Ancaman Kanker Payudara di Balik Segarnya Susu Sapi
Minum susu sapi ternyata tidak hanya menyehatkan. Di balik sejumlah nutrisi yang terkandung di dalamnya, sebuah studi menunjukkan minum susu sapi dikaitkan dengan peningkatan risiko kanker payudara pada perempuan.
Oleh
Evy Rachmawati
·4 menit baca
Di balik sejumlah nutrisi yang terkandung di dalam susu sapi, konsumsi asupan itu ternyata juga memiliki efek negatif terhadap kesehatan perempuan. Dalam sebuah studi baru terungkap bahwa konsumsi susu sapi dikaitkan dengan peningkatan risiko kanker payudara pada perempuan.
Studi baru oleh tim peneliti di Loma Linda University Health yang dipublikasikan di International Journal of Epidemiology itu menemukan, konsumsi susu sapi dalam jumlah relatif moderat pun meningkatkan risiko kanker payudara pada perempuan hingga 80 persen, bergantung pada jumlah asupan yang dikonsumsi.
Kanker payudara merupakan jenis kanker yang dimulai di payudara ketika sel-sel tumbuh di luar kendali. Sel-sel kanker payudara biasanya membentuk tumor yang sering terlihat saat rontgen atau diarasakan sebagai benjolan. Kanker payudara terutama terjadi pada perempuan. Sebagian besar benjolan payudara termasuk jinak, bukan kanker.
Dalam situs www.cancer.org disebutkan sejumlah faktor risiko kanker payudara. Ada faktor risiko yang tak bisa diubah, seperti penuaan atau bertambah usia dan ada riwayat keluarga yang menderita kanker. Beberapa faktor risiko kanker payudara juga terkait gaya hidup, seperti diet mengonsumsi obat yang mengandung hormon, konsumsi alkohol berlebihan, obesitas atau kegemukan setelah menopause, dan kurang aktivitas fisik.
Penulis utama studi yang dilakukan tim dari Loma Linda University Health, Gary E Fraser, menyatakan, studi observasi menunjukkan adanya bukti yang kuat bahwa baik susu segar maupun beberapa faktor lain yang berkaitan erat dengan minum susu sapi menjadi salah satu penyebab kanker payudara pada perempuan.
”Konsumsi seperempat hingga sepertiga cangkir susu sapi per hari dikaitkan dengan peningkatan risiko kanker payudara 30 persen,” kata Fraser. Dengan minum susu sapi satu cangkir per hari, risiko kanker payudara lebih tinggi 50 persen, dan konsumsi 2-3 cangkir susu sapi per hari meningkatkan risiko penyakit tersebut 70-80 persen.
”Rekomendasi kami bagi para perempuan, terutama yang memiliki riwayat keluarga mengalami kanker payudara, sebaiknya berhati-hati dalam mengonsumsi susu sapi. Cara paling mudah hingga ada kejelasan mengenai kaitan ini adalah mengonsumsi susu bukan sapi,” ujarnya.
Pedoman diet Amerika Serikat atau Current US Dietary Guidelines merekomendasikan mengonsumsi tiga cangkir susu per hari. ”Bukti studi ini menunjukkan, orang harus melihat rekomendasi tersebut dengan hati-hati,” kata Fraser sebagaimana dikutip Science Daily, Selasa (25/2/2020).
Konsumsi seperempat hingga sepertiga cangkir susu sapi per hari dikaitkan dengan peningkatan risiko kanker payudara 30 persen.
Dalam studi itu, asupan diet pada hampir 53.000 perempuan Amerika Utara dievaluasi, dan semuanya awalnya dinyatakan bebas dari kanker serta diikuti kondisi mereka selama hampir delapan tahun. Asupan diet yang diperkirakan dari kuesioner frekuensi makanan atau food frequency questionnaires (FFQ), dan pengulangan 24 jam.
Kuesioner memiliki sejumlah pertanyaan mengenai demografi, riwayat dalam keluarga ada yang menderita kanker payudara atau tidak, aktivitas fisik, konsumsi alkohol, penggunaan pengobatan hormonal dan terapi lainnya, skrining kanker payudara, serta riwayat reproduksi dan ginekologi.
Asupan susu kedelai
Saat periode akhir studi, ada 1.057 kasus kanker payudara baru. Tak ada kaitan jelas produk kedelai dan kanker payudara, terlepas dari susu sapi. Namun, saat dibandingkan konsumsi rendah atau tak mengonsumsi susu sama sekali, asupan kalori dan susu sapi lebih tinggi dikaitkan kenaikan risiko kanker payudara, terlepas dari asupan kedelai.
Fraser mencatat, hasilnya memiliki variasi minimal saat membandingkan asupan lemak penuh versus susu tanpa atau rendah lemak, serta tak ada kaitan penting dengan keju dan yoghurt. ”Namun, susu dikaitkan dengan peningkatan risiko, dan data itu memprediksi penurunan risiko secara nyata lewat penggantian susu sapi dengan susu kedelai,” ujarnya.
Menanggapi hasil studi itu, Wendy Demark-Wahnefried, profesor ilmu gizi dan ilmuwan senior pada O’Neal Comprehensive Cancer Center di University of Alabama Birmingham, mengatakan kepada Global News, penelitian ini sangat kuat menunjukkan kaitan susu sapi dan peningkatan risiko kanker payudara.
”Studi ini menggunakan ukuran sampel yang sangat besar dengan beragam ras dan etnis,” katanya sebagaimana dikuti Huffingtonpost. Namun, hal itu dinilai merupakan studi yang bersifat observasional, tidak ada sebab dan akibat, serta hanya asosiasi atau kaitan.
Efek berbahaya susu sapi konsisten dengan Laporan AHS-2 baru-baru ini yang menyebutkan, vegan atau mereka yang menjalani pola makan vegetarian tetapi buka lacto-ovo-vegetarian, lebih sedikit mengalami kanker payudara dibandingkan mereka yang bukan vegetarian.
Alasan paling mungkin hubungan antara kanker payudara dan susu sapi adalah hormon seks dari susu sapi karena sapi-sapi itu menyusui, dan sekitar 75 persen dari kawanan sapi perah dalam kondisi hamil. Sementara kanker payudara pada perempuan adalah kanker hormon yang responsif.
Asupan susu dan protein hewani lain pada sejumlah laporan juga dikaitkan dengan kadar hormon dalam darah lebih tinggi, insuline-like growth factor-1 (IGF-1), yang bisa memicu kanker jenis tertentu. ”Susu sapi punya beberapa mutu gizi positif, tapi perlu diseimbangkan dengan kemungkinan lain, efek kurang bermanfaat. Ini membutuhkan studi lebih lanjut,” kata Fraser.