi,” kata Ketua Umum Gapmmi Adhi S Lukman.
Adhi menuturkan, penurunan penjualan ini karena banyak kegiatan dibatalkan, serta mal dan toko ditutup. Ada beberapa komoditas, seperti bumbu-bumbuan, minyak goreng, mi instan, dan biskuit, yang naiknya signifikan. Itu hanya terjadi di pasar modern, supermarket, dan minimarket.
Terkait tenaga kerja, Adhi menyebutkan, jumlah tenaga kerja langsung di industri makanan minuman sekitar 4,5 juta orang. Di tengah pandemi ini, hampir tidak ada perusahaan-perusahaan yang merekrut tenaga kerja.
”Sementara untuk PHK, ada perusahaan menengah besar yang mengajukan Kartu Prakerja sebelum memberhentikan karyawan. Tapi, jumlahnya sangat sedikit sekali,” ujarnya.
Sementara untuk PHK, ada perusahaan menengah besar yang mengajukan Kartu Prakerja sebelum memberhentikan karyawan. Tapi, jumlahnya sangat sedikit sekali.

Sementara industri telekomunikasi adalah salah satu sektor yang saat ini paling relevan dan dibutuhkan oleh masyarakat. Kebijakan berkegiatan dari rumah membuat penggunaan data pelanggan meningkat. Asosiasi Telekomunikasi Seluler Indonesia (ATSI) mencatat, lalu lintas (trafik) penggunaan data setelah Covid-19 melonjak sebanyak 12-16 persen dibandingkan sebelumnya.
Meski demikian, Ketua Umum ATSI Ririek Adriansyah, Rabu (8/4/2020), mengatakan, di sisi lain perusahaan telekomunikasi juga diminta memberikan keringanan bagi pelanggan, seperti kuota gratis ke platform pendidikan. Untuk mendukung aktivitas masyarakat di tengah karantina, beberapa perusahaan operator juga memberikan fasilitas penambahan kuota, paket gratis, serta peningkatan layanan data.
Pemberian fasilitas bebas biaya itu pun ”membakar” keuntungan yang seharusnya bisa didapat perusahaan. ”Di sisi lain, dengan penambahan trafik penggunaan data ini, kami juga harus menambah kapasitas dan meningkatkan kualitas. Ada banyak kendala di lapangan, seperti mobilitas teknisi yang lebih terbatas karena kebijakan pembatasan sosial,” katanya saat dihubungi di Jakarta.
/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2020%2F04%2F20200325MYE09_1585997188.jpg)
Seorang pegawai Bank BNI bekerja di rumahnya di Tangerang Selatan, Banten, Selasa (17/3/2020). Sejumlah kantor dan perusahaan menerapkan sistem bekerja dari rumah untuk meminimalisasi penularan virus Covid-19.
Saat ini, industri telekomunikasi menjadi tulang punggung pemerintah untuk menyukseskan kebijakan beraktivitas dari rumah demi menekan laju penyebaran virus korona jenis baru.
Dalam Surat Keputusan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 159 Tahun 2020 tentang Penanganan Covid-19 Melalui Dukungan Sektor Pos dan Informatika, operator dituntut menyediakan layanan telekomunikasi dan internet dengan kualitas layanan baik. Operator telekomunikasi juga dituntut memastikan penyediaan produk dan solusi guna mendukung kebijakan pemerintah.
Butuh stimulus
Sekretaris Jenderal ATSI Marwan O Baasir menambahkan, pola trafik penggunaan data yang bergeser selama pandemi akibat aktivitas berinternet yang tinggi rumah-rumah membuat operator telekomunikasi harus meningkatkan kapasitas bandwidth di kawasan permukiman. Peningkatan kapasitas layanan telekomunikasi ini membutuhkan biaya operasional tambahan yang tidak sedikit pula.
”Ini pasti butuh biaya operasional lagi karena bandwidth ditambah, lalu ada penambahan kapasitas per modul. Jadi banyak tantangannya, memang trafik tumbuh, tapi tantangannya juga tidak mudah, belum tentu juga revenue tumbuh karena kami harus memberikan promo gratis paket kuota,” katanya.
Baca juga : Menjaga Layanan dan Mengantisipasi Lonjakan Data
Tantangan lain adalah memastikan layanan telekomunikasi berlangsung di tengah kebijakan pembatasan sosial berskala besar. Marwan mengatakan, pemerintah memang sudah memberikan pengecualian agar pekerja telekomunikasi, seperti teknisi, tetap bisa beraktivitas di luar kantor untuk menambah kapasitas layanan data. Namun, pada kenyataannya, pergerakan tetap terbatas.
”Sempat terjadi, akses ke suatu kawasan ditutup dan harus ada izin dari lurah, RT, RW, sementara teknisi harus membenahi menara BTS untuk menjamin kapasitas jaringan terjaga selama pandemi. Izin sudah keluar dari pusat, tapi kami harap pemerintah daerah juga pahami,” katanya.
Selain itu, lanjut Marwan, meskipun trafik naik, perusahaan tetap berpotensi mengalami kesulitan keuangan. Mereka masih harus membayar kepada vendor dengan mayoritas menggunakan dollar AS sehingga depresiasi nilai tukar rupiah saat ini ikut membebani arus kas perusahaan. Dengan demikian, industri telekomunikasi sebenarnya juga tetap membutuhkan insentif dan stimulus dari pemerintah.
”Misalnya, penundaan pembayaran pajak atau BHP USO (biaya hak penyelenggaraan telekomunikasi dan kontribusi kewajiban pelayanan universal) supaya kami bisa sedikit bernapaslah setidaknya,” tuturnya.